Salin Artikel

Kisah Sepeda Kayu Berteknologi Elektrik Hybrid Buatan Indonesia

Dengan menggunakan imajinasinya, anak-anak muda Depok ini memanfaatkan limbah kayu pohon karet menjadi bahan dasar pembuatan sepeda kayu yang ramah lingkungan.

Bahkan mereka mengklaim bahwa sepeda kayu yang dibuat dengan menggunakan proses bending (pembengkokan atau penekukan) ini yang pertama di dunia.

Pemuda ini ditemui di sebuah acara Bandung Inovation Festival di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Jalan Taman Sari Kota Bandung. Sebuah booth berukuran 2x2 meter itu tampak dipenuhi pengunjung yang tertarik melihat keunikan sepeda dengan bahan dasar kayu.

Ada beberapa jenis sepeda kayu yang dipamerkan di booth tersebut. Yakni jenis sepeda minifelo, minifelo batik, balance bike, folding, kayu bali, hingga sepeda jenis kayu bali monocoque. Kerangka (frame) serta setang sepeda ini terbuat dari kayu, dengan tambahan ban, rantai, sekrup, hingga mesin pendorong.

"Ide ini berangkat dari tiga point, yakni keinginan kami untuk memanfaatkan kayu, membangun kembali lifestyle bersepeda di kota besar, dan membantu mengatasi kemacetan serta polusi," kata Co-Founder Kayuh Wooden Bike, Maulidan Isbar (24), Sabtu (2/12/2017).

Sebelum memproduksi sepeda itu, pemuda kelahiran Jakarta, 28 Agustus 1994 ini melakukan riset bersama rekannya sejak tahun 2014. Namun selama 8 bulan proses riset, Idan - sapaan akrab Maulidan Isbar- akhirnya menemukan proses bending pada pembuatan frame sepeda.

"Kita akhirnya menemukan teknologi bending-nya itu. Jadi memang di dunia sudah dikembangkan jenis sepeda kayu tapi yang menggunakan teknik bending pertama itu baru kita di dunia, kategori sepeda, ini teknologi baru berbasis alam," ujarnya mengklaim.

Sumbernya yang sangat besar di Indonesia menjadi alasan utama pemilihan kayu karet menjadi bahan dasar sepedanya. Menurutnya, pohon karet ini setiap tahunnya ditebang dan ditanam kembali, bahkan tak sedikit limbah kayu yang sudah tak digunakan lantaran sudah tidak produktif dan hanya dijadikan kayu bakar.

"Biasanya orang hanya menggunakan limbah kayu ini sebagai kayu bakar, atau pun dibuang secara cuma-cuma, akhirnya kita pergunakan hal yang tak bernilai itu jadi added value dengan menggunakan sebagian pada sepeda ini," jelasnya.

Selain tahan lama, kayu karet memiliki daya elastisitas yang sangat tinggi, sehingga pada saat dibengkokkan (bending) pun kayu ini bisa melipat dari ujung ke ujungnya. "Kayu karet ini memenuhi syarat itu, kalau dibengkokan bisa dari ujung ke ujung," jelasnya.

Dengan kayu ini, pihaknya memperkirakan kekuatan sepeda kayu miliknya bisa bertahan atau digunakan hingga lima tahun lamanya. "Asalkan perawatannya yang tidak boleh kena basah, memang sepeda antik ini perlu perawatan khusus," jelasnya.

Seiring waktu, perjalan riset itu pun berkembang menjadi sebuah inovasi desain sepeda dengan konsep ergonomis-geografis, salah satunya desain Pulau Bali yang menjadi salah satu ikon pariwisata di Indonesia.

"Ke depan kita kembangkan desain geografis lainnya dan bisa dijadikan identitas karakter pada sepeda kita," harap mahasiswa Pariwisata Universitas Pancasila.

Dari desain itu pun kini Idan dan tim telah membuat sepeda kayu dengan menggabungkannya dengan sebuah teknologi, sistem eletrik hybrid. Elektrik hybrid ini keunggulanya bisa menggunakan pedal ataupun listrik. 

"Kita juga sudah punya yang elektrik, kita gabungkan kekuatan alam, teknologi, dan kultur, prinsip kita agar ini juga bisa menjaga keberlanjutan (sustainability), kesinambungan tetap dijaga sebagai bentuk pengupayaan," paparnya.

Ia bersama tim yang terdiri dari Didi Diarsa, Gian Gifar, Gambar Ardhika, Melinda Pratiwi, dan Bani Yusuf kemudian memberanikan diri untuk memproduksi dan menjual sepeda dari daur ulang limbah pohon kayu karet ini sejak tahun 2015.

Dalam satu pekan, Idan mengaku dapat memproduksi lima sepeda kayu dengan bobot 90-150 kilogram. "Memang proses pembuatannya handmade, lama juga karena harus tunggu proses kering, satu frame saja 3 hari," jelasnya.

Pembuatan bending kayu karet menjadi frame sepeda pun memang membutuhkan perhitungan geometri yang matang. Pasalnya, salah sedikit saja, kayu dapat patah dan harus digantikan dengan yang baru, apalagi pada saat proses pembengkokan, saat lem dan panas harus pas sehingga menyatu dengan bentukannya.

"Kalo besi patah mungkin bisa di as dan sambung, kalau kayu itu salah potong ya sudah diganti. Jadi pembuatannya ini dilihat dari unsur geometri, pemakaian sepeda, unsur panjang, penekanan beban, pembagian berat, sehingga pada saat pembuatan minim resiko kegagalan," jelasnya.

Bahkan, lanjutnya, lem yang digunakan dalam pembuatan sepeda kayu ini pun berbahan alami sesuai dengan standar internasional. "Ya bahan yang digunakan pun nonformalin, nonchemical, lem juga berbahan alami nonchemical jadi ke tangan juga gak gatal. Karena kalau pakai chemical pasti di-banned kalau ekspor ke luar negeri," jelasnya.

Hingga saat ini, Idan mengaku sudah memproduksi ratusan sepeda kayu yang kini sudah banyak terjual hingga 120 unit, yang dikirim ke berbagai daerah di Indonesia seperti Sumatera, Kalimantan, Bali, Bandung, Jabodetabek, dan Yogyakarta.

Bahkan tahun ini, pihaknya pun tengah mendapatkan pesanan sepeda untuk dikirim ke negara Spanyol, Dubai, Belanda, Australia, dan Inggris.

"Harganya mulai dari Rp 3 juta sampai Rp 10 juta. Untuk bahan ada yang recylce dan ada yang baru," katanya. 

Dengan dibuatnya sepeda kayu ini, pihaknya berharap dapat menarik minat masyarakat untuk menggunakan sepeda dan berkontribusi mengurangi polusi di kota-kota besar khususnya. "Untuk menarik daya minat orang untuk naik sepeda. Kalau unik kan orang mau kembali naik sepeda," tuturnya.

https://regional.kompas.com/read/2017/12/02/22161101/kisah-sepeda-kayu-berteknologi-elektrik-hybrid-buatan-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke