Salin Artikel

Perjalanan Daging Anjing di Medan, dari Pasar sampai Piring Makan (3)

Pemandangan seperti anjing terbungkus karung dan terikat tali atau berjejal di dalam kandang dari kawat atau besi adalah biasa. Mereka dijual untuk dikonsumsi dengan harga mulai dari Rp 40.000 per kilogram.

(Baca selengkapnya: Perjalanan Daging Anjing di Medan, dari Pasar hingga Piring Makan (1))

Selangkah ke depan, daging-daging anjing diolah dengan berbagai resep lalu hidangannya diperjualbelikan di berbagai rumah makan dan lapo tuak yang tersebar di kota Medan.

Arman Perangin-angin, penikmat daging anjing, mengungkapkan alasannya menyukai menu daging anjing. Sementara Aritonang, penjagalnya mengakui kadang tak tega melihat tatapan anjing yang mengiba. Namun, mereka mengaku mendapatkan manfaat dari mengonsumsi daging anjing.

(Baca selengkapnya: Perjalanan Daging Anjing di Medan, dari Pasar hingga Piring Makan (2))

***

Berbeda dengan Arman Perangin-angin dan Aritonang, Junita Galingging (43), warga Helvetia, Medan, mengaku, tak suka daging anjing. Alasannya, kasihan, Menurut dia, anjing itu hewan peliharaan, bukan untuk dimakan.

“Kasihan. Aku sama mamakku enggak makan anjing, tapi abangku makan…” tuturnya.

Junita mengatakan, di lingkungannya di kerap mendengar kejadian pencurian anjing.

“Ada yang nekat langsung mencurinya dari rumah. Tapi banyak juga maling anjing yang mati dihajar massa,” katanya.

Namun, dia juga mengakui bahwa banyak orang percaya daging anjing mendatangkan manfaat untuk daya tahan tubuh dan stamina, bahkan mengobati demam berdarah.

Data Komposisi Pangan Indonesia dari situs panganku.org yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan sejumlah gizi dari daging anjing. Komposisi gizi pangan dalam 100 gram daging anjing meliputi:

air 60,8 g
energi 198 Kal
protein 24,6 g
lemak 10,7 g
karbohidrat 0,9 g
abu 3,0 g
kalsium 1,071 mg
fosfor 876 mg
besi 4,0 mg
natrium 1,604 mg
kalium (K) 226,0 mg
tembaga 0,10 mg
seng 2,8 mg
retinol (vitamin A) 256 mcg
thiamin (vitamin B1) 0,35 mg
riboflavin (vitamin B2) 0,20 mg

Tak layak dikonsumsi

Sementara itu, sejumlah dokter menegaskan bahwa daging anjing tak layak untuk dikonsumsi.

"Daging anjing tidak layak untuk dikonsumsi," ungkap drh Maria Mingremini Panggabean singkat dan tegas.

Hal senada juga disampaikan oleh drh Chaeruddin Yoesoef yang praktik di Jalan Ringroad Medan.

"Tidak layak (dikonsumsi). Anjing tidak termasuk hewan ternak. Anjing adalah hewan kesayangan dan hewan penjaga," ungkapnya saat dihubungi, Jumat (23/2/2018).

Bersambung ke halaman dua

"Katakanlah cacing jantung, itu kan enggak awam kita dengar. Ini ada pada anjing. Media perantaranya nyamuk," kata Yoesoef.

Yoesoef menjelaskan, heartworm atau cacing jantung yang diidap anjing disebabkan parasit cacing Genus Dirofilaria Immitis yang menyerang dan berkembang biak di organ jantung, hati, paru dan ginjal.

Media perantaranya adalah gigitan nyamuk Anopheles sp dan Culex sp yang terinfeksi larva cacing jantung (mikrofilaria). Nyamuk pembawa mikrofilaria menyebarkannya saat mengisap darah anjing.

Selain itu, lanjut Yoesoef, ada risiko tersebarnya penyakit dari hewan kepada manusia, seperti rabies, melalui gigitan anjing, kera dan kucing.

"Kontrolnya tidak akan sempurna. Beda dengan hewan ternak yang sudah legal dikonsumsi, benar-benar diawasi pemerintah. Ini kan tidak," ucapnya.

Yoesoef mengatakan, salah satu barometer dan kesejahteraan sebuah negara adalah bisa dilihat dari hewan-hewan yang diurus dengan tertib, bukan dibiarkan liar. Setiap anjing seharusnya divaksinasi, begitu pula pemilik dan para tetangganya.

Kalau anjing hanya dimanfaatkan hanya untuk gaya-gayaan, hanya sebagai satpam rumah tanpa divaksinasi, lanjut dia, maka berpotensi terjadi penyebaran virus.

Yoesoef juga berharap pemerintah tegas dengan memerhatikan nasib hewan-hewan peliharaan.

"Karena objeknya ini kan enggak bisa ngomong, enggak bisa ngeluh, enggak bisa ngadu. Medan ini kan kota terbesar ketiga di Indonesia, tetapi rumah sakit hewan saja tidak punya, ke mana peran pemerintah?" tambahnya kemudian.

Namun, soal kepercayaan masyarakat bahwa daging anjing bisa meningkatkan daya tahan tubuh dan mengobati sejumlah penyakit, Yoesoef tak mengiyakan dan tak juga menampiknya.

"Masih banyak sumber hewani lainnya. Kalau daging anjing diyakini mujarab sebagai obat, nanti malah akan bertentangan dengan para pecinta anjing. Tapi tetap intinya harus ada dulu regulasi yang mengatur dengan tegas soal ini," tuturnya.

Kepala Dinas Peternakan Sumatera Utara Dahler Lubis yang dimintai tanggapannya soal minat masyarakat yang tergolong tinggi mengonsumsi daging anjing juga menegaskan,  anjing tidak layak untuk dikonsumsi.

Pernyataannya merujuk kepada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang menyatakan bahwa hewan kesayangan tidak untuk dikonsumsi.

"Anjing termasuk hewan kesayangan. Kami rutin melakukan vaksinasi terhadap hewan penular rabies, salah satunya anjing. Konsumsi anjing yang ada di masyarakat adalah pemotongan liar. Tidak masuk dalam pelaporan dinas teknis oleh kabupaten," kata Dahler.


TAMAT

https://regional.kompas.com/read/2018/02/23/12521791/perjalanan-daging-anjing-di-medan-dari-pasar-sampai-piring-makan-3

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke