Salin Artikel

Bersihkan Sampah di Sungai Ala Komunitas Pencari Ikan Tangan Kosong

Selain untuk mencari ikan, kegiatan ini juga dilakukan untuk menjaga ekosistem kawasan sungai.

Puluhan orang yang berasal dari Bintaran Wetan, Srimulyo, Bantul dan menamai diri Komunitas Maturka (Masyarakat Turut Kali) ini hampir setiap dua minggu sekali menyusuri sungai yang berada di wilayah Yogyakarta, dan sekitarnya, terutama di sekitar Bantul untuk mencari ikan.

Mereka tak butuh jaring ataupun kail, hanya membawa plastik untuk membawa ikan.

"Kami menangkap ikan dengan gogoh atau tangan kosong. Kegiatan ini sudah dilakukan turun temurun warga di sini," kata Ketua Komunitas Maturka, Totok Suprapto kepada wartawan, Rabu (12/7/2018) petang.

Jika sudah menentukan lokasi sungai, mereka akan menghubungi para anggota melalui grup WhatsApp. Mereka kemudian bergerak ke sungai dan bersama-sama menangkap ikan.

"Biasanya dua minggu sekali atau pas pengen. Biasanya kami mulai dari atas (hulu)," ucapnya.

Berbagai ikan endemik sungai di Yogyakarta masih bisa ditemukan, seperti tawes, bader, hingga sugo. Meski masih banyak, namun beberapa jenis ikan yang belasan tahun lalu mudah ditemukan saat ini mulai berkurang.

"Dulu di sini banyak ikan seperti boso dan wader pari, sekarang sudah berkurang. Bahkan sulit ditemukan," ujarnya.

Totok mengaku kegiatan ini tak hanya sekadar menangkap ikan, tetapi mempererat tali persaudaraan antar warga.

Selain itu, komunitas ini berkomitmen membersihkan sampah sungai sembari mencari ikan.

"60 persen sampah di sungai itu berasal dari rumah tangga, dan sebagian di antaranya perlengkapan wanita (pembalut)," katanya.

Jadi tradisi

Koordinator gogoh iwak, Slamet Riyadi mengatakan, biasanya gogoh dilakukan 8 sampai 10 orang. Mereka akan turun bersama-sama ke sungai untuk mencari ikan. Ada dua sungai yang biasa digunakan untuk mencari ikan, yakni Sungai Opak dan Kali Gawe.

"Warga di sini memang sebagian besar bisa menangkap ikan dengan tangan kosong. Kami seringnya melakuakan gogoh petang hingga malam, karena kalau siang banyak pemancing. Setiap gogoh biasanya bisa mendapatkan 20 kilogram ikan," ucapnya.

Dia mengatakan, mencari ikan dengan tangan kosong memiliki keuntungan karena hanya ikan berukuran besar bisa ditangkap. Jika menemukan ikan kecil pun dilepaskan.

Dia berharap tradisi bisa diteruskan hingga ke anak cucu.

"Setelah gogoh biasanya kami makan bersama-sama, inilah yang mempererat hubungan persaudaraan kami," katanya.

Ekosistem sungai

Pembina Maturka, Ahmad Fikri mengatakan, keberadaan Maturka berawal dari kegelisahan atas menurunnya ekosistem sungai. Pencegahan pencemaran sungai penting dilakukan bersama masyarakat. Dengan demikian, ekosistem sungai terjaga dan larangan keras penggunaan obat-obatan untuk menangkap ikan ditaati.

"Kami akhirnya sepakat melakukan edukasi bersama sehingga sungai bersih dan asyik bermain, bebas banjir," ucapnya.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul, Dwi Daryanto menyatakan mendukung kegiatan ini. Sebab, diakuinya, banyak endapan di sungai kawasan Bantul menyebabkan sungai meluap.

Pada bulan Agustus 2018 mendatang, pihaknya akan mengadakan sekolah sungai yang akan mengumpulkan komunitas pecinta sungai.

"Kalau di Bantul ada 9 komunitas pecinta sungai, dari Piyungan sampai Sedayu," katanya

Nantinya seluruh komunitas diajak untuk ikut bersama-sama menjaga sungai, sehingga kegiatan ini diharapkan bisa memberikan dampak signifikan terhadap ekosistem sungai.

"Mencegah pencemaran sungai harus dilakukan bersama, tidak bisa sendiri-sendiri. Makanya nanti ada pemetaan bersama, semua komunitas akan terlibat guna mengurangi pencemaran sungai di Bantul," katanya.

https://regional.kompas.com/read/2018/07/12/10342971/bersihkan-sampah-di-sungai-ala-komunitas-pencari-ikan-tangan-kosong

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke