Salin Artikel

Pilkada Jateng, Bupati Kudus Menolak Disebut Pesaing Ganjar Pranowo

Hal itu dikatakan Musthofa menanggapi pendapat pengamat politik Undip, Teguh Yuwono, yang mengatakan dua dari lima calon yang mendaftar sebagai cabug di PDI-P dianggap bersaing ketat. Keduanya adalah petahana Ganjar Pranowo dan Bupati Kudus Musthofa.

"Saya kurang sepakat kalau bicara bersaing. (Sebab) keluarga besar PDI-P ini saling menguatkan," kata Musthofa di sela pertemuannya dengan pengurus Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thoyyibah (SPPTQ) di Kalibening, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga, Rabu (27/12/2017).

Menurut Kang Mus, sapaan akrab Musthofa, Ganjar adalah Gubernur Jateng yang juga gubernurnya masyarakat Kudus. Sedangkan dirinya adalah Bupati Kudus dan sama-sama kader PDI-P, sehingga secara esensi hanya melaksanakan amanah dan perintah ketua umum PDI-P.

"Tidak ada sesuatu yang membuat kami harus bersaing antara satu dengan yang lain," tandasnya.

Kang Mus mengatakan, sebagai petugas partai dirinya harus tegak lurus menjalankan instruksi partai. Termasuk kepada siapa rekomendasi ketum PDI-P nantinya bakal turun, kepada Ganjar Pranowo ataupun dirinya.

"Tidak masalah, saya pernah tahun 2003 dapat rekom tidak jadi bupati. Tapi saya tetap konsisten dan tahun 2008 terpilih menjadi bupati Kudus bahkan hingga dua periode," ujarnya.

Namun ia tak menampik jika kunjungannya ke Qaryah Tayyibah Salatiga ini menjadi bagian dari upayanya mendekatkan diri dengan komunitas masyarakat di Jawa Tengah. Ia tidak ingin ada kesan menunggu rekomendasi, namun tidak melakukan apapun.

Qaryah Tayyibah yang selama ini dipahaminya hanya bergerak dalam bidang pendidikan informal, ternyata ikut memberdayakan ribuan petani untuk mendapatkan kedaulatannya.

Maka dari itu pola-pola pemberdayaan petani dan masyarakat yang dilakukan Qaryah Thayyibah akan segera diterapkan di Kabupaten Kudus dalam waktu singkat ini.

"Langsung diimplementasikan, kalau bisa minggu depan, saya minta minggu depan," tandasnya.

Kata Kang Mus, pemimpin itu bisa berarti pemimpin formal maupun pemimpin informal. Bagi dirinya seseorang tidak harus menjadi pemimpin formal di pemerintahan untuk bisa membangun kemaslahatan masyarakat.

"Kalau pun nantinya mendapatkan kewenangan yang lebih besar, tidak ada salahnya pola Qaryah Thayyibah ini diimplementasikan di seluruh Jawa Tengah," pungkasnya.

Menanggapi kunjungan Musthofa, pendiri Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thoyyibah, Ahmad Bahruddin tak menampik apa yang disepakati dalam pertemuan ini disebut semacam ‘kontrak politik’.

Namun kontrak politik yang dimaksud bukan bersifat transaksional, melainkan kontrak politik memberdayakan rakyat. "Karena selama ini kedaulatan politik rakyat hanya tersalurkan di coblosan tok," kata Bahrudin.

Menurut Bahrudin, sekarang saatnya rakyat difasilitasi melalui permusyawaratan komunitas-komunitas dan mereka juga harus berproduksi mengelola sumber daya desa. Dengan demikian ke depan akan terwujud desa yang berdikari.

Rilnya, kata Bahrudin, rakyat didorong hingga bisa mewujudkan kelembagan ekonomi di level sekunder. Sehingga nanti Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) itu bisa mengakar, tidak 100 persen dimiliki desa, tetapi oleh rakyat.

"Dan tampaknya beliau sangat berharap ini bisa diimplementasikan. Apapun beliau mau jadi gubernur atau enggak ini akan menjadi agenda yang memberdayakan rakyat," ujarnya.

Pihaknya sangat mengapresiasi inisiatif Musthofa, lantaran silaturrahim ini dalam rangka sebagai kepala daerah Kudus untuk memberdayakan rakyatnya melalui konsep yang selama ini dilakukan oleh Qaryah Thayyibah.

"Kita saling menyambut, karena anggaran dasar Quryah Thayibah adalah mendorong kekuasaan dan politik untuk berpihak kepada rakyat," tandasnya.

https://regional.kompas.com/read/2017/12/28/07114401/pilkada-jateng-bupati-kudus-menolak-disebut-pesaing-ganjar-pranowo

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke