Salin Artikel

Gus Mus: Saya Baca Puisi karena Gus Dur

KENDAL, KOMPAS.com - Penonton yang memadati halaman Balai Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (1/12/2017) malam, langsung bertepuk tangan ketika pemandu acara, Agus Dewa, mempersilakan KH Musthofa Bisri naik ke panggung. Setelah duduk di kursi yang ada di atas panggung, kiai yang juga budayawan asal Rembang itu bercerita.

“Saya mulai membaca puisi ketika saya disuruh baca puisi oleh teman saya yang menjabat sebagai Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Saat itu ketuanya Abdurrahman Wachid. Saya disuruh membaca puisi berbahasa Arab," kata Musthofa Bisri.

Kiai yang biasa disapa Gus Mus itu menambahkan, saat itu yang mendengarkan banyak yang heran. Sebab, mereka beranggapan membaca puisi berbahasa Arab sama dengan membaca Al Quran.

“Setelah itu, saya ikut-ikutan baca puisi terus,” ujar dia.

Seusai bercerita, Gus Mus mulai membaca puisi-puisinya. Puisi pertama yang dibaca berjudul "Nyanyian Kebebasan atawa Boleh Apa Saja". Menurut Gus Mus, puisi itu adalah puisi yang dia buat tahun 1987.

Berikut ini isi puisinya:

Nyanyian Kebebasan atawa Boleh Apa Saja

Merdeka!
Ohoi, ucapkanlah lagi pelan-pelan
Merdeka
Kau ‘kan tahu nikmatnya
Nyanyian kebebasan

Ohoi,
Lelaki boleh genit bermanja-manja
Wanita boleh sengit bermain bola
Anak muda boleh berkhutbah dimana-mana
Orang tua boleh berpacaran dimana saja

Ohoi,
Politikus boleh berlagak kiai
Kiai boleh main film semau hati
Ilmuwan boleh menggugat ayat
Gelandangan boleh mewakili rakyat

Ohoi,
Dokter medis boleh membakar kemenyan
Dukun klenik boleh mengatur kesejahteraan
Saudara sendiri boleh dimaki
Tuyul peri boleh dibaiki

Ohoi,
Pengusaha boleh melacur
Pelacur boleh berusaha
Pembangunan boleh berjudi
Penjudi boleh membangun

Ohoi,
Yang kaya boleh mengabaikan saudaranya
Yang miskin boleh menggadaikan segalanya
Yang di atas boleh dijilat hingga mabuk
Yang di bawah boleh diinjak hingga remuk

Ohoi,
Seniman boleh bersufi-sufi
Sufi boleh berseni-seni
Penyair boleh berdzikir samawi
Muballigh boleh berpuisi duniawi

Ohoi,
Si anu boleh anu
Siapa boleh apa
Merdeka?

Tepuk tangan dari penonton kembali menggema. Setelah, itu Gus Mus kembali menghipnotis hadirin dengan puisi "Nyanyian Kebebasan atawa Boleh Apa Saja II" yang dia ciptakan pada era Reformasi.

“Sudah, ya. Saya sudah capek,” kata Gus Mus seusai membacakan puisi terakhirnya yang berjudul "Allah Akbar".

Ya, malam itu Gus Mus membacakan sekitar 12 puisinya di hadapan penonton yang berjumlah ratusan. Mereka ada yang berstatus, seniman, kiai, wartawan, santri, mahasiswa, dan lainnya.

Di Semarang, Gus Mus diundang oleh Sastra Pelataran Semarang pimpinan Agus Dhewa. Menurut Agus, acara malam ini adalah untuk kali ke-12. Sebelumnya, penyair yang pernah hadir membacakan puisinya di Sastra Pelataran adalan Sutardji Calzoum Bahri dan Djawahir Muhamad. 

“Tadi sebelum Gus Mus membacakan puisinya telah tampil Fatin Papyrus Hamama, Niken Ardhana Reswari, dan Musikalisasi Puisi Swaranobya,” ucap Agus.

https://regional.kompas.com/read/2017/12/02/10191741/gus-mus-saya-baca-puisi-karena-gus-dur

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke