Salin Artikel

Dedi Mulyadi: Apa yang Dikatakan Rudiantara Sudah Biasa

“Itu kan soal komunikasi publik yang biasa dilakukan di manapun. Misalnya begini, kalau para kepala daerah nyalon, itu kan biasa begitu sama stafnya. Kan itu biasa-biasa saja,” kata Dedi saat ditemui di Saung Angklung Udjo, Padasuka, Kota Bandung, Jumat (1/2/2019).

Dedi menjelaskan, hal tersebut tidak masuk dalam kategori black campaign.

“Tapi arena hari ini ada media sosial, itu dimanfaatkan menjadi negative campaign. Jadi jangan juga dilayanin. Petahana gaya begitu dimana-mana. Enggak ada problem. Para bupati juga suka gitu sama stafnya,” ungkap Dedi.

Dedi berharap para pejabat dan tokoh nasional yang saat ini berada di barisan pemenangan Calon Presiden dan Wakil Presiden RI nomor urut 01 Joko Widodo - Ma’ruf Amin agar berhati-hati dalam mengeluarkan statement.

Sebab, lanjutnya, setiap gerakan dan pernyataan yang multitafsir akan sangat mudah disebarkan lewat media sosial.

“Makanya proses berkomunikasi tidak boleh salah, apalagi jaman sekarang, ada yang ngerekam, ada yang memviralkan. Untuk itu, pada siapapun untuk tidak membuat sesuatu yang melahirkan multitafsir dan sentimen negatif yang akan berimplikasi pada pak Jokowi,” katanya.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI, Rudiantara mengeluarkan pernyataan yang menuai polemik karena dianggap berpotensi melanggar netralitas aparatur sipil negara dalam Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019.

Polemik ini bermula saat Kemenkominfo menggelar acara internal yang membahas desain sosialisasi Pemilu 2019 di Hall Basket Senayan, Jakarta, Kamis (31/1/2019).

Dalam acara internal tersebut, Rudiantara meminta masukan kepada semua pegawai tentang dua buah desain yang diusulkan untuk Gedung Kemenkominfo dengan gaya pengambilan suara atau voting.

Namun, ketika ingin memberikan kesempatan kepada anak buahnya untuk memilih, Rudiantara memberi opsi untuk memilih Nomor 1 atau Nomor 2. Keriuhan pun terjadi, sebab pegawai Kemenkominfo sepertinya mengasosiasikan ini seperti pilihan dalam Pilpres 2019.

Menanggapi keriuhan itu, Rudiantara kemudian meminta agar pemilihan ini tidak dikaitkan dengan politik. Meski begitu, dia tetap memberikan opsi pilihan itu Nomor 1 atau Nomor 2.

Rudiantara kemudian meminta maju perwakilan pegawainya yang memilih desain Nomor 1 dan Nomor 2.

Saat pegawai yang memilih desain Nomor 1 mengungkapkan alasannya, tidak ada keriuhan.

Nah, polemik dimulai saat pegawai yang memilih Nomor 2 memberi penjelasan. Ini disebabkan pegawai yang memilih Nomor 2 memberikan alasan bukan terkait desain.

Ada kemungkinan Si Ibu yang ditunjuk itu salah menangkap saat Rudiantara menanyakan alasan memilih Nomor 2, bukan terkait desain tapi nomor urut dalam Pilpres 2019.

"Mungkin terkait keyakinan saja, Pak. Keyakinan atas visi-misi yang disampaikan Nomor 2, yakin saja," ucap pegawai itu.

Sontak, Rudiantara tercengang mendengar jawaban tersebut. Tak lama setelah itu, Rudiantara menyatakan pertanyaan sindiran kepada pegawai yang memilih Nomor 2 tersebut.

"Bu, Bu, yang bayar gaji Ibu siapa sekarang?," ujar Rudiantara dalam acara itu.

Pernyataan ini menuai polemik karena Rudiantara dianggap dapat memengaruhi netralitas ASN dalam Pilpres 2019. Selain itu, pernyataan ini dipermasalahkan karena gaji ASN tak semestinya dikaitkan dengan pilihan politik.

https://regional.kompas.com/read/2019/02/02/10352051/dedi-mulyadi-apa-yang-dikatakan-rudiantara-sudah-biasa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke