Salin Artikel

Kisah Nelayan di Bantul yang Jadi Tersangka setelah Tangkap Kepiting

YOGYAKARTA, KOMPAS.com- Tri Mulyadi (32), nelayan di Pantai Samas, Dusun Samas, Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Yogyakarta tak pernah menyangka niatnya mencari sesuap nasi justru membuatnya terancam masuk jeruji.

Pada Sabtu (11/8/2018) lalu, Tri menangkap beberapa ekor kepiting menggunakan alat tangkap blintur, di sekitar muara kali Opak. Selama seminggu, ia berhasil mengumpulkan 2,7 kilogram kepiting yang ia jual kembali kepada pengepul.

Tangkapan itu disyukurinya. Tri merasa beruntung karena selama lima bulan terakhir dia tak berhasil mendapatkan apa-apa karena gelombang tinggi.

Uang sebesar Rp 162.000 yang diperolehnya dari menjual kepiting digunakan untuk membeli beras, lauk pauk, dan membayar utang.

Keberuntungan yang diraihnya hanya sekejap. Dunia Tri seakan runtuh saat dua minggu kemudian, pada Selasa (21/8/2018), Polair memanggil dirinya. Tri menjadi saksi bagi pengepul yang kedapatan menjual kepiting kecil-kecil dalam jumlah enam kilogram.

“Dua hari kemudian, saya kembali dipanggil Polair. Saya juga membawa blintur  yang saya beli seharga Rp 23.000 untuk menangkap ikan. Saya pun dinyatakan sebagai tersangka,” ujar Tri.

Dia dianggap melanggar Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2015 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Ranjungan.

Dalam aturan itu disebutkan, kepiting yang boleh ditangkap hanya dengan berat di atas 200 gram per ekor dengan lebar cangkang di atas 15 sentimeter.

Tri pun diwajibkan lapor setiap Senin dan Kamis. Sementara itu, waktu sidang masih menunggu jadwal.

Ayah dua anak itu mengaku tidak tahu bahwa menangkap kepiting berukuran di bawah 200 gram dilarang. Ia pun tak pernah mendapat sosialisasi dari dinas terkait.

"Setelah ada kasus ini, baru kemarin ada pegawai dari dinas DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan). Saya pencari bukan pencuri," ucapnya

Meski tak tahu berapa bobot kepiting yang ditangkap per ekor, Tri mengaku kepiting yang ia tangkap berukuran besar.

Tri berharap agar kasusnya bisa segera selesai dan tidak sampai ranah hukum. Terlebih, semenjak kasus ini ia pun tidak bisa mencari nafkah untuk istri dan kedua anaknya.

Kepala Desa Srigading, Wahyu Widodo mengaku prihatin dengan kondisi warganya yang harus menjadi pesakitan karena ketidaktahuannya tentang hukum. Apalagi, Tri nelayan kecil yang setiap harinya belum tentu mendapatkan hasil demi keluarganya.

Pemerintah desa, lanjut dia, siap melakukan pendampingan terhadap kasus ini.

"Manakala kasus berlanjut ada beberapa pengacara yang menawarkan pendampingan. Dalam undang-undang desa APBDes diperbolehkan dialokasikan untuk jasa hukum,"ucapnya

Wahyu mengakui, sosialisasi mengenai kepiting baru dilakukan pascapenetapan tersangka Tri. Tindakan itu kurang bijak lantaran seharusnya proses hukum ditegakkan ketika sudah mengedepankan edukasi. Terlebih, Tri menangkap kepiting untuk menyambung hidup.

bersambung ke halaman dua: Utusan Menteri Susi Pudjiastuti...

Staf Khusus Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing) atau Satgas 115, Yunus Husein, mengatakan, pihaknya mendapati di wilayah tersebut belum dilakukan sosialisasi. Seharusnya ada pembinaan terhadap nelayan bila ditemukan melakukan kesalahan.

Faktor kepastian hukum dan keadilan, kata Yunus, harus seimbang. Itu sebabnya, Yunus dan tim satgas 115 datang ke kediaman Tri untuk mencari data dan fakta terkait dengan pejualan kepiting.

"Memang idealnya pertama sosialisasi tahu dulu. Kemudian, pembinaan pendekatan hukum. Pembinaan kalau tidak mempan, baru senjata pamungkas yang berjalan. Itu mungkin mana yang lebih pas, idealnya jangan langsung, termasuk kondisi masyarakat yang susah seperti ini," tutur Yunus.

Setelah mendapat data dari nelayan yang bersangkutan, ia pun berencana untuk bertemu dengan Polda DIY untuk menentukan langkah selanjutnya.

Sesuai prosedur hukum

Kabid Humas Polda DIY AKBP Yuliyanto mengatakan, penetapan tersangka sudah sesuai dengan prosedur. Sebab, tersangka menangkap kepiting di bawah 200 gram.

Menurut dia masalah sosialisasi peraturan menteri tidak bisa dijadikan alasan seseorang diproses atau tidak.

"Aturan di lembaga negara setiap warga negara setelah 30 hari semenjak diundangkan negara maka semuanya dianggap wajib tahu. Sepengetahuan saya, prosesnya sudah benar," ungkap Yuliyanto.

Terkait klaim menangkap kepiting di atas ketentuan, Yulianto mengatakan, itu merupakan materi penyelidikan.

"Tersangka satu, TM saja. Sekarang yang ditentukan oleh penyidik baru itu saja," tambah Yuliyanto.

Dia mengatakan, polisi masih mengembangkan kasus ini.

"Apakah berkembang ke pelaku yang lain nanti lihat perkembangannya," katanya. 

https://regional.kompas.com/read/2018/09/04/11341921/kisah-nelayan-di-bantul-yang-jadi-tersangka-setelah-tangkap-kepiting

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke