Salin Artikel

Kisah Kakak Beradik Korban Perdagangan Manusia hingga Kasusnya Disidangkan

Juliani diduga kuat sebagai korban TPPO karena diberangkatkan menjadi TKW ke Oman, Timur Tengah saat berusia 14 tahun atau di bawah umur.

Kasus ini adalah kasus pertama tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di NTB yang berhasil diusut hingga ke meja hijau, khususnya TKW.

“Ini adalah kasus tindak pidana perdagangan orang pertama di NTB, dengan korban TKW, yang berhasil disidangkan atau sampai ke meja hijau. Kami akui ini yang pertama kalinya di NTB,” kata Didik Jatmiko, Humas Pengadilan Negeri Mataram.

Bagi Didik, pengungkapan kasus ini akan berdampak baik. Bukan hanya menimbulkan efek jera bagi pelaku, tapi juga menumbuhkan kesadaran masyarakat dan mereka yang mau berangkat ke luar negeri untuk selalu hati-hati dan waspada penipuan.

Sidang yang dipimpin Majelis Hakim Suradi, memberikan sejumlah pertanyaan pada para saksi korban. Juliani dengan sangat hati-hati, mengingat apa yang dialaminya seperti saat ia tengah mengidap sakit tumor di pipinya dan hamil muda.

Dalam persidangan, Juliani, Rabitah, dan sang ibu Sarinah mengatakan, terdakwa UL, yang merupakan tetangga mereka, merupakan tekong yang membujuk Juliani dan Rabitah mengadu nasib di Timur Tengah. Mereka diiming-imingi gaji Rp 6 juta per bulan.

Rabitah, TKW yang pernah diduga kehilangan satu ginjalnya saat bekekerja di Qatar 2014 silam, hadir sebagai saksi atas kasus TPPO adiknya, Juliani.

Terdakwa UL dan IJ merupakan tekong yang memberangkatkan Juliani dan Rubitah ke Timur Tengah. Juliani tidak sendiri. Sebab UL dan IJ memberangkatkan ratusan TKW asal NTB tanpa dokumen. Rubitah dan Juliani adalah salah satu korban dari Ul dan IJ.

Kakak beradik ini pergi dengan dokumen palsu. Mulai dari usia hingga alamat keduanya dipalsukan. Bahkan, meski dikirim ke Timur Tengah, mereka tidak sampai di negara tujuan yang dijanjikan. 

”Saya memang berangkat menjadi TKW di Oman dan dipulangkan, selain karena habis kontrak saya juga mengidap penyakit tumor,” kata Juliani saat menjadi saksi.

Sidang pun sempat memanas, saat pengacara UL menyampaikan bahwa para saksi pernah menandatangani surat pernyataan damai, dan tidak akan memperkarakan apa yang dialami keduanya.

Diteror

Usai persidangan, Rabitah dan Juliani mengungkapkan pengalaman pahit mereka menjadi saksi kasus TPPO. Rabitah mengaku mendapat teror dan kecaman dari tetangga dan keluarga terdakwa. Mereka mengatakan, UL akan menang dan Rabitah yang akan dipenjara.

“Kami ini orang kecil, miskin, dak tahu melaporkan Ul dan IJ. Kami hanya tahu kasus ini sudah ditangani polisi. tapi sekarang semua menuding kami ini menyebabkan Ul masuk penjara,” kata Rabitah.

Juliani yang tengah menderita tumor setelah pulang dari Oman, mengaku menjalani pemeriksaan di belakang kepalanya sebelum dipulangkan majikannya ke Lombok. Hingga kini ia masih bertanya-tanya, pemeriksaan apa yang dialaminya.

“Saya bingung, saya diapakan. Bagian belakang kepala saya seperti difoto. Setelah itu saya mulai merasakan sakit di pipi kanan saya," tutur Juliani.

Rabitah dan Juliani berharap, hakim memberikan keputusan yang adil. Sebab kasus ini mewakili ribuan TKW yang menjadi perdagangan orang di negeri ini. 

https://regional.kompas.com/read/2018/02/27/07324261/kisah-kakak-beradik-korban-perdagangan-manusia-hingga-kasusnya-disidangkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke