Salin Artikel

Risma Paparkan Perkembangan Kota Surabaya di Guangzhou International Award 2018

Menurut Risma, pada tahun 2003, Surabaya mengalami masalah besar terkait sampah.

Saat itu, Surabaya dikenal sebagai kota yang panas, kering, dan sering banjir ketika musim hujan. Hampir 50 persen dari total wilayah Surabaya banjir kala itu.

"Mengatasi masalah ini, kami mengajak partisipasi masyarakat yang kuat untuk bekerja bahu membahu dengan pemerintah kota melakukan pengelolaan limbah. Karena kami memiliki masalah besar untuk diselesaikan, tetapi dengan anggaran terbatas yang tersedia," kata Risma, dalam rilis resmi yang diterima Kompas.com, Jumat (7/12/2018).

Melihat kondisi tersebut, Risma kemudian berinisiatif menciptakan berbagai program dan kebijakan utanpa membebani anggaran lokal yang terbatas.

Cara yang dilakukannya dengan mengajak masyarakat bergerak bersama pemerintah mengatasi permasalahan sampah.

Saat itu, kata Risma, warga mulai diajarkan bagaimana mengelolah sampah secara mandiri, yang berkonsep 3R (Reuse, Reduce dan Recycle).

"Partisipasi publik yang kuat menjadi faktor utama keberhasilan Kota Surabaya dalam mengatasi permasalahan sampah," ujarnya. 

Risma menjelaskan, metode pengomposan sederhana dengan biaya rendah juga diperkenalkan ke masyarakat dengan menggunakan keranjang Takakura di setiap rumah.

Bahkan, warga mulai diajak mendirikan bank sampah, di mana orang dapat menjual sampah anorganik mereka secara teratur dan menarik uang ketika membutuhkannya.

Menurut Risma, banyak bahan dari sampah yang dapat digunakan kembali sebagai dekorasi kampung, pot bunga, pohon natal, dan sebagainya.

Tak hanya itu, warga juga mendaur ulang sampah anorganik menjadi produk yang bernilai ekonomis untuk dijual dan mendapatkan penghasilan tambahan.

Di sisi lain, Surabaya juga bekerja sama dengan mitra internasional dalam metode pengelolaan limbah, termasuk Kota Kitakyushu untuk pengomposan dan pemilahan sampah.

Surabaya juga bekerja sama dengan Swiss untuk penggunaan lalat hitam yang bertujuan mengurangi sampah organik.

"Metode lalat hitam dilaksanakan di tingkat rumah tangga. Sementara pengomposan, dilaksanakan di tingkat kelurahan dan kota," kata Risma. 

Bangun waduk dan tanam pohon

Risma menuturkan, untuk mengatasi masalah lingkungan, Pemkot Surabaya juga membangun waduk-waduk sebagai resapan air selama musim hujan dan cadangan air selama musim kemarau.

Menurut dia, sebanyak 58 waduk telah diciptakan dan 28 ribu hektar hutan bakau sedang dikonservasi di wilayah pesisir timur.

"Pembangunan waduk dan konservasi hutan bakau ini sangat penting untuk melindungi kota dari banjir," ujar Risma. 

Selain itu, lanjut dia, Pemkot Surabaya juga menanam ribuan pohon untuk membuat hutan kota dan 420 taman kota yang tersebar di seluruh wilayah Surabaya.

Pembangunan tidak hanya di pusat kota, tetapi juga di daerah padat penduduk.

Sebagai hasilnya, warga, lanjut dia, dapat menikmati peningkatan indeks kualitas udara dan air, mengurangi volume limbah rumah tangga, mengurangi area banjir dari hampir 50 persen menjadi hanya 2 hingga 3 persen, penurunan tingkat penyakit dan penurunan suhu rata-rata 2 derajat celcius.

"Semua program ini sangat terkait dengan tujuan SDGs 3, 6, 7, dan yang paling penting SDG 11, yaitu membuat kota dan pemukiman manusia inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan," kata Risma. 

Kota Surabaya terpilih sebagai kota terpopuler secara online di ajang Guangzhou International Award 2018.

Kemenangan Kota Pahlawan di kategori City of Your Choice itu dipastikan setelah voting online ditutup Jumat (7/12/2018) sore.

Hasil akhir penghitungan voting secara online, Surabaya menempati ranking 1 dengan 1.504.535 suara. Sementara itu, untuk ranking 2 diraih Kota Yiwu, China dengan perolehan 1.487.512 suara. Tempat ketiga diraih Kota Santa Fe, Argentina yang mengumpulkan 863.151 suara.

https://regional.kompas.com/read/2018/12/08/10020601/risma-paparkan-perkembangan-kota-surabaya-di-guangzhou-international-award

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke