Salin Artikel

Disorot Ombudsman, SMP Negeri 5 Blora Kembalikan Uang Iuran Komputer

Langkah ini untuk menindaklanjuti permintaan Ombudsman RI yang menilai bahwa upaya pihak komite SMPN 5 Blora itu telah berbenturan dengan Surat Edaran dari Mendikbud tahun 2016. 

Dalam isi surat resmi itu menegaskan bahwa biaya UNBK tidak boleh dibebankan kepada orangtua murid atau wali murid. Karenanya, pihak sekolah tidak diperbolehkan memaksakan diri mengikuti UNBK dengan membebankan biayanya kepada pihak orangtua murid atau wali murid.

"Sebenarnya itu sumbangan dan bukan pungutan. Namun daripada disorot sana-sini, sejak Sabtu lalu hingga pekan ini uang akan kami kembalikan. Wali murid yang datang akan kami serahkan uangnya," kata Ketua komite SMP Negeri 5 Blora, Sukamto, Senin (29/1/2018).

Menurut Sukamto, semula permintaan sumbangan kepada 641 wali murid kelas 7, 8 dan 9 itu bertujuan baik untuk kemajuan sekolah. Setidaknya para murid SMPN 5 Blora bisa menggelar program UNBK secara mandiri tanpa harus menginduk ke sekolah lain.

"Tapi ya sudahlah, toh kami tidak pernah memaksa. Maaf kepada semuanya, niat kami baik. Terkait UN nanti, kita tidak paksakan harus UNBK, bisa berbasis kertas/pensil," pungkas Sukamto.

Sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten Blora, Singgih Hartono, mengapresiasi upaya sekolah mengembalikan uang iuran pengadaan komputer kepada wali murid tersebut.

"Meski belum semua uang tersebut dikembalikan, namun pihak sekolah berjanji segera menyelesaikannya. Saya belum menandatangani berita acara pengembalian. Sebab di berita acara belum ada kejelasan terkait berapa uang yang diterima, yang dikembalikan berapa, yang belum diambil berapa. Jadi biar dibenahi dulu, biar ada transparasi ke masyarakat." kata Singgih.

Uang iuran pengadaan komputer sebagai penunjang UNBK di sejumlah SMPN di Blora menjadi perhatian serius Ombudsman RI. Beberapa waktu lalu, pelaksana tugas (Plt) Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jateng, Sabarudin Hulu bersama tim mengklarifikasi dugaan pungutan liar yang dibebankan kepada orangtua murid/wali murid itu ke Blora.

Menurut Sabarudin, sumbangan dalam bentuk apapun dari wali murid untuk UNBK dilarang. Karenanya ia meminta pihak SMP Negeri segera mengembalikan uang yang sudah dibayarkan kepada para orangtua murid/wali murid.

Meski penggalangan dana untuk pendidikan merupakan tugas dari Komite Sekolah, kata Sabarudin, namun pendanaan penyelenggaraan UNBK yang dibebankan kepada orangtua peserta didik atau wali murid mutlak tidak dibenarkan. 

Menurutnya, penggalangan dana itu berpotensi menimbulkan maladministrasi berupa penyimpangan prosedur yang melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah dan Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2016 terkait larangan pembebanan biaya UNBK kepada orang tua murid/wali murid.

"Komite sekolah seyogyanya dapat menggalang dana melalui upaya inovatif lainnya selain membebankan kepada wali murid. Apabila belum mampu mengadakan sarana prasarana UNBK, pihak sekolah dapat bekerja sama dengan sekolah lain dalam menyelenggarakan UNBK," ujar Sabarudin.

Berkaca dari permasalahan itu, Kapolres Blora AKBP Saptono mengingatkan kepada setiap kepala sekolah dan komite sekolah untuk lebih jeli dalam membedakan antara pungutan dan sumbangan. Saptono berharap apa yang tertulis dalam Pemerdibud no 75 tahun 2016 bisa dipahami secara matang. 

"Sebab di pasal 10 dalam Permendikbud tersebut telah diuraikan secara gamblang. Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya berbentuk bantuan dan sumbangan, bukan pungutan," kata Saptono.

Menurut Saptono, aturan itu menjelaskan bahwa sumbangan yang dimaksud adalah harus secara sukarela, jumlah nominalnya pun tidak boleh ditentukan. Sehingga jika tidak sesuai dengan uraian tersebut, maka hal itu patut diduga termasuk sebagai praktik pungutan dan bisa masuk ranah hukum.

"Tidak boleh ditentukan nominalnya, ini yang perlu dicatat, jangan sampai kamu anaknya polisi, bapak kamu anggota DPRD harus sumbang sekian, jika terjadi seperti itu maka itu dinamakan pungutan. Selain itu hasil penggalangan dana itu harus terkumpul dalam rekening bersama antara sekolah dan komite," katanya.

Lanjut Saptono, pengadaan komputer untuk UNBK tujuannnya bagus, namun jika prosesnya tidak sesuai secara aturan dan hukum yang ada, maka itu adalah kesalahan dari pihak penyelenggara.

"Jadi semua itu ada aturannya. Pelajari dulu sebelum melangkah," pungkasnya.

Untuk diketahui, Ombudsman Republik Indonesia turun tangan menyikapi dugaan praktik pungutan liar di sejumlah SMP negeri di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. 

Dari kasus yang mencuat, para wali murid dibebani iuran untuk pengadaan komputer sebagai sarana penunjang Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Jumlah sumbangan di masing-masing sekolah bervariasi, mulai dari Rp 100.000 hingga Rp 400.000 per kepala.

https://regional.kompas.com/read/2018/01/29/19424561/disorot-ombudsman-smp-negeri-5-blora-kembalikan-uang-iuran-komputer

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke