Salin Artikel

"Warga di Sini 20 Tahun Terintimidasi Pengembang Sentul City"

Hal itu menyusul setelah warga menerima surat pemberitahuan penghentian layanan distribusi air bersih yang dikirim perusahaan tersebut beberapa pekan lalu.

Menurut warga, PT Sukaputra Grahacemerlang beralasan, warga memiliki tunggakan air bersih dan Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan Lingkungan (BPPL).

Sekretaris Komite Warga Sentul City (KWSC) sekaligus ketua RT setempat, Deni Erliana mengatakan, surat ancaman pemutusan layanan distribusi air bersih itu sudah dilayangkan kepada 250 rumah. Kata Erliana, sejak Senin (9/4/2018) sampai Selasa (10/4/2018), sudah ada 10 rumah warga yang diputus layanan air bersihnya.

Erliana menjelaskan, pemutusan layanan air terjadi setelah warga menolak membayar iuran pengelolaan lingkungan (IPL).

Warga menilai, selama ini, mereka tidak pernah punya kontrak terhadap PT Sukaputra Grahacemerlang yang dipercaya Sentul City untuk mengelola air dan pengelolaan lingkungan di perumahan tersebut.

"Kita ini tagihan air sama iuran lingkungan dijadikan satu. Jadi, kalau salah satu dari dua tagihan itu tidak dibayar, maka air yang akan diputus. Ketika kita tidak bayar iuran lingkungan air diputus, mana bisa. Air itu dijadikan alat intimidasi oleh mereka," ucap Erliana kepada Kompas.com, Selasa (10/4/2018).

Erliana menambahkan, dalam setiap bulan, warga diwajibkan membayar IPL sebesar Rp 2.000 per meter dikali luas tanah yang dimiliki. Itu belum termasuk pajak yang dikenakan sebesar 20 persen.

Selain itu, sambungnya, warga juga menyoroti tarif bulanan air bersih yang dikenakan dengan angka cukup fantastis. Sebelum tahun 2018, biaya yang dibebankan kepada warga per bulan sebesar Rp 9.200 liter per kubik.

Tingginya biaya bulanan air bersih di sana karena pihak Sentul City membeli air ke Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Bogor dan dijual kembali kepada warga perumahan.

Berdasarkan informasi, pihak Sentul membeli air ke perusahaan milik daerah Kabupaten Bogor itu dengan harga Rp 3.100 liter per kubik.

"Warga di sini sudah 20 tahun lebih terintimidasi dengan pengembang Sentul City. Karena pada saat kita beli rumah, kita itu dijanjikan air siap minum, punya water treatment sendiri, mereka menghasilkan air sendiri," ujar Erliana.

"Kenyataannya, sampai dengan saat ini, mereka tidak punya sumber air baku, mereka tidak punya water treatment. Mereka hanya membeli air baku dari PDAM kemudian dijual kembali ke warga dengan harga yang sangat fantastis," tambahnya.

Lanjut dia, Bupati Bogor kemudian mengeluarkan surat keputusan (SK) tentang tarif air sementara di perumahan Sentul City. Dalam SK itu disebutkan bahwa biaya tarif air di sana Rp 7.900 liter per kubik.

"Masalah air, warga tetap bayar. Yang tidak kita bayar itu IPL-nya. Kita bayar air sesuai keputusan bupati, bukan berdasarkan harga dari Sentul City. Kita bukan mau bayar air murah, tapi bayar sesuai dengan ketentuan undang-undang," kata dia.

Ia bersama warga lainnya mengaku, sudah beberapa kali bertemu dengan pihak dari PT Sentul City dan anak perusahaannya, PT Sukaputra Grahacemerlang. Namun tidak mencapai kata kesepakatan. Mereka hanya menginginkan agar tagihan air dengan lingkungan dipisah.

Warga juga menuntut, agar Sentul City tidak menggunakan air sebagai alat intimidasi. Serta, meminta kepada negara untuk hadir untuk menyelesaikan masalah tersebut.

"Yang ingin kami tegaskan adalah air itu adalah hajat hidup orang banyak yangg dilindungi oleh undang-undang. Jika nanti terjadi kerusuhan yang kemudian meningkat, maka yang salah adalah negara karena negara tidak kunjung hadir di sini," sebut dia.

Tanggapan PT Centul

Sementara itu, PT Sentul City menyesalkan sikap sekelompok orang yang mengatasnamakan Komite Warga Sentul City (KWSC) mengenai perspektif dan tanggapan sepihak atas pelaksanaan pemberhentian fasilitas air oleh pengembang terhadap penghuni dan pelanggan air bersih di perumahan tersebut.

Juru bicara PT Sentul City, Alfian Mujani menjelaskan, hingga saat ini, tidak ada aturan perundang-undangan yang melarang adanya penggabungan tagihan BPPL dan penggunaan air, seperti tuntutan permintaan warga.

Alfian menuturkan, pada saat konsumen memutuskan untuk membeli rumah di Sentul City, maka Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) rumah antara Sentul City dengan konsumen mengatur adanya biaya-biaya yang menjadi komponen dari BPPL dan fasilitas air yang harus dibayarkan oleh konsumen.

"PPJB juga mengatur mengenai tata tertib dan pedoman desain di kawasan Sentul City yang berlaku untuk penghuni dan pelanggan air bersih. Di dalamnya mengatur mengenai penggabungan tagihan BPPL dan penggunaan air," ucap Alfian.

Alfian menyebut, mengenai penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan penghuni, mengacu pada perjanjian kerja sama PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor dengan PT Sentul City yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 66 ayat (2) PP 122 tahun 2015.

Isi dari ketentuan itu, sambung Alfian, menyatakan bahwa pelaksanaan penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang dilakukan melalui mekanisme kerja sama antara pemerintah daerah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan badan usaha swasta yang telah dilaksanakan sebelum berlakunya peraturan pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya perjanjian kerja sama.

"Perjanjian kerja sama antara PDAM Tirta Kahuripan dengan PT Sentul City akan berakhir pada tahun 2020," tutupnya.

https://regional.kompas.com/read/2018/04/10/22384261/warga-di-sini-20-tahun-terintimidasi-pengembang-sentul-city

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke