Salin Artikel

KSDA Garut: Pelihara Satwa Dilindungi Bisa Kena Sanksi Pidana

Seorang pegawai Cabang Dinas Kehutanan Wilayah V Garut, datang ke kantornya di Jalan Terusan Pahlawan Kelurahan Sukagalih dengan membawa seekor elang Brontok fase gelap.

Elang tersebut diserahkan ke kantor KSDA karena satwa tersebut termasuk satwa dilindungi. Namun, sayangnya, pegawai kehutanan yang menyerahkannya belum bisa dimintai banyak keterangan karena saat itu harus pergi ke kantor.

"Kita juga belum tahu banyak asal-usul elangnya, karena yang menyerahkan buru-buru mau masuk kantor tempat dia bertugas, katanya sih ada warga yang menyerahkan kepadanya," jelas Purwantono, Minggu (7/12/201).

Meski demikian, menurut Purwantono pihaknya akan mencoba kembali menemui pegawai tersebut untuk mencari tahu asal usul satwa tersebut.

Ini menurutnya penting dalam upaya rehabilitasi yang akan dilakukan terhadap elang tersebut di Pusat Konservasi Elang Kamojang (PKEK).

"Hari itu juga satwanya kita antarkan ke PKEK untuk direhab agar bisa dilepasliarkan lagi," jelasnya.

Asal usul elang, menurut Purwantono penting agar proses rehabilitasi bisa dilakukan lebih mudah. Karena, hewan yang telah dipelihara di rumah biasanya mengalami perubahan perilaku, apalagi jika dalam waktu yang lama. Belum lagi, bicara soal kesehatan satwa dan orang yang memelihara satwanya.

"Sebenarnya ada risiko besar memelihara satwa di rumah, karena bisa jadi sarana penularan penyakit juga kan, ada virus yang bisa disebarkan dari satwa ke manusia (zoonosis)," katanya.

Sanksi Pidana

Menurut Purwantono, satwa liar memang lebih baik dikembalikan ke alamnya. Pemerintah pun telah menetapkan satwa-satwa yang dilindungi lewat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 dimana pemelihara satwa dilindungi juga bisa dikenai sanksi pidana.

Selain karena status satwa yang terancam punah, ada juga faktor soal risiko penyebaran penyakit dari satwa ke manusia jika dipelihara di rumah yang harus dipertimbangkan.

Karenanya, Purwantono mengimbau kepada masyarakat agar tidak memelihara satwa yang dilindungi di rumah dan menyerahkan kepada negara jika sudah tanggung memeliharanya.

"Upaya penegakan hukum biasanya kita lakukan secara persuasif dulu, kita ajak bicara mereka yang melihara satwa dilindungi agar mau menyerahkan," katanya.

Satwa-satwa dilindungi yang diserahkan warga, menurut Purwantono nantinya akan diserahkan pemerintah kepada lembaga-lembaga konservasi yang telah disyahkan pemerintah sesuai dengan undang-undang yang mengaturnya.

"Kalau untuk elang, kita serahkan ke Pusat Konservasi Elang Kamojang, disini bisa direhab agar bisa dilepasliarkan lagi ke alam liar," katanya.

Kebanyakan menurut Purwantono warga yang memelihara satwa yang dilindungi mengaku tidak tahu jika jenis satwa yang dipeliharanya dilindungi. Makanya, upaya yang dikedepankan adalah upaya persuasif.

Konservasi Elang

Zaini Rakhman, manajer operasional Pusat Konservasi Elang Kamojang mengungkapkan, tahun 2018 ini pihaknya menerima 41 ekor elang untuk di rehabilitasi.

Elang tersebut 12 ekor diantaranya didapat dari hasil operasi penertiban pemerintah, 28 ekor dari penyerahan warga lewat KSDA ataupun langsung diantarkan ke PKEK dan satu ekor dari penyelamatan di alam.

"2018 ini, kita sudah lepasliarkan elang sebanyak 11 ekor, dua ekor lagi sekarang sedang persiapan pelepasliaran di kawasan Sancang, ada dua elang bondol," katanya.

Zaini menyampaikan, hingga saat ini di PKEK sendiri ada 86 ekor elang yang tengah menjalani proses rehabilitasi.

Rencananya, Desember ini pihaknya juga akan menerima satwa tambahan dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) DKI Jakarta sebanyak tujuh ekor elang dan BBKSDA Jawa Timur sebanyak 16 ekor elang. 

https://regional.kompas.com/read/2018/12/10/07375161/ksda-garut-pelihara-satwa-dilindungi-bisa-kena-sanksi-pidana

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke