Salin Artikel

Tradisi Warga Gorontalo: Mandi Rempah Menyambut Ramadhan

Tak berapa lama kemudian, tangan Martin Ali  dengan cekatan merajang daun pandan, limu tutu, onumo (nilam), baramukusu (sereh), daun ulu-ulu (sejenis kemangi berwarna coklat), dan daun alawahu (kunyit).

Wanita pensiunan Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo ini lalu mencampur semua rajangan daun dengan parutan kelapa dalam satu belanga. Aroma aneka rempah-rempah terasa harum di tengah hari yang mulai memanas.

Awaluddin, anak Martin kemudian membawakan bara tempurung dan memasukkannya ke dalam belanga yang berisi campuran rempah, segera ia menutup rapat-rapat belanga ini.

Tidak lama kemudian onggokan bara tempurung yang panas ditambahkan, berulang kali dilakukan hingga aroma rajangan daun makin menggoda penciuman yang ada di dalam rumah ini.

“Setiap tahun saya selalu membuat ramuan ini, kami biasa menyebutnya dengan nama Bongo Yiladu. Ramuan ini kami gunakan untuk mencuci rambut atau keramas menjelang bulan Ramadhan,” kata Martin Ali, warga Desa Huntu Selatan, Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango, Sabtu (19/5/2018).

Keterampilan Martin Ali membuat ramuan ini didapat dari leluhurnya, ia mewarisi dari bapak ibunya, Ali Pu’o dan Aisyah Ilonunu, juga dari kakek neneknya, Imrana Ilonunu dan Apipa Madina. 

Martin ali mengaku, ia selalu ingat pesan ibunya untuk menjaga dan meneruskan tradisi baik warisan leluhur, salah satunya adalah Bongo Yiladu.

Ia mengisahkan masa kanak-kanaknya yang menyenangkan hidup di desa, salah satunya saat menghadapi bulan Ramadan.

Bersama saudara-saudaranya, Ramadhan adalah bulan penuh warna-warni. Berbagai kebiasaan dilakukan pada awal bulan ini, Bongo Yiladu, Langgilo dan Bada’a.

Sebagaimana gadis Gorontalo lainnya, Martin Ali selalu pengajaran dan nasihat dari orang tua untuk taat beribadah dan menjalankan puasa Ramadhan. Pada bulan ini segala amal kebaikan akan dilipatgandakan, ini bulan spesial, bulan penuh barokah.

“Sejak dulu tanah Gorontalo sudah dikenal sebagai daerah budaya yang memiliki semboyan Adati lo hula-hula to syaraa, syaraa lo hula-hula to quruani atau adat bersendikan syara, syara bersendikan Al-Quran,” jelas Martin Ali.

Karena dianggap bulan khusus, maka masyarakat Gorontalo menyambutnya dengan khusus pula. Sedari awal mereka sudah menyiapkan semua hal yang terkait dengan bulan Ramadan, baju, sarung, sprei, cipu (mukena), harus suci, bersih dan harum.

“Bongo yiladu inilah kami siapkan untuk mencuci rambut agar bersih dan harum sepanjang hari,” ujar Martin Ali.

Jika tidak melakukan prosesi bongo yiladu, orang-orang tua mencemooh gadisnya dengan sebagai orang yang mencuci rambut dengan darah babi.

“Itu dulu, sekarang sudah tidak ada cemoohan begini,” kata Martin Ali sambil tertawa renyah.

Bongo yiladu memang dikhususkan untuk merawat diri sehingga proses pembuatannya harus lebih hati-hati agar bisa mendapatkan aroma yang paling harum.

Siapa yang melakukan tradisi bongo yiladu akan tercium harum dari kejauhan, dan ini akan menyenangkan orang di sekitarnya.

Sedangkan perlakuan untuk perlengkapan ibadah seperti sajadah, baju, cipu (mukena), sarung, atau bahkan sprei dan kain lainnya, masyarakat Gorontalo sudah menyiapkan tradisi Langgilo, yaitu merendam perlengkapan tadi ke dalam ramuan khusus yang tidak jauh beda dengan bongo yiladu.

“Untuk langgilo, bahan yang digunakan adalah daun jeruk, kelapa parut, daun pandan, kulit jeruk, onumo,  sereh, daun ulu-ulu, dan daun kunyit,” ujar Martin Ali.

Bedanya, bahan dan rempah dalam prosesi langgilo ini direbus hingga mengeluarkan aroma yang harum. Air rebusan ini kemudian digunakan untuk merendam perlengkapan agar mendapatkan bau yang wangi dan segar.

Diakui Martin Ali, untuk mendapatkan bahan-bahan yang digunakan saat ini tidak semudah dulu. Sekarang tradisi ini mulai ditinggalkan sejak ada produk pabrikan seperti berbagai jenis sabun atau sampo.

Pada masa gadisnya, Martin Ali mendapatkan paket rempah-rempah ini di Pasar Kamis di Tapa. Para petani dari dataran tinggi yang berangkat ke Tapa membawa rempah-rempah ini. Satu paket ini sudah berisi semua bahan yang diperlukan.

“Bongo yiladu dan langgilo bukan proses yang menggunakan bahan kimia, semua memakai tanaman tradisional,” kata Martin Ali.

Tradisi Bongo yiladu dan langgilo merupakan kekayaan budaya Gorontalo, yang menjadi bagian penting budaya Indonesia.

Tanah yang subur, rempah yang berlimpah dan tradisi luhur nenek moyang mewariskan kebiasaan yang baik dari generasi ke generasi di setiap awal Ramadan.

Martin Ali kembali merajang dedaunan rempah yang ia kumpulkan dari kebun belakang ruamhnya. Di halaman depan dan samping rumah, segala tanaman hias yang dirawatnya tumbuh subur, seperti taman firdaus di bumi Gorontalo.

Kesejukan dan udara segarnya memberi kenyamanan siapa saja yang melewati rumah ini. Huntu Selatan yang permai, negeri para petani yang penuh syukur.

Ramadan adalah bulan penuh anugrah, bulan penuh ampunan, di bulan ini Martin Ali dan keluarganya menyajikan yang spesial, yang hanya ada saat Ramadhan tiba.

Sayup-sayup suara azan terbawa angin dari kejauhan, Martin Ali bergegas pamit menuju masjid, sekelabat ia mengenakan cipu putihnya, meninggalkan bau harum semerbak wangi.nBersama Muhammad Ahmad (65), suaminya, mereka menyusuri jalan kampung dinaungi pepohonan penyejuk.

Pesona tradisi mengolah rempah-rempah Gorontalo, memuliakan kehidupan di dunia untuk meraih akhirat yang kekal. Marhaban ya Ramadhan.

https://regional.kompas.com/read/2018/05/19/19004421/tradisi-warga-gorontalo-mandi-rempah-menyambut-ramadhan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke