Salin Artikel

Perjuangan Anak Pembuat Nasi Kucing Menjadi Lulusan Terbaik...

Lewat kerja kerasnya, perempuan 24 tahun ini menjadi lulusan terbaik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Nurasih lahir dikeluarga yang sederhana. Sejak Sekolah Dasar (SD) Nurasih hidup bersama kakak dan ibunya Sujeti di Ngijon RT 03/ RW 15, Kelurahan Sendangarum, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman.

Sang Ibu, Sujeti, berjuang keras untuk membesarkan dirinya dan kakaknya. Tak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Sujeti membanting tulang agar bisa membiayai sekolah kedua anaknya.

Setiap hari ibunya membuat nasi kucing dan berbagai lauk untuk disetorkan ke angkringan.

"Ibu di rumah bikin nasi kucing, gorengan, dan berbagai lauk untuk angkringan. Setiap hari di setorkan ke angkringan di daerah Ngijon," ujar Nurasih (24), Senin (30/10/2017).

Penghasilan dari nasi kucing, gorengan, dan berbagai lauk tidak besar. Perharinya Sujeti rata-rata memperoleh keuntungan Rp 30.000 sampai Rp 40.000.

Namun, keterbatasan tidak menjadi alasan bagi Nurasih untuk menyerah pada keadaan. Tapi keterbatasan justru melecut semangat perempuan kelahiran 22 Agustus 1994 ini untuk bisa meraih hasil terbaik dalam pendidikannya.

Di sela membantu ibunya, Nurasih tidak pernah melupakan waktu untuk belajar. Perempuan berusia 24 tahun ini akhirnya bisa bertengger di ranking tiga besar dan lulus dari SMKN 7 Yogyakarta.

Setelah lulus, Nurasih yang memiliki mimpi melanjutkan ke perguruan tinggi diminta untuk langsung bekerja. Sebab kondisi keluarga tidak memungkinkan untuk membiayai selama di perguruan tinggi.

"Saya diminta untuk kerja, sudah dicarikan pekerjaan juga. Tapi saya ingin tetap melanjutkan ke perguruan tinggi," tegasnya.

Di dalam kebimbangannya memilih, seorang gurunya memberitahu jika saat ini banyak beasiswa bagi siswa berprestasi dan tidak mampu. Informasi tersebut bagi Nurasih seperti cahaya lilin dalam kegelapan.

"Saya berjuang untuk bisa meraih beasiswa, karena itu jalan satu-satunya untuk bisa kuliah. Alhamdulilah saya bisa dapat jalur Bidik Misi di UMY dan mengambil jurusan Akuntansi," tuturnya.

Setelah mendapat beasiswa, ia tak lantas berpuas hati. Ia harus memikirkan cara agar bisa memenuhi kebutuhannya selama di perguruan tinggi. Sebab ia tidak ingin membebani ibunya dengan meminta uang untuk membeli buku ataupun uang saku.

"Tekad saya sebisa mungkin selama kuliah tidak akan membebani ibu, karena saya tahu keadaan ekonomi keluarga. Saya harus cari kerja agar bisa beli buku dan untuk uang saku," urainya.

Nurasih pun akhirnya mencari lowongan pekerjaan yang bisa dilakukanya di saat-saat jam kosong kuliah. Alhasil, Nurasih diterima kerja part time di sebuah biro perjalanan di daerah Maguwoharjo, Sleman. Ia pun harus menyesuaikan jadwal kuliah dengan pekerjaan.

Selain bisa memenuhi kebutuhanya untuk membeli buku dan uang saku, Nurasih menyisihkan uang hasil kerja untuk diberikan kepada ibunya. Meski tidak besar, namun setidaknya bisa sedikit membantu keuangan keluarga.

"Sebulan bisa dapat Rp 500.000 sampai Rp 600.000 itu juga kadang ditambah bonus. Ya selain untuk biaya hidup, saya kasihkan ke ibu," ucapnya.

Meski hari-harinya diisi dengan kuliah dan bekerja, Nurasih selalu menyempatkan waktu untuk belajar. Ia pun terpaksa mengurangi waktu tidurnya untuk belajar dan mengerjakan tugas.

"Awal-awal sulit membagi waktu untuk belajar. Pulang kerja malam hari jam 22.00 Wib kadang jam 23.00 Wib. Saya biasanya tidur sebentar, lalu bangun, lembur belajar dan mengerjakan tugas," urainya.

Namun semua itu dilakukanya demi bisa meraih cita-citanya bisa cepat lulus, mendapat pekerjaan yang baik, demi meningkatkan perekonomian keluarga serta membahagiakan ibunya.

"Saya ingin membahagiakan ibu dan mengangkat perekonomian keluarga. Seberat apapun tetap akan saya lakukan demi cita-cita," tandasnya.

Proses memang tidak pernah mengkhianati hasil. Pada 21 Oktober 2017 menjadi saat membahagiakan bagi Nurasih dan Sujeti.

Nurasih menuntaskan masa studinya dan diwisuda. Lebih membahagiakan lagi, perempuan kelahiran 22 Agustus 1994 ini mendapat IPK 3.94 dan lulus dengan predikat terbaik.

"Alhamdulilah bisa lulus dengan predikat terbaik, kemarin ibu dan kakak datang di acara wisuda," tuturnya.

Setelah lulus, Nurasih masih akan meneruskan pekerjaannya di Agen Perjalanan sebab sudah diangkat pekerja tetap. Namun ke depan, ia ingin melanjutkan pendidikannya ke S2.

"Kalau ada kesempatan S2 akan saya ambil, sementara di sini dulu. Sembari menunggu peluang yang lebih baik lagi," pungkasnya. 

https://regional.kompas.com/read/2017/10/31/14061501/perjuangan-anak-pembuat-nasi-kucing-menjadi-lulusan-terbaik

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke