Salin Artikel

Keluhkan Pengeras Suara Azan, Meiliana: Saya Minta Maaf pada Masyarakat Muslim

Meiliana terbukti bersalah memprotes suara azan yang keluar dari Masjid Al Maksun, di Jalan Karya Lingkungan I, Kelurahan Tanjung Balai Kota I, Kecamatan Tanjungbalai Selatan.

Hakim menuding terdakwa telah melakukan penistaan terhadap agama sehingga melanggar pasal 156 a huruf (a).

Sepanjang persidangan, terdakwa terus menghapus air matanya. Meski berusaha terlihat tegar, tapi duka yang dalam menggantung di raut istri Liam Tiu (51) tersebut.

Mei, begitu terdakwa biasa dipanggil, tak menyangka kasusnya akan sampai ke pengadilan.

Pasalnya, dia dan suaminya sudah meminta maaf kepada masyarakat Indonesia khususnya warga Tanjungbalai dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya pada awal Agustus 2016.

"Saya minta maaf kepada masyarakat Muslim di Indonesia. Semoga kita bisa hidup rukun dan damai lagi, hidup rukun bertetangga," katanya berulang-ulang.

Dia juga mengaku tidak akan tinggal di rumahnya di Jalan Karya, Tanjungbalai yang telah didiaminya sejak delapan tahun lalu.

Vonis hakim tersebut, tidak berubah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Tanjungbalai, Anggia Sinaga. Saat ditanya hakim terkait vonis, jaksa mengatakan pikir-pikir.

“Kami akan menggunakan waktu seminggu ini untuk berpikir," kata Anggia.

Banding

Penasehat hukum terdakwa, Ranto Sibarani dengan tegas mengatakan akan banding terhadap putusan hakim.

Alasannya, dakwaan jaksa tidak terbukti dan tidak ada bukti yang menguatkan perbuatan terdakwa.

"Bagaimana tindak pidana kalau tidak ada buktinya? Alat bukti yang dihadirkan hanya dua surat pernyataan dan toa. Apa ini bisa memberikan petunjuk? Kemudian, jaksa menyatakan pada 29 Juli, Meliana melarang suara azan. Padahal di tanggal itu massa mendatangi rumahnya, melempari, dan membakar rumahnya," kata Ranto.

"Meliana hanya mempertanyakan kenapa suara azan kepada seorang pedagang saat berbelanja ditanggal 22 Juli 2016. 'Sekarang suara masjid kita agak besar ya..' cuma itu yang dibilangnya sama pedagang yang biasa dipanggil Kak Uwo. Di persidangan, Kak Uwo mengatakan, Meliana menyampaikannya dengan pelan," ungkapnya.

Surat pernyataan itu, lanjut dia, ditandatangani 100 anggota Badan Kenaziran Masjid (BKM) Al-Maksun dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sumatera Utara yang menyatakan Meliana melakukan penodaan agama.

“Jadi kalau ada 100-an orang buat surat pernyataan ditambah fatwa MUI bahwa si A membunuh, tidak ada fakta lain, pidanalah dia? Kacaulah kalau begini," ucapnya.

Saat ini, tim penasehat hukum sedang menyiapkan memori banding untuk upaya hukum Meiliana selanjutnya.

Ranto mengaku heran dengan kasus ini yang terkesan berlarut-larut. Meiliana baru ditahan di Rutan Tanjung Gusta Medan pada Mei 2018, dua tahun setelah kasusnya bergulir.

"Sudah tiga kali kapolres Tanjungbalai diganti dan dua kali kajari berganti. Penyelesaian perkara ini juga sempat dilakukan mediasi, pihak-pihak yang terlibat dalam kerusuhan meminta maaf di depan publik," ucapnya.

"Meiliana juga sudah meminta maaf, ada saksinya wali kota Tanjungbalai, tapi ternyata jadi panjang begini," pungkasnya. 

https://regional.kompas.com/read/2018/08/23/19051041/keluhkan-pengeras-suara-azan-meiliana-saya-minta-maaf-pada-masyarakat-muslim

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke