Salin Artikel

Desa Ilomata, Menjaga Kawasan Konservasi dengan Pahangga dan Pariwisata

GORONTALO, KOMPAS.com - Warga Desa Ilomata Kecamatan Bolango Ulu Kabupaten Bone Bolango ini berbenah, mereka membersihkan tungku pembuatan pahangga (gula aren) yang berada di ladang.

Pohon aren (Arenga pinnata) yang banyak tumbuh di kebun dirawat, dibersihkan dari gulma perdu yang menyemak di sekitarnya. Pohon aren inilah sandaran hidup banyak warga Desa Ilomata, juga desa-desa lainnya di sekitar Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW).

Di tepi kawasan konservasi TNBNW ini acap terlihat asap mengepul membubung ke langit, pertanda ada petani yang sedang memasak air nira. Bumbung demi bumbung dituang dalam bejana besar yang diletakkan di atas perapian sederhana yang terbuat dari tanah.

Saat gelembung panas menyembul berunculan di permukaan nira, kayu pengayuh pun mulai mengaduk tanpa henti disertai pengharapan para petani Ilomata, semoga cairan ini cepat menjadi pekat untuk segera dicetak.

Denyut kehidupan warga Ilomata ini tak pernah berhenti, membersihkan ladang, menyadap nira, menanam jagung, dan membuat gula. Rutinitas ini bersambung dari hari ke hari hingga berbilang tahun, selama masih ada asap membumbung tinggi, di situlah ada harapan kehidupan.

“Lebih dari 50 persen warga Ilomata adalah petani aren, dulunya malah semuanya. Sejak ada jagung, sebagian warga beralih kegiatan (menanam jagung),” kata Abdurrahman Usman, yang akrab dipanggil Shoman Usman (31), Kepala Desa Ilomata, Senin (11/3/2019).

Meski berada jauh dari pusat kota, desa ini tak kalah sigap dengan kelurahan-kelurahan yang berada di pusat keramaian. Shoman Usman adalah tokoh kunci yang mengerakkan dinamika desa di era milenial ini.

Kepala Desa termuda di Kabupaten Bone Bolango ini memiliki visi yang luas. Bone Bolango adalah kabupaten yang sebagian besar wilayahnya adalah hutan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.

Kabupaten ini telah mendeklarasikan sebagai Kabupaten Konservasi. Shoman Usman terus berpikir bagaimana desanya harus maju.

Salah satu kebijakannya adalah menjadikan Desa Ilomata sebagai kawasan wisata alam. Pahangga adalah salah satu produk oleh-oleh yang ditawarkan kepada wisatawan.

Di sini ada sungai yang mengalirkan air jernih yang keluar dari Taman Nasonal, bisa ditawarkan sebagai obyek wisata yang menawan, ada kebun yang kaya burung dapat dijadikan lokasi birdwatching dan jungle tracking yang menarik, ada buah dan makanan tradisional, ada tradisi dan kearifan lokal, semuanya menarik.

Menjaga kawasan taman nasional

Shoman Usman sadar desanya berada di pinggir kawasan konservasi yang dilindungi undang-undang. Tidak sembarang orang bisa masuk dan memanfaatkan kawasan ini, termasuk warga Desa Ilomata.

Ia harus mampu menjaga dua kepentingan ini, warga yang ingin bekerja dan taman nasional yang harus lestari.

Bila menebang pohon, berburu, atau apapun yang merusak di dalam taman nasional urusannya bisa panjang, hukum akan menjerat warga. Ini yang harus dihindari.

"Untuk itu perlu strategi agar masyarakat bisa bekerja dan mendapatkan penghasilan tanpa harus merusak kawasan konservasi," ujar Shoman Usman.

Strategi yang diterapkan adalah mengembangkan tradisi lama warga desa, menyadap aren dan membuat pahangga. Keahlian ini dimiliki semua warga desa, pria dan wanita terampil menyadap dan memasak nira aren.

"Sebelum pemerintah memprogramkan menanam jagung, semua warga desa mengolah aren menjadi pahangga," ujar Shoman Usman.

Pahangga asal Ilomata menggunakan aren murni, warga menyadap dari pohon-pohon aren yang tumbuh di ladang mereka, juga di kawasan taman nasional.

"Menyadap aren di taman nasional oleh warga Ilomata masuk dalam zona pemanfaatan tradisional," kata Danny, staf the Enhancing the Protected Area System in Sulawesi Project for Biodiversity Conservation (EPASS) atau Proyek Peningkatan Sistem Kawasan Konservasi di Sulawesi untuk Konservasi Keanekaragaman Hayati.

Jauh sebelum ada penetapan kawasan taman nasional, leluhur orang Ilomata sudah memanfaatkan aren di wilayah ini. Tetes demi tetes dikumpulkan dalam bumbung bambu, setiap hari ada yang memasak cairan ini, mencetak menjadi pahangga dan membawanya ke pasar.

Kegiatan ini telah berjalan bertahun-tahun, dari pahangga inilah warga Ilomata mendapatkan penghasilan.

Inovasi produk pun dilakukan, pahangga Ilomata di desain dalam ukuran yang lebih kecil dari biasanya, sehingga mudah dibawa dan bisa dibagi lebih banyak orang.

Dalam cetakan aslinya, pahangga nyaris sebesar buah kelapa tanpa sabut, sebab yang dijadikan cetakan adalah tempurung kelapa. Dua cetakan dijadikan satu lalu dibungkus daun woka (Livistona) kering.

"Kami mendapat kunjungan investor dari Makassar beberapa hari lalu, mereka melihat potensi produk kami," ujar Shoman Usman.

Warga desa berharap gula aren mereka dapat mengisi pasar yang lebih luas dan memiliki harga yang baik.

Yang juga menjanjikan untuk dikelola adalah wisata alam dengan konsep sustainable tourism, wisata yang berkelanjutan.

Berada di pinggir kawasan hutan, ladang warga sebenarnya memiliki keanekaragam hayati yang mirip di hutan, banyak satwa yang “mampir” ke ladang untuk mencari makan seperti burung, babi hutan, dan lainnya.

Dengan memahami geografi desa, jalur jungle tracking pun bisa dibuat untuk memanjakan para wisatawan menikmati kekayaaan hayati Gorontalo. Bahkan, kearifan lokal, cara hidup masyarakat dapat dijadikan menu sajian wisatawan mancanegara.

“Mimpi kami Desa Ilomata bisa dikunjungi wisatawan mancanegara secara teratur,” kata Shoman Usman.

Pengembangan desa ini bersambut dengan kebijakan Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yang berkeinginan memberdayakan desa-desa di kawasan penyanggah.

Kemandirian desa-desa dalam mengelola potensinya diharapkan warga desa sudah tidak lagi “mengganggu” kawasan konservasi, bahkan menjadikannya hutan taman nasional sebagai aset ekonomi mereka yang harus dijaga dan lestari.

Hanya dengan melestarikan kebun mereka, keragaman hayati setiap saat dapat disaksikan wisatawan. Menjaga lingkungan tetap lestari berarti menjaga keberlangsungan rezeki mereka.

Namun, meyakinkan warga desa bukanlah perkara mudah, perlu waktu lama untuk menanamkan kesadaran baru ini. Jalan ini masih panjang untuk ditempuh.

Kebijakan taman nasonal ini mengubah para Polisi Hutan (Polhut) yang dulunya menggunakan pendekatan represif menjadi pendamping desa yang ramah, mengurusi potensi wisata hingga rutin melakukan anjangsana ke masyarakat desa.

“Pak Yanis Talamati dari Resort Bolango malah mencarikan investor gula aren, mereka sudah datang ke desa kami, melihat langsung produksi gula aren,” ujar Shoma Usman.

Yanis Talamati adalah Kepala Resort Bolango yang berada di wilayah Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) 1 Limboto.

Shoman Usman memahami kondisi warga dan lingkungan desanya, ia pun bergerak dengan keterbatasan.

Namun, ia harus membuka kesadaran warga, meyakin arah yang akan dituju setiap bertemu orang, termasuk ada saat mohuyula (gotong royong).

Perjuangan panjang Shoman Usman, Kepala Desa Ilomata masih panjang. Ia sudah memanfaatkan dana desanya untuk kepentingan yang lebih luas, menjaga lingkungan tetap lestari dan meningkatkan kesejahteraan warganya.

Pertanian warga tetap dijalankan, tradisi leluhur tetap terjaga, dari keduanya pariwisata ditawakan kepada dunia.

https://regional.kompas.com/read/2019/03/11/09313291/desa-ilomata-menjaga-kawasan-konservasi-dengan-pahangga-dan-pariwisata

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke