Salin Artikel

Kisah 3 Generasi Pengrajin Sadel Sepeda Ontel Asal Magetan

Tumpukan sadel sepeda yang belum kering benar ditumpuknya di salah satu ruangan kerja di samping rumahnya. Sejumlah pekerja terlihat asyik memotong dan menyatukan potongan kulit dengan menggunakan lem untuk bahan sadel.

Sumadi merupakan pengrajin sadel sepeda yang sudah turun termurun dari almarhum ayahnya, Karto Miharjo. Ayah Sumadi menggeluti usaha pembuatan sadel kulit sejak jaman Jepang menjajah Indonesia.

Saat itu sepeda ontel merupakan barang mewah bagi masyarakat. Untuk membuat sadelnyapun tidak semudah saat ini. Dia mengaku dalam sehari ayahnya hanya mampu membuat 10 biji sadel.

Prosesnya pun masih menggunakan peralatan manual seperti press dari kayu dan menggunakan paku untuk menyambung setiap lapis kulit.

“Dulu susah membuat sadel karena belum ada peralatan mesin. Untuk press saja pakai kayu. Saya masih mengalami itu waktu bantu bapak,” ujarnya, Jumat (15/2/2019).

Bahkan untuk bahan baku pembuatan sadel, orangtuanya dulu harus memasak sendiri kulit sapi. Pengolahan kulit sapi hingga siap menjadi bahan sadel sepeda dulunya masih dikerjakan secara manual.

Untuk menyamak kulit dulu harus direndam ke dalam campuran lumpur. Dibutuhkan waktu hingga sepekan lebih untuk merendam kulit sapi agar siap dibentuk menjadi sadel sepeda.

“Dulu harus punya stok kulit banyak karena proses pemasakan kulitnya memakan waktu lama. Kalau sekarang bahannya kebanyakan beli,” ujar Mansyur yang merupakan anak ketiga dari Mbah Sumadi yang ikut meneruskan usaha pembuatan sadel sepeda.

Setelah Karto Miharjo meninggal dunia pada tahun 1956, Sumadi meneruskan usaha orang tuanya tersebut. Untuk melebarkan sayap penjualan, Sumadi turun tangan sendiri dengan berjualan keliling menggunakan sepeda ontel dari pasar ke pasar di sekitar Kabupaten Magetan seperti di Pasar Ponorogo, Pasar Madiun, Pasar Ngawi hinggaPasar di Kota Solo.

Untuk mempromosikan sadel kulit miliknya, Sumardi meyakinkan para pelanggan dengan cara merendam sadel kulit hasil produksinya ke dalam air bersamaan dengan sadel produk dari kota lain.

“Yang lain 30 menit sudah nglotok, punya saya belum. Dari situ mulai kenal dengan pelanggan, mulai setor ke mereka,” ujarnya.

Kesuksesan berbuah Gazelle pertama 

Sejak memiliki pelanggan, Sumadi mulai menapaki kesukesesannya untuk memproduksi sadel sepeda ontel. Kesuskesan tersebut dibuktikan dengan memiliki sepeda ontel merek Gazelle pada thaun 1970an.

“Punya sepeda Gazelle waktu itu seperti punya motor paling top di jaman sekarang,” ujarnya sambil tertawa.

Namun, usaha pembuatan sadel sepeda ontel milik Sumadi tak selamanya berjalan mulus. Beberapa kali usaha nya sempat berhenti berproduksi. Meski demikian, Sumadi tetap tidak meninggalkan usaha warisan keluarganya tersebut.

“Berhenti total saat dulu ada pemotongan uang Rp 1.000 menjadi Rp 1. Yang kedua berhenti saat krisis moneter. Saat itu kirim ke Solo senilai Rp 10 juta, tapi tidak dibayar karena ada kerusuhan,” katanya.

Sejak lima tahun terakhir, Sumadi di dibantu anaknya Muhammad Yassir tidak hanya membuat sadel sepeda ontel saja, tetapi mengembangkan usaha di bidang aksesoris dan pernik pernik kebutuhan sepeda ontel kuno. Langkah tersebut ternyata membawa hasil karena permintaan aksesoris sepeda semakin banyak.

“Karyawan pembuat tas ini ada empat, sehari bisa membuat 10. Ini masih kewalahan memenuhi permintaan,” ucapnya.

Meski telah berhasil mengembangkan produk aksesoris sepeda ontel, Mansyur anak ketiga Sumadi berharap ada batuan untuk kebutuhan mesin press dan mesin produksi lainnya agar usaha keluarganya bisa berkembang.

Selama ini usaha pembuatan sadel sepeda ontel belum dilirik oleh pemerintah daerah untuk pengembangannya. Pemerintah daerah lebih tertatik melirik pembuatan sandal yang cukup banyak di desanya. 

“Permodalan terbatas, saat ini sangat membutuhkan mesin press dan mesin produksi lainnya karena selama ini masih banyak menggunakan cara manual untuk proses produksi,” katanya.

Kembali ke pengolahan kulit ramah lingkungan

Saat ini Mansyur yang menjadi generasi ketiga pembuatan produk sadel kulit mengatakan  mengembangkan kulit sapi sebagai bahan baku sadel dengan cara ramah lingkungan. Caranya dengan kembali ke pemrosesan kulit pada era kakeknya berkarya.

Keunikan tersebut diharapkan mampu menarik lebih banyak lagi pelanggan.

“Prosesnya kembali ke pemasakan secara tradisional dengan perendaman menggunakan kulit kayu akasia. Hasilnya lebih bagus dan ramah lingkungan,” ucapnya.

Di tangan kedua anaknya, Sumadi berharap usaha sadel sepeda ontel yang dirintis orangtuanya bisa sukses mengembangkan produk lainnya selain aksesoris berupa tas besar, tas kecil, dan tas khusus di sudut setang sepeda ontel. Setidaknya saat ini usaha tersebut merupakan tempat bergantung hidup 11 pekerjanya.

https://regional.kompas.com/read/2019/02/16/10375331/kisah-3-generasi-pengrajin-sadel-sepeda-ontel-asal-magetan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke