Salin Artikel

Tutup Transportasi Online Harus Memenuhi Dua Unsur Ini

Sejak Juli 2017 lalu, awak angkutan umum konvensional setempat sudah melayangkan protes ke Pemerintah Kota (Pemkot) Magelang. Mereka menuntut ketegasan pemkot untuk menertibkan transportasi berbasis aplikasi tersebut karena telah merugikan pendapatan mereka.

Awak angkutan umum yang tergabung dalam Forum Komunikasi Awak Angkutan Magelang (Forkam) melihat transportasi online masih beroperasi di wilayah Kota Magelang dan sekitarnya. Padahal, pemkot tidak memberikan rekomendasi pada izin operasional transportasi tersebut.

Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Kota Magelang, Catur Budi Fajar, menyatakan sampai saat ini masih dalam pembahasan bagaimana bentuk penertiban yang dimaksud. Sebab, transportasi online beroperasi dengan aplikasi yang sudah tersistem di telepon pintar.

"Mereke beroperasi pakai aplikasi. Sementara kita tidak bisa menutup aplikasi begitu saja. Pemerintah bisa menutup aplikasi apabila mengandung unsur SARA dan pornografi. Sedangkan aplikasi transportasi, tidak memenuhi dua unsur tersebut," tutur Catur, Rabu (11/10/2017)

Pihaknya memahami apa yang dikeluhkan oleh para awak angkutan konvensional, begitu pun dengan pengemudi transportasi online. Dia meminta agar kedua belah pihak tetap menjaga kondusivitas Kota Magelang, sementara pemkot merumuskan langkah kebijakan yang tepat.

"Keinginan Forkam jelas menghendaki transportasi online tidak ada di Kota Magelang. Kalau persoalan operasional, sudah ada rekomendasi pemkot yang tidak mengizinkan. Nah, Satpol PP sebagai penegak perda juga baru merumuskan. Termasuk berkoordinasi dengan kepolisian juga," terangnya.

Sementara ini, lanjutnya, kemungkinan akan dibuat zona-zona tempat transportasi online boleh dan tidak beroperasi. Langkah ini diharapkan menjadi solusi bagi kedua belah pihak.

"Di daerah mana pun pasti terjadi benturan awalnya, sebelum kemudian berjalan beriringan. Pekalongan sempat geger, mereka berkunjung ke sini (Kota Magelang) untuk mempelajari persoalan ini. Tinggal bagaimana nanti kedua belah pihak ini mau tidak duduk bersama untuk diskusi mencari titik temu," katanya.

Dwi Yoko, wakil koordinator paguyuban pengemudi salah satu ojek online (Go-Jek) Kota Magelang menjelaskan, desakan penertiban semestinya tidak perlu berlebihan. Karena, transportasi online memiliki segmentasi pasar sendiri, berbeda dengan angkutan konvensional.

Bahkan dia menyebut, transportasi online lebih banyak beroperasi sebagai jasa pengantar makanan (Go-Food) dibanding mengantar penumpang (Go-Ride).

"Segmentasi kami dengan angkot berbeda. Pelanggan kami sekitar 80 persen (di Kota Magelang) memanfaatkan jasa Go-Food, sisanya Go-Ride," ucapnya.

Dia juga menyatakan tarif angkutan umum justru lebih murah, hanya Rp 2.000 sekali jalan, dibanding ojek online yang tarif minimalnya Rp 8.000. Jadi menurutnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan keberadaan transportasi online, karena keduanya bisa saling berdampingan.

https://regional.kompas.com/read/2017/10/12/08323691/tutup-transportasi-online-harus-memenuhi-dua-unsur-ini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke