Salin Artikel

Kisah Pemain Sepak Takraw Asian Games: Diabaikan KONI hingga Mendaur Ulang Bola Rusak

Sore ini mereka akan berlaga lagi di semifinal nomor beregu. Tak ada kata istirahat, apalagi menyerah. Mereka terus fokus untuk memberikan yang terbaik untuk Indonesia.

Tim sepak takraw Indonesia yang bersinar asal Gorontalo ini adalah Hendra Pago (27), Rizki Pago (27), Abdul Halim Rajiu (27), Herson Mohamad (27), dan Rezky Jaina (25). Hendra dan Rizki adalah sepupu.

Kelimanya digembleng habis-habisan oleh Pelatih Asry Syam, yang sehari-hari adalah pengajar di Universitas Negeri Gorontalo.

Meski sudah memberikan banyak kemenangan bagi Provinsi Gorontalo di banyak kejuaraan, termasuk 2 medali emas di PON 2016 dan 1 emas di 2012 lalu, bukan berarti mereka ini mendapat perhatian dari pemerintah dan induk organisasi olahraga, Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

 “Belum pernah ada yang melihat kami, baik KONI maupun Pemerintah Provinsi Gorontalo,” kata Asry Syam (42), Sang pelatih, Senin (27/8/2018).

Asry Syam bicara blak-blakan bukan berarti ingin mencari perhatian dari pemerintah atau KONI, tetapi prestasi para pemain sepak takraw yang telah mengharumkan nama daerah bahkan negara ini harus diperhatikan. Mereka adalah anak bangsa yang tidak kenal menyerah untuk mempersembahkan prestasi dan melambungkan nama baik bangsa Indonesia.

Prestasi yang diukir pemain sepak takraw asal Gorontalo ini dilalui dengan perjuangan yang panjang. Menu latihan tak pernah surut meskipun pada saat bulan Ramadhan sekalipun.

“Biarpun puasa, kami tetap latihan tiga kali sehari. Kedisiplinan harus terus dijaga,” ujar Asry Syam.

Porsi latihan yang harus dijalani adalah jogging saat shubuh, pukul 09.00-12.00 Wita dan 16.00 hingga selesai. Para pemain takraw yang kuat berpuasa disilakan melanjutkan, tetapi ada juga yang tidak kuat berpuasa dan terpaksa membatalkan sebelum azan magrib.

Disiplin ketat ini diterapkan untuk melewati target yang telah diprogramkan. “Latihan keras tak kenal menyerah, ini menu wajib setiap hari,” kata Rizki Pago.

Jangan dibayangkan mereka memiliki tempat latihan yang layak meskipun medali emas sering diraih. Mereka sama sekali tidak memiliki tempat latihan! Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah meminjam lapangan milik Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) Gorontalo.

Bagi Asry Syam, sarana fisik memang diperlukan, tetapi jika mereka belum memilikinya, yang harus disiapkan adalah mental yang kuat para pemainnya.

Baginya, keterbatasan dapat diatasi dengan solusi yang tepat dan keinginan yang kuat dari pemain.

“Bagi kami SDM adalah yang utama, kami ubah mainset berpikir para pemain. Mereka harus mampu bertanding  di Asian Games ini dengan apa pun yang dimilikinya, latihan dan disiplin yang serius,” kata Asry Syam yang melatih timnas sejak 2005 lalu.

Meskipun latihan sudah dijadwalkan dan dijalani, tidak jarang ada hal lain yang mengalangi di luar perkiraan pemain dan pelatih. Seperti rusaknya bola takraw yang mereka gunakan.

“Kami terpaksa menjahit sendiri bola yang rusak, termasuk mendaur ulang bola takraw yang sudah tidakdigunakan lagi. Semuanya dalam keterbatasan,” kata Asry Syam.

Menyiapkan para pemain takraw asal Gorontalo ini tidak mudah. Perjalanan panjang dimulai saat para pemain ini masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) dan  sekolah menengah pertama (SMP). Mereka direkrut untuk disiapkan menjadi pemain takraw yang handal pada masanya.

Jalan panjang dilalui para pemain ini. Mereka harus disiplin dalama latihan, tidak boleh menyia-nyiakan waktu. Sepanjang tahun mereka mengunyah menu latihan yang sama, namun semakin berat porsinya dari tahun ke tahun.

Saat menjelang pertandingan, mereka latihan seperti biasanya. Berbeda dengan daerah lain yang memanggil pemain untuk mengikuti pemusatan latihan (training center), para pemain takraw Gorontalo tidak ada istilah ini. Mereka tetap saja latihan seperti biasanya di sela menjalakan aktivitas kesehariannya.

Kunci sukses melatih pemain takraw asal Gorontalo dibeber Asry Syam, ia menyebut faktor psikologi berperan penting dalam meraih prestasi.

Menurutnya, orang Gorontalo memiliki karakter pemberani, ini dipengaruhi faktor lingkungan, daratan daerah ini terbentuk oleh karang dasar samudera yang kokoh, tidak ada lapisan tanah yang subur, ini membentuk karakter manusia yang tidak mudah menyerah dan pemberani.

Sifat pemberani para atlet takraw ini kemudian ditata dalam permainan takraw yang keras dan penuh kejutan.

“Tugas kami menata jiwa para pemain sambil menata teknik. Yang terpenting adalah bagaimana para pemai melawan diri mereka sendiri untuk menyajikan permainan bagus dan teknik yang diajarkan keluar semua,” ujar Asry Syam.

Ajang Asian Games tahun ini menjadi pembuktian para pemain takraw asal Gorontalo. Dua perunggu  sudah ditangan, sore ini mereka menghadapi tim Korea untuk nomor beregu di semifinal.

Asry Syam dan juga pemain lainnya, usai laga di Asian Games ini bermimpi untuk memiliki lapangan sepak takraw yang dapat dikelola. Harapan mereka adalah juga harapan masyarakat Gorontalo meskipun Pemerintah Provinsi dan KONI Gorontalo tidak pernah melihat mereka latihan selama ini.

https://regional.kompas.com/read/2018/08/27/13115721/kisah-pemain-sepak-takraw-asian-games-diabaikan-koni-hingga-mendaur-ulang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke