Salin Artikel

Kisah Si Cumping, Buaya Muara 3 Meter yang Pernah Terkam Warga

Warga tersebut benar-benar memberikan udang dan ikan dengan disuap dari tangan, bukan dilemparkan. Warga seakan tidak takut dengan buaya muara yang sempat menerkam salah satu warga mereka tersebut.

Kamarudin, salah satu warga Mamolo sempat mengabadikan kebiasaan warga tersebut melalui gawainya. Sementara si buaya muara tersebut terkenal dengan sebutan si Cumping.

“Sebulan yang lalu dia (si Cumping) menyerang warga, sampai dapat 28 jahitan di punggung. Tapi warga masih kasih makan hamper tiap hari,” ujarnya, Jumat.

Warga yang diserang si Cumping adalah Tunding (35) alias Suding. Kepada Kompas.com, Tuding bercerita jika dia sering memberi makan si Cumping di bawah kolong tempat usahanya menampung hasil laut nelayan di kampung Mamolo.

Sehingga, dia hafal betul dengan bentuk fisik buaya muara tersebut. Si Cumping memiliki luka pada moncong sebelah kanan karena dulunya sempat ditombak warga ketika masih kecil. Akibatnya, moncong buaya tersebut cumping, bahasa setempat yang artinya sumbing.

Tunding bercerita, dia diserang si Cumping pada bulan Juni lalu, saat akan membetulkan geladak jemuran rumput lautnya yang rusak.

Dia mengaku terpaksa turun ke laut karena harus mengganti salah satu tiang penyangga jemuran rumput laut yang sudah lapuk. Tunding harus berjongkok di bawah lantai jemuran.

Saat itu laut sedang surut dan air laut setinggi lututnya, tiba tiba buaya sepanjang 3 meter tersebut muncul tepat sejajar dengan kepalanya dengan jarak kurang dari satu meter.

“Tidak ada riak air, tiba tiba saja muncul tepat didepan muka saya,” kata Tunding.

Saat Tunding berusaha berdiri, tiba-tiba si Cumping melompat dan menyerangnya. Dia dan si Cumping sempat bergulat namun si Cumping berhasil meraih bahu bagian kirinya dan melukai bibirnya.

Tunding mengaku sempat memukul bagian mata si Cumping sehingga buaya tersebut kemudian pergi.

Serangan si cumping membuat bahu kiri Tunding mengalami luka cukup parah dan mendapat 28 jahitan, sementara bibirnya mendapat 6 jahitan.

“Kalau moncong buaya itu nggak sumbing mungkin bahu saya sudah koyak,” katanya.

Kearifan lokal

Pascakejadian tersebut, warga Mamolo sempat menangkap si Cumping dengan cara menjerat leher buaya tersebut. Namun warga kemudian memilih melepas kembali buaya muara tersebut dengan alasan kelestarian lingkungan.

Mereka mengaku adanya buaya, terutama si Cumping, merupakan bagian dari habitat yang ada di Sungai Mamolo.

Tunding mengaku sempat melihat si Cumping berkelahi dengan buaya lain yang akan merebut kawasannya. Warga bahkan mendengar perkelahian tersebut terjadi semalaman dan dimenangkan si Cumping.

“Ribut bunyinya di pantai bagian bakau situ. Ada buaya yang lebih besar masuk ke arah sungai Mamolo dan diusir sama si Cumping,” kata Tunding.

Warga seolah lupa ulah si Cumping yang mengancam keselamatan mereka. Pascaserangan si Cumping, masyarakat di kampung Mamolo yang kebanyakan berprofesi sebagai petani rumput laut kembali beraktivitas seperti biasa.

Mereka memanen dan mencuci tali rumput laut di sepanjang sungai Mamolo. Bahkan warga tak segan turun ke sungai untuk membersihkan perahu mereka.

Gafar, salah satu warga yang terlihat turun ke sungai untuk menarik perahu yang memuat rumput laut untuk dipanen mengaku sudah biasa melihat buaya di sepanjang Sungai Mamolo.

Bahkan dia juga terbiasa melihat si Cumping melintas di sungai menuju ke arah hulu sungai tak jauh dari tempat mereka beraktivitas.

“Iya, kami sudah terbiasa melihat si Cumping. Takut juga tapi kalau dibiarin enggak diganggu dia tidak galak,” ujarnya.

Hal yang sama juga diakui Rudi, salah satu warga Kampung Mamolo yang bekerja sebagai pembersih tali rumput laut dari tiram yang menempel.

Wilayah Rudi bekerja di Sungai Mamolo lebih ke hulu lagi, kurang lebih 500 meter dari bagian muara sungai. Dia mengaku sering melihat si Cumping melintas di sungai Mamolo meuju ke hulu sungai.

“Kalau dia lewat ya kami naik dulu, membiarkan dia lewat menuju hulu,” ucapnya.

Butuh penangkaran

Meski warga Kampung Mamolo memiliki kearifan lokal membiarkan buaya muara hidup berdampingan dengan mereka, namun mereka berharap Pemerintah Daerah bisa membuatkan tempat penangkaran untuk buaya buaya tersebut.

Kamaruddin, salah satu warga Mamolo mengatakan, pembuatan penangkaran buaya selain bisa mencegah serangan buaya terhadap warga juga bisa dijadikan sebagi destinasi wisata bagi warga agar mereka memahami kearifan lokal untuk menjaga keberlangsungan hidup buaya.

Data dari Kantor Pencarian dan Pertolongan Kabupaten Nunukan mencatat pada tahun 2017 terdapat 5 kasus penyerangan buaya terhadap manusia di Kabupaten Nunukan.
Sementara pada tahun 2018 hingga bulan Juni tercatat 4 kasus buaya menyerang manusia yang ditangani tim SAR Kantor Pencarian dan Pertolongan Kabupaten Nunukan.

“Ada korban tidak ditemukan, ada juga yang ditemukan hanya bagian tubuhnya saja,” kata Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Kabupaten Nunukan Ari Triyanto.

https://regional.kompas.com/read/2018/07/20/12221161/kisah-si-cumping-buaya-muara-3-meter-yang-pernah-terkam-warga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke