Salin Artikel

Tradisi Selikuran di Nyatnyono, Peziarah Berebut Berkah Nasi Ambengan

Gelombang kedatangan para peziarah dari berbagai daerah di Jawa Tengah ini seolah tak terputus, sejak Selasa (5/6/2018) malam hingga Rabu (6/6/2018) dinihari.

Tujuan utama para peziarah ini adalah makam Waliyullah Hasan Munadi dan putranya, Hasan Dipuro.  Para peziarah datang ke makam untuk berdoa dan beritikaf.

Malam selikuran atau bertepatan pada malam 21 Ramadhan diyakini sebagai turunnya Lailatul Qadar atau malam seribu bulan, di mana waktu ini dianggap waktu yang mustajab (lekas dikabulkan) untuk semua doa-doa yang dipanjatkan.

Oleh sebab itu umat muslim diperintahkan untuk banyak melakukan amal ibadah pada malam Lailatul Qadar ini.

Sejak selasa sore bahkan di mushala dan masjid di sekitar makam sudah penuh sesak oleh para peziarah.

Sesepuh desa Nyatnyono KH Hasan Asyari mengatakan, malam selikuran diawali dengan tradisi ambengan di Masjid Subulussalam usai dilaksanakannya Shalat Tarawih.

Warga menyiapkan nasi ambengan ini di atas ancak atau alas dari bambu.

"Nasi ambengan ini mengandung permohonan agar masyarakat desa Nyatnyono dan yang berziarah di makam Simbah Hasan Munadi dikarunia banyak rezeki, kesehatan dan keselamatan," kata Kiai Ari, panggilan akrab KH Hasan Asyari.

Setelah didoakan, nasi yang digelar di atas ancak bambu dengan aneka lauk-pauk seperti urap, tempe goreng, ikan asin, perkedel, telor rebus, rempeyek, perkedel dan sebagainya ini di santap beramai-ramai.

Warga rela berdesak-desakan agar kebagian nasi ambengan yang dianggap berkah ini.

Warga yang tidak kebagian bahkan rela memungut sisa-sisa nasi ambengan yang dianghap berkah. Ancak bambu yang menjadi alas nasi ambengan pun sampai bersih diperebutkan warga.

"Meskipun sapat sedikit tidak masalah, karena yang kita cari keberkahannya. Kalau ancaknya ini sengaja saya ambil, nanti saya pasang di sawah agar tidak ada hama tikus," ungkap Ihsanuddin, salah seorang peziarah dari Demak.

Demi menyambut malam selikuran ini, warga desa Nyatnyono menggelar open house, atau membuka pintu rumahnya lebar-lebar untuk disinggahi para peziarah.

Warga juga menyediakan nasi bungkus dan hidangan takjil gratis yang ditempatkan di beberapa titik di sekitar masjid dan area makam.

"Kalau sekitar 7.000-10.000 nasi bungkus mungkin ada. Karena tiap warga mengeluarkan minimal 10 nasi bungkus untuk peziarah," kata Muhkamaddun (38), salah seorang warga.

Tradisi malam selikuran di desa Nyatnyono ini membuat suasana desa Nyatnyono sangat ramai. Banyak para pedangan yang menjajakan aneka rupa kebutuhan lebaran, mulai dari baju koko, peci, sarung, mukena dan aneka makanan.

Tak hanya pedagang, malam selikuran juga dimanfaatkan oleh para pengusaha wahana mainan untuk meraup untung.

Warga juga memasang ratusan oncor atau lampu berbahan bakar minyak di kiri dan kanan rumah sejak pintu gerbang desa. Jadilah suasana desa Nyatnyono seperti pasar malam.

Selain ke makam Waliyullah Hasan Munadi dan Hasan Dipuro serta Masjid Subulussalam, tujuan peziarah lainnya adakah sendang Kalimah Thayyibah.

Mata air yang bersumber dari gunung Ungaran ini diyakini bisa mengobati penyakit dan membuat panen berlimpah jika disiramkan ke sawah.

Baik Masjid Subulussalam maupun sendang Kalimah Thayyibah ini adalah peninggalan Hasan Munadi, penyebar agama Islam yang hidup pada zaman Walisongo.

https://regional.kompas.com/read/2018/06/06/07541641/tradisi-selikuran-di-nyatnyono-peziarah-berebut-berkah-nasi-ambengan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke