Salin Artikel

"Bangkai" Jembatan Kuning Diincar Warga dan 5.000 Huntara Disiapkan, Ini 5 Fakta Baru Gempa Sulteng

KOMPAS.com - Pemerintah menegaskan tidak akan mendirikan bangunan apa pun di atas lokasi bencana yang melanda Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu.

Lokasi tersebut adalah lokasi yang masuk dalam zona rawan likuefaksi dan jalur Palu Koro.

Lalu, kisah tentang keluarga Raisa, bayi 19 bulan yang terpaksa kehilangan kaki kanannya saat gempa melanda Palu.

Berikut fakta baru terkait peristiwa gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah.

Pemerintah dipastikan tidak akan membangun perumahan di zona rawan likuefaksi dan jalur patahan Palu Koro.

Menko Polhukan, Wiranto, mengatakan, pemerintah telah belajar dari bencana gempa di Palu serta melihat begitu berbahayanya dampak likuefaksi terhadap bangunan.

"Jangan sampai masuk ke Palu Koro lagi atau tempat-tempat yang sangat labil. Ini membutuhkan satu persyaratan dan perencanaan yang lebih matang yang melibatkan lembaga terkait," kata dia usai rapat koordinasi khusus di Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (15/10/2018).

Untuk saat ini, kata Wiranto, pemerintah fokus pada pembangunan hunian sementara di wilayah terdampak bencana.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, hunian sementara (huntara) yang akan dibangun untuk korban terdampak gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah jumlahnya bisa lebih dari 5000 unit.

Jumlah tersebut diperkirakan melebihi jumlah hunian tetap (huntap) yang akan didirikan.

Sebab, huntara dibangun untuk seluruh warga yang rumahnya rusak akibat gempa maupun tsunami. Sedangkan huntap diperuntukan bagi warga yang rumahnya direlokasi.

"Jumlah huntara belum pasti, sampai sekarang masih didata. Tapi huntara pasti lebih banyak. Sebab, huntara dibutuhkan untuk warga yang direlokasi, dan yang rumahnya rusak tapi tidak direlokasi," kata Sutopo di kantor BNPB, Utan Kayu, Jakarta Timur, Kamis (11/10/2018).

Menurut Wiranto, hunian sementara ini akan dibangun dengan material yang lebih layak. Setiap hunian sementara bisa menampung hingga 12 kepala keluarga.

"Dimana nanti dilengkapi MCK (fasilitas mandi, cuci, kakus) dengan dapur dan fasilitas rumah tangga lainnya. Ini dihitung sementara ada sekitar 1.200 lokasi," kata Wiranto.

Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, saat ini rencana pembangunan perumahan masih dalam tahapan penyusunan rencana induk.

Saat ini, tim ahli yang didatangkan dari Jepang sedang melakukan penelitian geologi demi menghindari zona rawan dan menemukan zona terbaik dalam pembangunan perumahan.

"Ini tidak bisa dibangun di tempat yang awal, yang lama. Tinggal nunggu tim Jepang yang di lapangan untuk penyelidikan geologinya. Timnya ada sudah di sana kemarin," kata Basuki.

Irvan Yusuf, salah satu relawan darii SAR Muhammadiyah, menceritakan, bagaimana dirinya bertemu dengan Raisa dan keluarganya.

"Ketika kami operasi SAR di Palu, kami mendapatkan informasi mengenai adanya warga Yogyakarta yang menjadi korban. Kami mencoba melacak ternyata ketemu di Rumah Sakit (Yayasan) Al Khairaat, (Rumah Sakit) Al Jufri, Palu. Kemudian kami menemukan Dik Raisa ini," kata Irvan.

Menurut cerita Irvan, saat gempa terjadi Raisa tengah bersama sang ayah Suryanto, sementara Wahida, ibunya sedang keluar rumah.

Raisa dan ayahnya tertimbun bangunan dan baru bisa dievakuasi oleh tim SAR pada Sabtu (29/10/2018) sekitar pukul 10.00 WIB.

"Bapaknya tertimpa beton rumah, Bapaknya kelihatannya mau menyelamatkan Raisa ini. Raisa kakinya terjepit beton, sehingga menimbulkan luka cukup parah. (lokasi ditemukan) Enggak jauh dari bapaknya," ujar Irvan.

"Terpisah dengan ibunya, bisa ketemu ibunya pada hari Senin (1/10/2018). Dan baru dioperasi (amputasi) seminggu yang lalu, mungkin karena ada pertimbangan keluarga," lanjut dia.

Berdasarkan permintaan keluarga, keduanya dibawa pulang ke Gunungkidul, DIY.

Rangka dan besi sisa puing Jembatan Ponulele atau biasa disebut masyarakat Palu sebagai Jembatan Kuning diambil oleh sejumlah orang.

Jembatan ini ambruk saat gempa dan tsunami terjadi di Palu pada Jumat (28/10/2018) lalu.

Menurut keterangan salah satu warga Kota Palu, Ahmad, sejumlah besi pembatas yang berwarna kuning dicabut paksa oleh sejumlah orang.

“Saya tidak tahu dari mana mereka, saya lihat mereka juga memasuki sebuah bangunan yang sudah ditinggalkan di sisi jembatan,” kata Ahmad, Minggu (14/10/2018).

Mereka yang mengambil besi-besi bagian dari jembatan ini sudah mempersiapkan peralatan seperti linggis, parang, gergaji besi, dan palu besar.

Kabel-kabel yang ditanam di sisi jembatan juga dibongkar dan diambil dengan cara membongkar cor yang menutupnya lalu mereka masukkan ke karung.

Minimnya aparat keamanan di lokasi tersebut membuat warga leluasa mengambil bagian-bagian jembatan.

Sumber: KOMPAS.com (Markus Yuwono, Dylan Aprialdo Rachman, Fitria Chusna Farisa)

https://regional.kompas.com/read/2018/10/15/17135021/bangkai-jembatan-kuning-diincar-warga-dan-5000-huntara-disiapkan-ini-5-fakta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke