Salin Artikel

Kisah Bejo, Petani Asal Karanganyar Kembangkan Bawang Putih "Tawangmangu Super"

Pengembangan ini hasil perjuangan dirinya selama puluhan tahun.

Dia menceritakan, sekitar tahun 1975, ada sesepuh dukuh setempat yang biasa dipanggil Mbah Wiryo Sumarso.

Mbah Wiryo saat itu sedang belanja sarana produksi pertanian milik salah seorang warga.

Di tempat itu, Mbah Wiryo melihat ada tujuh bungkul (ubi) bawang putih RRT. Kemudian, Mbah Wiryo meminta agar bawang putih itu diuji coba di lahan miliknya.

"Mbah Wiryo merupakan petani bawang putih lokal Jawa. Selama bertahun menanam bawang putih hasilnya tidak besar-besar bijinya. Ketika membeli sarana produksi pertanian melihat ada biji bawang putih yang ukurannya besar. Sama Mbah Wiryo diminta," ujar Bejo yang juga Ketua Kelompok Tani Maju Kelurahan Kalisoro, di Karanganyar, Jawa Tengah, Sabtu (15/12/2018).

Selama bertahun-tahun diuji coba, hasilnya cukup memuaskan. Bahkan, kata Bejo, Mbah Wiryo berpesan sebelum anak dan cucunya berhasil mengembangkan bawang putih tersebut, ia tidak akan menjualnya di pasaran.

"Ada filosofi Jawa sebelum anak dan cucu saya bisa menanam (bawang putih) tidak akan dijual ke pasar," kata Bejo, menirukan Mbah Wiryo.

Setelah 10 tahun atau sekitar 1980-an, ada pemerhati bawang putih dari Organization for Industrial and Cultural Advancement (OISCA) ingin melakukan penelitian terhadap komoditas bawang putih tersebut.

"Setelah diteliti bertahun-tahun dari OISCA, komoditas Bawang Putih RRT yang dikembangkan di lahan milik Cendana tersebut diberi nama Tawangmangu Baru pada 1 November 1989 era Menteri Pertanian Ir Wardoyo," kata dia.

Hingga saat ini, komoditas bawang putih Tawangmangu Baru terus dikembangkan para petani Kelurahan Kalisoro, Karanganyar.

"Pola pikir petani mulai menurun karena ada isu impor bawang putih masuk ke Indonesia. Harapan petani pun pudar untuk mengembangkan komoditas bawang putih itu. Sehingga sejak tahun 1990 hingga tahun 2000 komoditas Bawang Putih Tawangmangu Baru berkurang karena ada persaingan bebas dengan bawang impor," ujar dia.

Di tengah kelesuan petani mengembangkan komoditas bawang putih Tawangmangu Baru, jelas Bejo, pihaknya mendapat pendampingan dari Bank Indonesia cabang Solo.

Akhirnya, petani kembali mengembangkan komoditas bawang putih Tawangmangu Baru hingga sekarang.

"Semenjak dirangkul klaster BI dan kerja sama dengan IPB komoditas Bawang Putih Tawangmangu Baru dikembangkan menjadi lebih baik lagi menjadi Bawang Putih Tawangmangu Super," ujar dia.

Bejo memnyebutkan, 600 kilogram bawang putih Tawangmangu Baru/hektar yang ditanam mampu menghasilkan panen sebanyak 18 ton cabut basah.

Sementara, 600 kilogram bawang putih Tawangmangu Super/hektar lahan menghasilkan panen hingga 20 ton.

"Sampai sekarang petani bawang di sini terus mengembangkan komoditas bawang putih Tawangmangu Super untuk meningkatkan produktivitas hasil panen dan swasembada bawang putih," kata Bejo.

Sementara itu, Kepala Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Taufik Amrozy mengatakan, komoditas bawang putih Tawangmangu Super tersebut masih eksperimen.

Butuh waktu lama untuk mengahasilkan produktivitas komoditas tersebut.

"Sekarang baru tahun kedua kami memberikan pendampingan kepada petani bawang putih di sini. Dulu 10 kilogram bibit ditanam menghasilkan 66 kilogram bibit bawang putih. Kemudian, kami tanam lagi 6 kilogram bibit kualitas bagus (Bawang Putih Tawangmangu Super) menghasilkan 158 kilogram," jelas dia.

Pihaknya berharap ke depan petani bawang putih di Dukuh Pancot menjadi sentra bibit bawang putih nasional. Dengan demikian, bibit bawang putih di dukuh Pancot dapat dikembangkan ke berbagai daerah di Indonesia. 

https://regional.kompas.com/read/2018/12/16/08562211/kisah-bejo-petani-asal-karanganyar-kembangkan-bawang-putih-tawangmangu-super

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke