Salin Artikel

Cerita Menristek Paksa Profesor Menulis di Jurnal Ilmiah Internasional

Meski awalnya diprotes, publikasi karya ilmiah dari ilmuan Indonesia meningkat pesat. Nasir pun yakin budaya baru dengan pemaksaan akan membawa iklim akademik semakin kompetitif.

"Mereka memang saya paksa untuk berubah dan agar jadi budaya," kata Nasir di Semarang, Rabu (19/9/2018).

Kebijakan menulis karya ilmiah di jurnal bereputasi tidak hanya berlaku untuk para guru besar. Sejumlah dosen dengan pangkat lektor kepala juga mendapat kewajiban serupa. Kebijakan itu terasa efektif karena disertai ancaman pencabutan tunjangan bagi yang tidak menulis.

Hasilnya, karya ilmiah dari para guru besar, lektor kepala meningkat pesat.

"Desember 2017, saya diundang ke Iran. Saya ditunjukkan publikasi di dunia, dan publikasi Indonesia itu perkembangannya luar biasa. Meski di-bully, tapi perkembangan luar biasa," ujar Nasir.

Guru Besar Universitas Diponegoro itu menceritakan, sesaat setelah mengeluarkan kebijakan itu, dirinya banyak menerima komplain dari guru besar. Salah satunya ketika di suatu forum di Jawa Barat.

Mereka protes karena kewajiban menulis tidak ada masa transisi. Menurut guru besar yang komplain, kebijakan menulis harus disertai dengan persiapan agar maksimal.

Namun Nasir mengaku kukuh atas kebijakannya. Sambil bercanda, ia menyemprit guru besar itu.

"Ada guru besar di Jabar protes bilang jangan tergesa. Mereka minta dibina dulu. Sembil bercanda waktu itu, saya minta langsung tunjangannya dicabut kalau tidak menulis," ceritanya.

"Dengan ini dampaknya luar biasa. Sekarang, guru besar dan lektor itu ribut mau nulis apa. Jadi atmosfer di perguruan tinggi sudah berubah," tandasnya.

https://regional.kompas.com/read/2018/09/19/22202811/cerita-menristek-paksa-profesor-menulis-di-jurnal-ilmiah-internasional

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke