Salin Artikel

Kesenian Kuda Lumping di Gresik Tak Takut Ditinggal Generasi Muda

Namun pikiran tersebut, tampaknya tidak berlaku bagi kesenian kuda lumping di Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

Salah satunya grup kuda lumping ‘Bintang Purnama’, yang ada di Desa Kesambenkulon, Kecamatan Wringinanom, Gresik. Mereka tetap eksis karena masih digemari masyarakat sekitar.

“Syukur alhamdulillah, tontonan seperti ini masih digemari warga. Tidak hanya orangtua dan dewasa, namun juga anak-anak dan remaja,” ujar Suwito (51), pimpinan grup kuda lumping Bintang Purnama, Rabu (11/10/2017).

Usaha yang dirintis Suwito sejak 1987 tersebut terbukti masih eksis. Alasannya karena banyak remaja yang masih menggemari hiburan kuda lumping. Begitu juga anak-anak usia sekolah, yang kerap hadir menonton langsung pertunjukan.

“Bahkan untuk anak-anak muda, yang sebagian merupakan anggota karang taruna, ada yang ikut gabung. Cuma mereka biasa ikut kalau pas libur atau tidak sekolah saja. Ada yang pegang gendang, gamelan, tapi kalau pemain kuda lumpingnya itu biasanya yang tua-tua,” jelasnya.

Grup kuda lumping Bintang Purnama memiliki 40-an anggota, meski untuk setiap pementasan berganti-ganti personel. Karena menyesuaikan kesiapan anggota, yang bisa bergabung saat acara.

“Sebab anggotanya itu punya kesibukan sendiri-sendiri. Ada yang jadi tukang, petani, anak sekolah. Jadi yang bisa saja saat acara. Tidak apa-apa kami sudah terbiasa, sebab semua anggota sudah saling melengkapi. Hanya pemain kuda lumping saja yang khusus, karena orang-orangnya itu saja,” beber Suwito.

Kurang Menguntungkan

Hanya memang, bila ditilik dari segi pendapatan, kesenian kuda lumping belum bisa dijadikan sandaran untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sehari-hari. Sebab job order belum pasti ada setiap hari. Kalaupun dapat orderan, bayaran yang didapat juga relatif cukup kecil.

“Sekali tanggapan (job order) biasanya sih sekitar Rp 4 juta hingga Rp 5 juta. Tapi itu kan dibagi banyak orang. Belum lagi harus sewa sound system dan peralatan lain. Paling ketemunya kalau setiap orang, sekitar Rp50.000an atau lebih dikit untuk sekali tanggapan,” kata Suwito.

Kondisi tersebut, membuat para anggota grup kuda lumping Bintang Purnama memiliki pekerjaan lain. Apakah itu bekerja sebagai petani, pekerja serabutan, maupun tukang bangunan.

“Bagaimana cukup dengan uang segitu untuk biaya hidup keluarga sehari-hari. Makanya saya tetap bertani, sementara di grup kuda lumping ini sebagai sambian (kerja sampingan) saja sambil menyalurkan hobi,” ucap Thohir Djunaedi (50), salah satu anggota grup.

Thohir mengaku, job order kuda lumping sempat lesu beberapa tahun lalu. Job order sepi dan kurang diminati masyarakat.

“Namun tahun ini alhamdulillah, mulai ramai kembali. Apalagi yang pas Bulan Agustus kemarin, malah biasanya dapat undangan dua hari atau tiga hari sekali, bahkan sampai luar kota,” terangnya.

Kuda Lumping Lucu

Muhammad Rizal (12), salah seorang bocah yang biasa melihat tontonan kuda lumping mengaku senang melihat kesenian tersebut. Selain menghibur, juga kerap menemui tingkah kocak dari para pemainnya.

“Seru saja lihatnya, apalagi kalau pemain kuda lumping sudah beraksi dan terkadang memang bertingkah lucu. Saya juga setiap menonton atraksi kuda lumping, selalu ditemani oleh keluarga,” ucap Rizal.

Bahkan warga Desa Kesambenkulon, optimistis kesenian kuda lumping bakal tetap eksis hingga beberapa tahun ke depan. Karena kesenian ini, masih bisa selaras dengan hiburan yang ada saat ini seperti orkes musik dangdut.

“Kan selain tontonan kuda lumping, ada iringan musik-musiknya juga yang bisa disesuaikan dengan keinginan, dengan musik dangdut misalnya,” tutur salah seorang warga Desa Kesambenkulon, Abdul Fatah (45).

https://regional.kompas.com/read/2017/10/11/15314541/kesenian-kuda-lumping-di-gresik-tak-takut-ditinggal-generasi-muda

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke