Salin Artikel

Keris, "Ageman" Raja hingga Investasi

“Keris zaman kerajaan Hindu-Budha, dulu bentuknya seperti kadgo atau pisau belati. Fungsinya untuk senjata tikam. Tidak seperti sekarang yang mengenal estetika dan isoteri,” kata Kurator Museum Sonobudoyo, Sumitro, ketika berbincang dengan Kompas.com, Senin (2/10/2017).

Sumitro mengatakan, keris merupakan peninggalan budaya Nusantara yang sudah ada sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha. Menurut dia, keris yang bentuknya kadgo ini sudah dipakai prajurit untuk berperang atau masyarakat untuk melindungi diri pada zaman Kerajaan Tarumanegara pada 450 M.

Dikutip dari buku berjudul Kajian Koleksi Keris yang merupakan karya milik Museum Sonobudoyo, keris berbentuk belati ini merupakan bentuk awal keris. Bentuk keris awal itu bentuknya mirip belati gaya India. Fungsi keris sebagai senjata pun diperkuat catatan Ma Huan yang merupakan anggota Ekspedisi Ceng Ho.

Seiring dengan perkembangannya, kata Sumitro, pada abad ke-14 keris mulai memiliki bentuk yang lebih khas. Fungsinya pun mulai mengalami perubahan. Pertama keris sebagai ageman atau senjata yang dipakai raja setiap hari. Kedua keris sebagai sengkeran atau benda yang disimpan dengan tujuan untuk menjaga kerajaan supaya tidak diserang musuh. Terakhir keris dipakai perang atau senjata berbahan besi berkualitas campuran baja tinggi yang dipakai prajurit.  

“Keris pada abad ke-14 mulai mengenal estetika, seperti miliknya Ken Arok pada zaman Kerajaan Singosari,” kata Sumitro.

Dia mengatakan keris yang awalnya merupakan alat untuk melindungi diri itu mulai diperindah yang kemudian menjadi sebuah hasil karya seni luar biasa dan pusaka oleh sebagian besar masyarakat Jawa mulai berlangsung pada zaman Kerajaan Brawijaya (1478 M). Waktu itu, kata dia, rajanya mulai memerintahkan empu membuat keris untuk ageman.

Menurut dia, kondisi tersebut pun terus berlangsung sampai munculnya kerajaan Islam di Nusantara. Hal itu ditandai dengan adanya keris khas ulama pada zaman Kerajaan Demak.

“Keris zaman itu sudah mengenal estetika dan kegunaan lebih ke arah daya, sudah tidak dipakai untuk senjata tikam lagi. Tapi orang dengan melihat keris itu saja sudah merasa takut,” kata Sumitro.
 
Tak hanya menjadi pusaka, kata Sumitro, keris waktu itu juga sudah memiliki fungsi sosial. Sebab, kata dia, menunjukkan suatu kelas atau golongan seseorang di tatanan kehidupan masyarakat. Itu sebabnya setiap bentuk keris itu selalu berbeda. Sebab, tak semua orang dan sembarang orang bisa memesan keris kepada seorang empu.
 
“Empu pasti selalu menanyakan dulu latar belakang yang memesan keris. Sampai sekarang pun masih karena itu setiap bentuk keris itu bisa mengetahui status sosial seseorang. Misal keris milik raja berbeda dengan keris yang dimiliki pangeran,” ujar Sumitro.
 
“Ibaratnya keris itu seperti jabatan atau pangkat. Karena dulu itu tidak ada pangkat seperti sekarang, seperti jenderal bintangnya empat,. Kalau melihat keris itu bisa melihat kelas seseorang. hal itu bisa dilihat dari sarung atau bentuk bilahnya,” kata Sumitro.

https://regional.kompas.com/read/2017/10/26/07070061/keris-ageman-raja-hingga-investasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke