Salin Artikel

Berhenti Jadi Pegawai Kantoran, Alan Memilih Membangun Desanya dengan Lidah Buaya

Tanaman ini tumbuh subur di desa itu bermula inisiatif warganya, Alan Efendhi, yang membeli bibit jenis Aloe Chinensis Baker dari Sidoarjo, Jawa Timur pada 2014 lalu.

Saat itu Alan masih bekerja di sebuah perusahaan di Jakarta.

"Waktu itu saya melihat dari internet tentang budidaya lidah buaya. Saya melihat Pontianak yang daerahnya tidak jauh berbeda dari sini (Gunungkidul) bisa tumbuh dengan baik kenapa tidak dicoba," katanya saat ditemui di kediamannya, Jumat (15/2/2019).

"Awalnya sempat berpikir beli dari Pontianak, tetapi lidah buaya kan mudah busuk. Ternyata di Sidoarjo ada, lalu saya membeli dari sana 500 batang, dipaketkan naik kereta api. Sampai di sini tinggal 350an batang yang masih hidup," lanjut Alan.

Alan mengatakan, saat itu lahan di sekitar rumahnya masih ditanami kacang tanah. Ibu Alan, Sumarni sempat bingung karena kedatangan ratusan batang bibit lidah buaya.

Namun. Sumarni tetap yakin tumbuhan tersebut bisa tumbuh di desa itu. 350an batang lidah buaya kemudian ditanam. Namun, hanya 150an batang saja yang bisa tumbuh dengan baik. 

Dengan sisa tumbuhan yang ada, Sumarni lalu memaksimalkan tumbuhan tersebut sampai akhirnya tumbuh dengan baik.

"Waktu pulang saya mengajak ibu-ibu di sini menanam, tetapi belum mau. (mereka) Ingin melihat dulu hasilnya. Setelah berhasil cukup baik, lalu mereka mau menanam," ujar Alan.

Alan mengatakan, dia membagikan 50 batang lidah buaya masing-masing untuk 100 warga desa. Saat ini, lidah buaya sudah berkembang menjadi puluhan ribu batang di dusun dan desa sekitar.

Alan mengatakan, dirinya lalu belajar membuat olahan dari tumbuhan lidah buaya. Dengan kegigihan yang dimiliki meski tak memiliki kemampuan bertani karena dirinya lulusan jurusan sistem informasi di salah satu universitas di Jakarta.

Namun, dengan pengetahuan yang diperoleh dari internet, Alan memberanikan diri membuat produk minuman dan makanan yang berbahan dasar lidah buaya selama dua tahun terakhir.

Saat ini, dia berhasil membuat produk olahan nata de aloevera dan kripik dari lidah buaya.
Alat melibatkan warga sekitar untuk memproduksi makanan dan minuman tersebut.

Alan mengatakan, saat ini pemasarannya hanya mencakup lokal saja. Ini karena produk tersebut belum bisa bertahan lama. 

Untuk itu, pada Maret mendatang, Alan akan didampingi LIPI untuk melakukan riset agar produk tersebut bisa bertahan lama.

"Memang untuk saat ini kita belum bisa mengirim ke luar daerah, karena memang produk minuman kita belum bisa bertahan lama, hanya tiga sampai empat hari. Hanya dikonsumsi lokal Gunungkidul. Setiap hari produksi 300 sampai 500 cup yang dijual seharga Rp 2.000. Maret kita didampingi dari LIPI, dibuat riset untuk bisa bertahan sampai tujuah bulan," ucapnya.

Alan mengatakan, produk kripik dibuat dari daging dan kulit lidah buaya. Pemasarannya mengandeng organisasi perangkat daerah (OPD) Dinas Pertanian dan Pangan dan Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Perdagangan Gunungkidul.

"Kita diajak untuk pameran-pameran. Ke depan akan dikembangkan permen jeli, Wingko dan Teh Celup., sampai lendirnya untuk dibuat sabun. Promosi kita masih sebatas media sosial Instagram dan Facebook," ujar Alan.

Alan kemudian memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya pada 2017. Setelah itu, bersama Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Jeruk Legi yang berjumlah 100 orang, Alan berupaya mengembangkan lidah buaya.

"Seluruh produksi dipusatkan disini, bahan bakunya berasal dari masyarakat sekitar," katanya.

Alan mengatakan, saat ini ada kendala penanaman lidah buaya di Gunungkidul yakni minimnya air untuk penyiraman. Bahkan kemarau panjang beberapa waktu lalu menyebabkan sebagian diantaranya harus gagal panen.

"Sudah ada lembaga yang membuat sumur bor untuk menyiram lidah buaya," katanya.

Dengan pendampingan yang dilakukan oleh lembaga dan pemerintah dia yakin penghasilan yang diperoleh bersama masyarakat akan meningkat. Saat ini hasil kotor yang diperoleh mencapai Rp 18 juta perbulannya .

Kepala Desa Katongan, Jumawan menambahkan, pihaknya mengapresiasi apa yang dilakukan masyarakat Jeruk Legi. Ke depan, pihaknya akan mengembangkan tanaman lidah buaya di seluruh desa.

"Tahun ini belum bisa dianggarkan, tahun depan mungkin akan bisa memberikan bantuan dari desa seperti pupuk dan tanaman,"katanya.

https://regional.kompas.com/read/2019/02/15/17170831/berhenti-jadi-pegawai-kantoran-alan-memilih-membangun-desanya-dengan-lidah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke