Salin Artikel

Wujud Nyata Demokrasi dan Harapan Baru Warga di Kampung Perbukitan Karst

Meski demikian, hawa adem sedikit terasa menyentuh kulit lantaran kampung terpencil ini berlokasi di dataran tinggi perbukitan karst.

Rimbunnya pepohonan yang tumbuh di kawasan ini juga semakin menambah suhu di lingkungan permukiman menjadi teduh.

Sekitar pukul 13.00 WIB, dimulai hajatan di RT 03 RW 03, suatu permukiman di pegunungan Kendeng Utara. Ratusan warga berkumpul di halaman depan rumah sederhana milik seorang warga setempat. 

Ya... sebuah pesta demokrasi tengah berlangsung di sini. Unik memang, karena tak lazim seperti perhelatan umum lainnya. Tak segempar seperti pemilihan presiden ataupun gubernur, tetapi sarat akan makna.

Warga menggelar pemilihan langsung ketua rukun tetangga (RT) yang dikemas ala pencoblosan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Tersedia tempat pemungutan suara (TPS), sejumlah petugas selayaknya tim Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan bilik suara.

Pemungutan suara juga nyaris tak ada bedanya dengan tata cara pencoblosan pilkada. Satu per satu warga yang telah terdaftar sebagai pemilih mengantre untuk menunjukkan identitas kepada petugas di pintu masuk TPS.

Setelah tercatat, para pemilih dipersilakan duduk untuk menunggu giliran panggilan dari petugas melalui pengeras suara. Petugas memanggil pemilih berdasarkan urutan kedatangan untuk diberikan surat suara. 

Pemilih selanjutnya masuk bilik suara dan mencoblos surat suara yang terlampir gambar pasangan calon ketua RT. Surat suara yang sudah dicoblos dimasukkan ke kotak suara. Pemilih kemudian menuju meja tinta untuk menandai jari dengan tinta.

Sebuah percontohan kecil upaya warga untuk memberi kebebasan terhadap seseorang dalam menentukan sosok pemimpin yang dinilainya patut dijadikan suri tauladan. Mereka berpartisipasi langsung menunjuk pemimpin harapannya.

Kali pertama terjadi

Kepala Desa Selojari, Ummu Wastiyah, menyampaikan, kegiatan seperti ini baru kali pertama digelar di wilayahnya. Pemilihan ketua RT yang dilaksanakan ala pencoblosan pilkada ini muncul atas gagasan warga sendiri.

Pihak desa pun mewujudkan keinginan warga karena secara tak langsung justru menanamkan pendidikan politik yang jujur dan adil dalam kebersamaan serta kesamaan tujuan.

"Ada 150-an pemilih yang terdiri dari bapak-bapak dan ibu-ibu. Petugas yang diterjunkan dalam pemilihan ketua RT ini adalah para remaja. Hari ini mereka semua berkumpul membiasakan arti demokrasi sesungguhnya. Apalagi tahun ini adalah tahun politik. Ini sejarah dan pertama kali di desa kami, bahkan baru pertama kali di Grobogan," ungkap Ummu yang menyaksikan proses pemungutan suara.

Pergantian ketua RT di RT 03 RW 03, Dusun Selojari Atas, Desa Selojari, ini terpaksa digelar akibat Sutomo (68) mengundurkan diri dari jabatan yang telah diembannya selama lebih dari 24 tahun. 

"Saya sudah tua, fisik ini sudah tak sekuat dulu. Saya ingin momong cucu saja. Biarkan yang lebih muda yang menggantikan saya," tutur pria yang berprofesi sebagai petani ini.

Menjadi contoh

Dalam kegiatan yang berlangsung hampir dua jam ini, ketua RT terpilih langsung diumumkan di hadapan masyarakat dengan disaksikan para perangkat desa. Masing-masing hasil surat suara berisi harapan warga dibacakan secara bertahap oleh petugas. Petugas yang lain mencatat suara warga di papan tulis.

Sorak sorai warga terus bersahutan mendukung calon yang didukung. Ada tiga calon ketua RT 03 RW 03, yakni Achmad (47), Nurul Huda (45), dan Muh Mualimin (38). Ketiga calon ini pun didatangkan dan duduk berdampingan di lokasi TPS.

Masing-masing calon ketua RT ini mengemuka melalui hasil suara terbanyak warga sebelumnya. Ketiga petani itu kandidat terkuat. Sama-sama aktif di struktur organisasi desa.

Warga Desa Selojari yang mayoritas petani dan pekerja bangunan mengapresiasi dengan baik langkah warga RT 03 RW 03 ini. Mereka ikut berkerumun mendukung. Hal ini diharapkan menjadi cermin bagi RT lain untuk turut menyusulnya. Sebagai catatan, biasanya pemilihan ketua RT menampung aspirasi warga melalui musyawarah.

"Demokrasi seperti inilah yang kami harapkan. Meski dari tingkat paling kecil, prosesnya jujur dan damai tanpa pelanggaran. Siapa pun terpilih, kami senang dan mendukung. Semoga bisa menjadi contoh bagi semua," kata Mas Mun (40), warga setempat.

Demokrasi dan toleransi beragama

Waktu berlalu, Nurul Huda-lah yang akhirnya terpilih menjadi Ketua RT 03 RW 03, Dusun Selojari Atas, Desa Selojari. Dari hasil penghitungan suara, ia menyisihkan dua kandidat lain dengan memperoleh 60 suara. Terpaut tipis dengan yang lain.

Keputusan itu tidak memancing suasana memanas, justru mereka larut dalam kebersamaan. Siapa pun calon yang terpilih, warga tidak bergejolak. Mereka menerima hasil keputusan final tanpa harus saling sikut.

Seketika, Nurul dikejar oleh massa, baik pendukungnya maupun pendukung yang lain. Nurul digendong, kemudian diarak warga. Warga pun menurunkan Nurul di atas gerobak dan mendorongnya berkeliling kampung dengan diiringi permainan musik rebana. Saat itu warga dan Nurul hanyut dalam kebahagiaan. Mereka tertawa serta menangis terharu.

"Terima kasih sudah memercayakan saya. Saya akan melanjutkan program terdahulu, seperti pemberdayaan masyarakat di bidang pertanian dan budidaya lele. Selama ini warga hidup dinamis dalam kesederhanaan. Selain mengajarkan demokrasi yang baik, pemilihan ketua RT ala pencoblosan pilkada ini adalah wujud kerukunan dan toleransi di desa kami. Meski berbagai macam agama, kami semua saling menyayangi dan mendukung," terang bapak dua anak ini.

https://regional.kompas.com/read/2018/02/12/16432841/wujud-nyata-demokrasi-dan-harapan-baru-warga-di-kampung-perbukitan-karst

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke