Salin Artikel

Pengungsi di Puncak Gunung di Donggala Andalkan Belas Kasihan Warga

DONGGALA,KOMPAS.com– Untuk bertahan hidup di tengah minimnya pasokan makanan, para pengungsi dan anak-anak mereka di desa Limboro, Kecamatan Banawa Tengah, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, berharap dari belas kasihan para pengendara atau warga yang menaruh simpati dengan dengan kondisi kehidupan mereka.

Para pengungsi yang masih trauma memilih bertahan di dataran tinggi menyusul masih sering terjadi getaran gempa kecil pascagempa dan tsunami, Jumat petang lalu.

Ratusan warga Desa Limboro, Kecamatan Banawa Tengah, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah ini masih tetap bertahan di tempat pengungsian di puncak pegunungan Donggala, Kamis (4/102018).

Mereka mengungsi dari rumah pascagempa dan tsunami yang memporak-porandakan Donggala dan Palu, Jumat petang lalu.

Nurlela, salah satu pengungsi yang kehilangan rumah, harta benda, dan sejumlah angggota keluarganya, mengaku kehilangan ibu yang dicintainya. Nurlela, anak, dan suaminya berhasil menyelamatkan diri.

Di Desa Tosale Kecamatan Banawa Selatan, Donggala terdapat 560 kepala keluarga. Umumnya, mereka mengungsi di pebukitan atau dataran tinggi di 9 titik lokasi pengungsian. Sedangkan di Kecamatan Baan Tengah terdapat sekitar 510 kepala kelurga yang tinggal di tenda pengungsian.

Ratusan pengungsi yang hidup memperihatinkan di lokasi ini tampak masih trauma dan enggan kembali ke desanya. Sebab, hampir setiap hari terjadi gempa-gempa kecil yang dirasakan warga.

Para pengungsi tidur di bawah tenda beralas terpal. Mereka mengaku hingga saat ini tak sedikit pun bantuan menyentuh mereka. Padahal, mereka sangat membutuhkan bantuan beras, air bersih dan selimut.

Untuk bisa bertahan hidup di tengah minimnya pasokan makanan, terutama beras, Nurlela mengaku terpaksa berharap dari belas kasihan para pengendara yang lalu lalang di sekitar tenda pengungsian. Kadang, ia meminta makanan dari warga yang tinggal dekat lokasi pengungsian. 

"Kami belum bisa pulang, takut dan tidak tahu kemana, rumah saya hancur,orang tua saya meninggal dunia dalam musibah bencana kemarin,”jelas Nurlela.

Pengungsi lainnya, Kalsum, yang terpasa melahirkan d tenda darurat Rabu kemarin mengaku bingung tidak tahu harus pulang ke mana karena rumahnya hancur diterjang gempa dan tsunami.

"Tidak tahu jelas kapan kami tinggalkan tenda pengungsian.Ini juga lagi bingung karena rumah hancur diterjang tsunami,” tutur Kalsum.


https://regional.kompas.com/read/2018/10/04/18132771/pengungsi-di-puncak-gunung-di-donggala-andalkan-belas-kasihan-warga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke