Salin Artikel

Jatuh Bangun Bimo Atiflugeni Membangun Brand Ame Raincoat (2)

Bagi entrepreneur muda seperti Bimo, salah satu produknya dipakai orang nomor satu di Indonesia jadi sebuah kebanggaan.

"Iya teman-teman masih seneng. Mungkin kebetulan juga iya, buah kerja keras juga mungkin iya. Karena saya percaya kalau kita berbuat baik ya hasilnya baik. Ya rezeki lah, itu berkah dari Allah," ucap Bimo saat dihubungi Kompas.com, Rabu (31/10/2018).

Namun, di balik itu semua, Bimo dan rekan-rekan mesti melewati perjalanan yang berliku dalam menjaga eksistensi produknya.

Bimo berkisah, Ame Raincoat lahir dari tugas kuliah Desain Bisnis di Institut Teknologi Bandung (ITB) sekitar empat tahun lalu. Ia bersama empat kawannya mesti patungan masing-masing Rp. 200 ribu untuk membeli bahan dan mencari penjahit handal.

"Bahannya juga gak bisa asal jahit, harus yang ahli juga," kata pemuda berusia 25 tahun itu.

Sedari awal, Bimo memang fokus untuk mengembangkan sebuah busana yang tahan air atau bisa disebut jas hujan berdesain trendi. Sebab itu, ia pun mesti melewati waktu lama untuk melakukan riset.

"Ternyata bahan yang pertama kurang bagus, bahannya kaku dan cepat rusak. Nahan air tapi gak tahan lama. Saya coba riset lagi, kita pindah vendor beberapa kali," tuturnya.

Ia pun memanfaatkan laboratorium desain di kampusnya untuk menguji bahan kain yang akan ia pakai sebelum akhirnya memutuskan untuk menggunakan kain waterproof polyester lengkap dengan lining cotton oxford.

Setelah prototipe rampung, Bimo mencoba memasarkan produknya secara pre-order. Cara tersebut jadi jalan aman untuk mengawali bisnis dengan modal pas-pasan.

"Kalau stok gak ada duitnya kan harus pre-order mulai dijual ke teman. Memasarkan pakai Instagram. Pertama kali muncul, sekitar selusin kejual. Duputar lagi tuh duitnya," ucap pemuda asal Malang itu.

Bimo juga sempat mengalami pengalaman pahit saat beberapa jaketnya dibawa kabur vendor.

"Memang ada dibawa kabur vendor tapi gak banyak. Pas masuk toko kita coba kirim sampel, enggak ada feedback, barang enggak balik. Tapi ya kita tetap fokus saja," ujarnya.

Arahan Dosen

Bimo berkata, perkembangan positif Ame Raincoat tak lepas dari arahan Pak Susanto, dosen mata kuliah Bisnis Desain. Susanto, kata Bimo, mengajarkan bahwa bisnis tak hanya punya sudut pandang estetis, namun mesti paham tentang pasar.

"Beliau salah satu yang mengenalkan kita ke dunia bisnis. Dia ngajarin soal bisnis itu bukan hanya desain tapi juga mengenal pasar. Desain itu jangan hanya melihat estetika, tapi melihat kebutuhan pasar," kenang Bimo.

Namun, Susanto tak bisa melihat kesuksesan Bimo dan rekannya saat ini. Susanto meninggal saat Bimo menjelang lulus.

"Pak Susanto meninggal pas tingkat akhir ilmu beliau sangat bermanfaat. Kita kan banyak konsultasi sama beliau dia yang arahin kita juga," ucapnya.

Perkembangan Ame Raincoat baru dirasakan tahun lalu setelah Bimo memutuskan untuk berhenti dari salah satu perusahaan desain dan fokus mengurus Ame Raincoat.

"2017 mulai fokus, full time ngurus Ame. Kerasa pertumbuhannya tapi sangat merasakan tahapannya. Kita ditawari masuk toko. Kita sekarang juga sedang kembangkan membuat bawahan atau celana dengan tipe yang sama," ujarnya.

Setelah jaketnya dipakai Presiden Jokowi, Bimo mulai merasakan dampak positifnya. Pesanan pun mulai meningkat. Ia pun kembali membuka pesanan untuk jaket Terracotta yang digunakan Jokowi.

"Jadi lumayan sibuk. Banyak yang diurusin. Pre-order sudah dibuka lewat blibli.com kerja sama khusus seri Terracotta," kata dia. 

https://regional.kompas.com/read/2018/11/01/07000081/jatuh-bangun-bimo-atiflugeni-membangun-brand-ame-raincoat-2

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke