Salin Artikel

Jambore TIK Penyandang Disabilitas, Mimpi Menembus Dunia Kerja

Siswa kelas 2 tingkat menengah atas (SMA) di sekolah luar biasa (SLB) negeri Balikpapan ini menjulurkan muka sedekat-dekatnya pada layar laptop. Tidak jarang jidatnya sampai menempel pada layar itu. Sembari mengamati huruf demi huruf di layar laptop, jari Agung terus 'menari' di banyak tuts keyboard laptop untuk menulis.

Satu per satu kolom ataupun lajur di Excel terisi rangkaian huruf dan kata. Perjuangan yang tidak sia-sia. Dia berhasil melengkapi tugas mengisi kolom tabel Excel.

"Seperti inilah mereka ketika sedang membaca tulisan (dengan jarak sangat dekat) di laptop. Dengan jarak pandang sangat terbatas, mereka bisa menghasilkan apa yang orang normal kerjakan," kata Noor Yasin, di Jambore Teknologi Informasi dan Komputer (TIK) yang berlangsung di Balikpapan, Kalimantan Timur, 26 Oktober 2017.

Jambore TIK ini merupakan ajang pertemuan disabilitas atau penyandang cacat, baik penglihatan, pendengaran, fisik dan intelektual. Mereka datang dari berbagai provinsi di Kalimantan untuk mengikuti Jambore yang berlangsung 25-27 Oktober 2017.

Di Jambore itu, mereka berkumpul, berlatih, dan mengembangkan potensi di keterampilan seputar teknologi informatika, seperti microsoft office, internet, desain grafis hingga publik speaking. Puncak dari pelatihan adalah kompetisi, baik individu maupun secara berkelompok.

Bertemunya ratusan disabilitas ini diprakarsai Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementrian Komunikasi yang bekerja sama dengan Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi Informatika.

Agung salah satu peserta Jambore. Ia penyandang disabilitas penglihatan atau tuna netra. Agung menderita low vision, satu dari dua jenis kebutaan, yakni tidak bisa melihat sama sekali atau hanya bisa melihat obyek dengan jarak pandang sangat terbatas.

"Agung masuk kategori low vision atau hanya bisa melihat jarak terbatas. Kacamata tidak lagi membantu dirinya," kata Yasin selagi menjadi pendamping instruktur di kelas disabilitas penglihatan.

Jambore TIK, menurut Yasin, merupakan bagian dari upaya pemerintah menunjukkan bahwa penyandang disabilitas juga punya kesempatan bersaing di dunia kerja meski dalam keterbatasan fisik. Salah satunya adalah di bidang keahlian teknologi informasi dan komputerisasi (TIK) ini.

Saat ini, TIK telah berkembang menjadi teknologi yang ramah bagi penyandang cacat. Yasin mencontohkan, Ms Word dan Ms Excel juga bisa dipakai penyandang disabilitas penglihatan.

“Siswa bisa membedakan perintah dalam Excel, dari suara yang memang telah ada dalam program itu sendiri. Sudah ada programnya. Misal petunjuk rata kanan, rata kiri, ada dalam bentuk suara. Mereka (tuna netra) bisa cepat memahami,”  katanya.

Seorang disabilitas penglihatan bisa saja mahir menggunakan Ms Word maupun Excel sama dengan manusia normal pada umumnya. Karenanya, peluang masa depan yang sama pun terbuka.

“Selama ini kita cuma tahu orang tuna netra hanya jadi tukang pijat. Tidak! Mereka banyak juga yang jadi PNS, guru, dosen. Mereka ini juga bisa bikin blog, menulis cerita, mendesain. Peluangnya selalu terbuka,” kata Yasin.

“Meski beda-beda daya tangkap masing-masing, tapi tingkat intelegensia mereka bagus. tulah mengapa banyak yang cepat belajar,” kata Yasin.

Ade Rima, instruktur kelas disabilitas pendengaran atau tuna rungu, juga mengungkap hal serupa. Jambore dan semua perangkat pelatihan di dalamnya turut membangkitkan semangat dan motivasi para penyandang cacat untuk terus berkarya di masa depan.

Selama Jambore, mereka semakin mengenal kemahiran media sosial, berselancar di dunia aya, mengetik, dasar-dasar akuntansi, membuat poster, cerita, hingga gambar. Kemampuan itu kelak bisa jadi bekal di masa depan untuk masuk ke dunia kerja.

“Perusahaan tidak menerima mereka bekerja karena menilai penyandang cacat tidak memiliki kemampuan. Karenanya kita ingin mereka punya bekal untuk bersaing masuk ke dunia kerja. Ini mandat UU Nomor 8 tahun 2016 tentang disabilitas,” kata Ade Rima.

Dengan demikian, ia berharap mereka  tidak pupus harapan mewujudkan mimpi dan cita-citanya meski dalam keterbatasan. “(Seperti) dia ini bercita-cita bekerja di dunia otomotif agar bisa membantu  orang tuanya. Ia ingin dan menyemangati dirinya untuk harus berhasil," kata Ade Rima menerjemahkan bahasa tubuh dari Kevin Minggu, 14 tahun, salah satu peserta di Jambore itu.

Seketaris Badan Penelitian dan Pengembangan SDM Kementrian Komunikasi, Sri Cahaya Khaironi  mengatakan, kegiatan jambore agenda yang juga pernah dilaksanakan di Jayapura dan Manado.

Kali ini, Jambore ini diikuti kalangan remaja dan dewasa, usia 15 hingga 24 tahun untuk remaja dan usia 25 hingga 35 tahun di kategori dewasa. Mereka datang dari berbagai SLB di Kalimantan, panti asuhan, komunitas dan yayasan yang menaungi kalangan disabilitas.

“Mereka lolos seleksi secara online untuk ikut Jambore,” kata Sri Cahaya.

Acara Jambore TIK dibuka Farida Dwi Cahayarini, Sekjen Kominfo, Rabu (25/10/2017). Farida mengharapkan Jambore TIK dapat bermanfaat secara langsung kepada seluruh peserta.

“Mereka ini adalah orang orang spesial. Tak sedikit dari para kalangan disabilitas memiliki kelebihan. Bahkan banyak pula yang meraih gelar sarjana disertai dengan kemampuan lain, seperti menyanyi. Suaranya bagus membuat orang terpukau bagi siapa saja yang mendengar,” ujar dia dalam sambutannya.

https://regional.kompas.com/read/2017/10/26/20345411/jambore-tik-penyandang-disabilitas-mimpi-menembus-dunia-kerja

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke