Salin Artikel

Mengintip Rumah Tahan Gempa di Yogyakarta, Dibangun dengan Pasir, Jerami hingga Kotoran Sapi (1)

Desain rumah ini unik. Dari luar, terlihat dua bangunan berbentuk lingkaran menjulang ke atas. Atap di bagian atas terbuat dari daun tebu kering berbentuk lancip seperti tumpeng.

Rumah yang berada di sisi utara Jalan Raya Prambanan ini juga tampak natural tanpa goresan cat di dinding luarnya.

Warna hijau tanaman merambat dan tamanan hias di halaman depan rumah berpadu dengan warna natural dinding hingga terlihat cantik. Pepohonan yang berada ada di sekitar rumah menambah kesan sejuk dan adem.

Rumah tersebut merupakan milik Iswanti Suparma. Perempuan asal Solo, Jawa Tengah, ini membangunnya pada tahun 2014 lalu mulai tinggal di situ pada tahun 2017.

"Waktu di Belanda, kalau pulang itu inginnya ke Yogya karena dulu kuliah di sini. Terus tahun 2010 beli tanah di sini. Saya suka dengan lingkungannya," ujar Iswanti saat ditemui Kompas.com di kediamannya, Kamis (16/8/2018).

Iswanti ingin mengusung konsep ramah lingkungan serta mempertimbangkan potensi bencana yang ada dalam membangun rumahnya.

Oleh karena itu, dia terlebih dahulu bertanya kepada warga sekitar terkait peristiwa gempa bumi besar yang melanda Yogyakarta pada tahun 2006 sebelum membangun rumah.

Iswanti lalu bercerita, warga mengatakan bahwa getaran gempa dirasakan cukup kuat di Dusun Tamanan Pabrik, Desa Tamanmartani. Bahkan banyak rumah yang mengalami kerusakan akibat gempa yang terjadi pada dini hari tersebut.

"Saya keliling tanya-tanya di sekitar sini, waktu gempa itu gimana kondisinya, terus ditunjukkan banyak yang roboh. Dari situ, terus berpikir, tidak hanya ramah lingkungan saja, tetapi sekaligus berkawan dengan gempa bumi," ungkapnya.

bersambung ke halaman dua: belajar dari video di internet

 

Dari pencarian dengan internet selama beberapa pekan, Iswanti menemukan konsep konstruksi rumah ramah lingkungan, earthbag house. Konsep rumah tersebut dipopulerkan oleh seorang arsitek asal Iran, Nader Khalili.

Dia lantas mempelajari lebih dalam tentang konsep earthbag house hinggaakhirnya menemukan teknik pembangunan rumah yang disebut SuperAdobe. Teknik inilah yang dipakainya untuk membuat tempat tinggalnya.

Teknik SuperAdobe yang dikenalkan oleh Nader Khalili ini memanfaatkan material organik sehingga sesuai dengan konsep rumah ramah lingkungan yang diinginkan Iswanti.

"Materialnya tanah, kapur dan jerami. Tetapi untuk tanah ada komposisinya, tidak boleh terlalu berpasir dan terlalu mengandung tanah liat," ungkapnya.

Material tersebut dimasukkan ke dalam karung beras dengan keadaan setengah basah. Karung berisi material inilah yang digunakan menjadi tembok rumah.

"Material setengah basah yang dimasukan ke dalam karung kalau sudah kering akan sangat kuat," tuturnya.

Dinding bagian dalam rumah Iswanti juga tidak diplester dengan menggunakan semen. Iswanti memilih bahan alami yakni kotoran sapi sebagai bahan utamanya.

Kotoran sapi yang sudah disterilkan dari bakteri dicampur kapur dan jerami lalu ditempelkan ke dinding.

"Dindingnya kan tebal. Nah plester alami ini berfungsi sebagai insulasi, menyerap panas dan menahan di dalam sehingga di dalam rumah tetap sejuk meski di luar panas," ungkapnya.

Tak hanya itu, pada saat udara di luar dingin, suhu panas yang disimpan oleh campuran kotoran sapi, kapur dan jerami ini akan melepaskan sehingga suhu di dalam rumah terasa hangat.

"Nah kalau malam di luar dingin, di dalam itu suhunya stabil. Panas yang disimpan siang hari itu dilepaskan perlahan, jadi di dalam hangat," imbuhnya.

Oleh karena itu, selain cocok diaplikasikan di daerah rawan gempa, teknik SuperAdobe juga tepat diaplikasikan di daerah dengan cuaca ekstrem.

bersambung ke halaman tiga: memanfaatkan barang bekas

 

Teknik SuperAdobe, lanjut Iswanti, bisa diaplikasikan dalam bentuk dome, round house dan rumah kotak. Hanya saja untuk rumah bentuk kotak harus ada tambahan teknik-teknik lainnya.

Dia memilih membangun dua rumah model round house di atas lahan seluas 360 meter. Rumah di sisi selatan berdiameter dalam sekitar 7,5 meter, tinggi bangunannya 8 meter. Sementara itu, yang di sisi utara berdiameter dalam 5 meter dengan tinggi 9 meter.

"Ya kalau rumah saya ini round house karena tidak berbentuk dome tetapi melingkar ke atas," tuturnya.

Iswanti mendesain jendela rumahnya dengan ukuran besar berbentuk bulat dan persegi panjang. Jendela tersebut dibuat dari material bambu.

"Bambu kan bisa dibuat melengkung, jadi tidak membutuhkan paku. Atap rumah juga dari bambu, papan dan daun tebu, semuanya dengan teknik diikat, tidak dipaku," ungkapnya.

Iswanti juga memanfaatkan barang-barang bekas untuk mempercantik rumahnya. Dia memasang botol-botol bekas di dinding rumah.

Selain membantu cahaya masuk dengan mudah ke dalam rumah, botol bekas juga terlihat indah ketika terkena sinar matahari. Iswanti juga memanfaatkan botol bekas untuk lampu yang digantung di ruang makan.

"Membangun rumah ini dulu saya itu maunya mencari barang-barang bekas. Kawat berduri juga saya memanfaatkan yang bekas. Kalau karung beras beli langsung ke pabriknya karena butuh yang panjang," ucapnya.

BERSAMBUNG: Rahasia Kekuatan Earthbag House, Rumah Tahan Gempa di Yogyakarta (2)

https://regional.kompas.com/read/2018/08/20/12143081/mengintip-rumah-tahan-gempa-di-yogyakarta-dibangun-dengan-pasir-jerami

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke