Salin Artikel

Per Agustus, Kemendagri Terima 318 Proposal Pembentukan Daerah Otonomi Baru

Sekretaris Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik mengatakan, pihaknya masih menunggu evaluasi terkait kebijakan moratorium.

Akmal menyebut, evaluasi kebijakan moratorium akan menjadi acuan layak atau tidaknya wilayah provinsi, kota, atau kabupaten untuk dimekarkan. Dengan kata lain, tidak semua daerah yang mengusulkan otonomi baru akan disetujui.

"Ini parameternya jelas. Lebih kepada kapasitas sumber daya alam, sumber daya manusianya, kesiapan infrastruktur dan tingkat ekonomi masyarakatnya. Tidak ujug-ujug jadi daerah otonom, tapi harus ada persiapan," ucap Akmal, di Bogor, Jumat (31/8/2018).

Akmal menambahkan, apabila moratorium itu dicabut, usulan daerah otonomi baru pun akan mengacu pada peraturan baru yang dalam waktu dekat ini bakal rampung.

"Evaluasinya menunggu PP (Peraturan Pemerintah) tentang desain besar penataan daerah. Sekarang sudah capai 85 persen," kata dia.

Di sisi lain, sambung Akmal, Kemendagri telah merampungkan peraturan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Regulasi lainnya yang telah rampung, kata Akmal, yakni Perpres Nomor 91 Tahun 2015 tentang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, Perpres Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pejabat Sekda serta Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.

Adapun regulasi yang belum rampung dan masih dalam proses sebanyak 18 peraturan pemerintah.

"Total regulasi terkait UU nomor 23 Tahun 2014 ada 19 peraturan, termasuk di antaranya dua peraturan pemerintah, dua Perpres, serta satu Permendagri," sebutnya.

"Untuk 18 regulasi yang belum selesai, sebagian besar masih dalam proses harmonisasi di Kemenkum HAM dan proses penetapan di Sesneg," sambung dia.

https://regional.kompas.com/read/2018/09/02/12112351/per-agustus-kemendagri-terima-318-proposal-pembentukan-daerah-otonomi-baru

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke