Salin Artikel

Hujan Es, Petani Bawang di Semarang Terpaksa Panen Dini

Hujan es berikut kabut yang kerap terjadi di wilayah Kopeng membuat varietas tersebut dipanen lebih awal.

Lungguh Lujito, petani dari Dusun Plalar, Desa Kopeng, Kecamatan Getasan menjelaskan, cuaca ekstrem berupa hujan es kerap terjadi belakangan ini. Padahal, lahan pertaniannya seluas 3.000 meter persegi hendak memasuki masa panen.

Usia bawang putih di ladangnya baru berumur 105 hari. Sementara untuk mendapat komposisi hasil maksimal, umur bawang siap panen harusnya 120 hari.

“Ini terpaksa dipanen duluan, karena ada cuaca ekstrem, cuaca tidak mendukung. Mau panen, hujan ekstrem, sama hujan es,” ujar Lungguh saat ditemui di sela memanen bawang putih di ladangnya, Senin (4/3/2019).

Bersama istrinya, Suliyem, dan para tetangganya, Lungguh bahu-membahu memanen bawang yang ada di lahan pertaniannya itu. Mereka berpacu dengan waktu, karena memang kondisi di Kopeng kerap mendung dan hujan.

Lungguh menyatakan, panen dini terpaksa dilakukan karena untuk menyelamatkan bawang dari kebusukan.

Jika bawang terus terkena hujan dikawatirkan akan muncul jamur, hingga akhirnya membusuk. Lungguh sendiri menerapkan pertanian organik dalam memproses komoditas tersebut.

“Kalau tidak dipanen sekarang nanti akan busuk. Ini hasilnya cukup bagus, meski belum sempurna tapi sudah ada bentuknya,” katanya.

Setelah dipanen, bawang putih nantinya akan dibeli oleh kemitraan dari CV Berkah Putih Abadi.

Perusahaan itu sebelumnya telah membantu menyediakan bibit dan saprodi. Dalam perjanjian jual beli ini, petani akan mendapat porsi 60 persen dari hasil penjualan. Setiap kilogram bawang putih dibeli Rp 18.000.

“Bawang lokal ini jenisnya lumbu kuning, dan lumbu hijau. Bawang lokal rasanya lebih sedap dibanding bawang impor. Apalagi sejak awal, pola pertanian tidak menggunakan kimia, alias organik,” tandasnya. 

Cuaca ekstrem

Sementara itu, Koordinator Pelaksana Dinas pada Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Wagiyo, menambahkan, panen bawang putih di Getasan terpaksa dilakukan karena adanya cuaca ekstrem. Kondisi pertanian bawang putih saat ini masih dalam kisaran 70 persen. 


Wagiyo menyebut, cuaca ekstrem terutama saat menjelang masa panen akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, panen bawang tidak bisa menunggu sampai kondisi 100 persen atau 120 hari.

“Panen bawang ini masih kondisi 70 persen. Ini memang bisa panen, tapi belum 100 persen. Kendala cuaca ekstrem, kabut, itu ganggu pertumbuhan tanaman, karena akan terkena jamur. Seharusnya dipanen 120 hari, tapi ini 105 hari,” tambahnya.

Total luasan lahan bawang putih di Getasan sendiri sebanyak 16 hektar. Lahan tersebut merupakan binaan kemitraan dari perusahaan, di empat desa, antara lain di Kopeng, Wates, dan Cuntel.

Meski dipanen lebih awal, hasil pertanian bawang putih dinilai cukup baik karena ditanam diatas ketinggian 1.100 mdpl.

Untuk lahan di atas 3.000 meter persegi bisa menghasilkan sekitar 8,5 ton. Setelah bawang putih, lahan pertanian nantinya akan dilakukan rotasi dengan menanam varietas lain.

“Setelah panen, nanti dijemur lalu disimpan selama 5 bulan. Setelah disimpan, bawang siap untuk ditanam kembali,” tambahnya.

Pemerintah Kabupaten Semarang optimistis bahwa Getasan nantinya akan menjadi salah satu sentra pertanian bawang putih. Optimisme itu karena para petani setempat kembali bersedia untuk menanam bawang.

“Ini awal dari petani menanam bawang kembali. Dulu tahun 1980-an, pernah tanam bawang putih, tapi ditinggal. Ini kembali dengan sistem kemitraan. Hasilnya memang belum maksimal karena hujan es,” pungkas Alfiah, kepala Bidang Pertanian di Dinas Pertanian Kabupaten Semarang ini.

https://regional.kompas.com/read/2019/03/04/16311191/hujan-es-petani-bawang-di-semarang-terpaksa-panen-dini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke