Salin Artikel

Di Balik Sepasang Gading Stegodon di Majalengka, Panjang 3 Meter hingga Kendala Dana

KOMPAS.com -  Tim ahli menemukan sepasang gading stegodon berumur plestosen awal atau sekitar 1,5 juta tahun. Penemuan tersebut dikomandoi oleh Tim Laboratorium Paleontologi Institut Teknologi Bandung (ITB) di Majalengka, Jawa Barat. 

Tim menjelaskan, penemuan gading tersebut tidak hanya stegodon namun besar kemungkinan keberadaan fosil vertebrata.

Ketua Lab Paleontologi ITB Prof Jahdi Zaim mengatakan, penemuan gading ini sebetulnya sudah lebih dari lima tahun lalu. Tim ahli berharap ada penelitian lanjutan, namun terkendala dana. 

Berikut ini fakta lengkap dari penemuan fosil di Majalengka:

Profesor Jahdi Zaim mengatakan, pihaknya belum bisa menyebutkan secara detail lokasi penemuan itu karena masih dalam penelitian.

Ada kemungkinan temuan fosil lainnya pun kemungkinan bisa terjadi, termasuk tengkorak stegodon tersebut. Para ahli pun menjaga agar lokasi tersebut dari tangan-tangan tak bertanggung jawab.

"Temuan ini sangat spektakuler untuk ITB, untuk Geologi, dan lab kami, dan ini merupakan temuan gading di tahun 2018 terbesar di Indonesia," ujarnya.

Penemuan ini berawal dari informasi penduduk setempat bahwa di salah satu bagian tepi sungai ditemukan fosil yang seperti gading. Setelah digali lebih dalam, didapatkanlah dua pasang fosil tersebut.

"Sampai akhirnya kita angkat meskipun tidak utuh dan perlu dilakukan rekonstruksi," kata Aswan, anggota tim peneliti.

Tim ahli menjelaskan, ukuran fosil gading yang ditemukan memiliki panjang lurus dari ujung ke ujung gading 3,30 meter, sedangkan panjang lengkung 3,60 meter.

Dr Mika R Puspaningrum, salah satu ahli stegodon, menjelaskan, fosil gading tersebut berasal dari stegodon dewasa dan mungkin sudah sangat tua.

Hal itu terlihat dari ujung gading yang audah aus atau berbentuk pipih. Jika dilihat dari ukuran gading, stegodon ini berjenis kelamin jantan dengan tinggi tubuh lebih dari 3 meter.

"Spesies ini kemungkinan trigonocephalus yang ada di Jawa, kemungkinan saat pulau Jawa ini baru menjadi daratan, dari makanan juga lebih banyak daun dan rumput-rumputan," kata ahli stegodon tersebut.

Mika memperkirakan, penyebab kematian stegodon ini karena terperosok, pasalnya stegodon ditemukan di sedimen yang berupa lempung.

Proses ekskavasi fosil membutuhkan ketekunan dan ketelitian. Fosil gading tersebut berada berada pada batuan pejal dan keras.

Di samping itu, cuaca pun menjadi salah satu kendala, sebab saat ekskavasi sering turun hujan. Banjir bandang pun sempat terjadi dan membuat para lokasi galian fosil terendam banjir.

Akibatnya, fosil menjadi rapuh, begitu juga batu lempung menjadi tambah liat sehingga menyulitkan ekskavasi pengambilan fosil. Sehingga, para ahli terpaksa menghentikan ekskavasi sambil menunggu air surut.

Setelah seharian ekskavasi, akhirnya fosil gading stegodon dapat diangkat, tetapi dalam keadaan lapuk dan rapuh sehingga hancur terfragmentasi.

Tim Paleontologi ITB, membawa fosil ke Museum Geologi Bandung untuk restorasi dan rekonstruksi.

"Adapun pengambilan sangat sulit karena pada saat itu cuaca sedang tidak bersahabat, hujan deras, di sini pun (fosil) banyak yang tidak bisa keangkat secara utuh," kata Nur Rochim, salah satu tim teknisi ekskavasi.

Tim ahli menemukan fosil gading stegodon di Majalengka ternyata sepasang. Artinya, ada kemungkinan masih ada fosil lain di bawah gading tersebut.

Menurut Dr. Yan Rizal sebagai dosen dan anggota tim, proses ekskavasi lanjutan perlu dilakukan, namun juga membutuhkan dana yang cukup besar. 

Temuan ini sangat penting untuk melihat fosil utuh stegodon dan untuk penelitian lanjutan.

Selama ekskavasi di lapangan, transportasi fosil ke Bandung dan rekonstruksi/restorasi dilakukan oleh para ahli dari Museum Geologi – Badan Geologi Bandung yang juga dapat terlaksana atas bantuan finansial dari LAPI ITB.

Kini fosil tersebut dipajang di lobi Prodi Teknik Geologi ITB.

Menurut Prof Jahdi Zaim, penemuan fosil gading itu bukan sebatas stegodon, tapi juga fosil vertebrata. Penelitiannya pun membutuhkan proses lama dan penuh kendala.

"Selain itu juga ada buaya, dan tumbuh-tumbuhan purba. Awalnya fosil itu terlihat hanya kecil yang terus terang sempat kecewa karena sudah jauh-jauh datang akan tetapi temuannya terlihat rusak dan kecil. Akan tetapi setelah tekun melakukan ekskavasi ternyata gading tersebut luar biasa," ungkapnya dikutip di laman ITB.

Pihaknya belum bisa menyebutkan secara detail lokasi penemuan itu karena masih dalam penelitian.

Bahkan kemungkinan temuan fosil lainnya pun kemungkinan bisa terjadi, termasuk tengkorak stegodon tersebut.

Sumber: KOMPAS.com (Agie Permadi)

https://regional.kompas.com/read/2018/12/12/13410951/di-balik-sepasang-gading-stegodon-di-majalengka-panjang-3-meter-hingga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke