Salin Artikel

Soal Rumah Deret Tamansari Bandung, Warga Tak Ingin seperti di Jakarta

Jumat (6/10/2017) pagi, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, Prasarana-Sarana Utilitas, Pertanahan, dan Pertamanan (DPKP3) Kota Bandung melakukan sosialisasi terakhir bersama warga RW 11 Kelurahan Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, di Taman Film.

Jika tak kunjung ada kesepakatan, warga yang tinggal puluhan tahun di tanah Pemkot Bandung itu bakal digusur paksa.

Semula, sosialisasi dilakukan pada pukul 09.00 WIB. Namun hingga pukul 12.00 WIB, warga menolak mediasi lantaran hadirnya sekelompok ormas yang diduga suruhan kontraktor.  Warga yang sudah berkumpul di Taman Film mendadak bubar. Sambil menggerutu, warga akhirnya meninggalkan lokasi dan pergi ke posko RW 11.

Eva Eryani Effendi, salah seorang warga, terlibat diskusi serius dengan sesama penduduk. Sesekali ia melontarkan nada kesal sekaligus ada ketakutan yang merundung.

"Kita ada undangan dari DPKP3 untuk sosialisasi kembali. Tadi kan ada ormas, dari sejak kita datang loh kok ada ormas jadi kita bertanya-tanya ini ormas dari mana. Ternyata dari kontraktor, berarti ada intimidasi jangan sampai kita bentrok, dari pada kita kena dampak kita mundur saja," tutur Eva saat ditemui Kompas.com.

Masyarakat, kata Eva sempat berharap banyak pada Komisi C DPRD Kota Bandung. Namun, sosok wakil rakyat yang ditunggu tak kunjung datang.

"Kita kan kajian ulang dengan Komisi C DPRD Kota Bandung waktu itu. Sebenarnya fasilitator kita itu mereka, di daftar undangan yang pertama itu Ketua Komisi C tapi kan enggak datang," ucapnya.

Rudi Sumaryadi, Ketua RW 11 Kelurahan Tamansari menuturkan, sejumlah orang ormas sudah datang sebelum sosialisasi dimulai. Mereka datang dan terkesan mengepung kerumunan warga di Taman Film. Situasi itu, kata Rudi, jelas membuat warga resah.

"Itu kan ada ormas kita tidak mau ada intimidasi. saya gak mau warga jadi korban karena ini hanya sosialisasi kenapa kontraktor sampai bawa ormas, tiap pintu masuk Taman Film ada ormas. Kita menghindari gesekan," ujarnya.

Upaya intimidasi itu rupanya bukan kali pertama terjadi. Pada Agustus lalu, Rudi mengatakan, ada dua mobil yang mengangkut ormas datang ke area pemukiman warga.  "Pernah dua kali bulan Agustus dua mobil (ormas) datang mereka bilang ini akan diratakan," sebut Rudi.

Rudi mengatakan, ada 90 bangunan dan 195 kepala keluarga yang akan terdampak proyek rumah deret tersebut. Menurut dia, warga menolak digusur lantaran tak ada kesepakatan dengan poin tuntutan yang diajukan.

"Tuntutan kita hanya dua ganti fisik (bangunan), kalau masuk rumah deret kita enggak mau bayar sewa, gratis," ucapnya.

"Initinya penawaran kemarin kita harus bayar sewa sementara kita di sini masyarakat kurang mampu semua. Suatu saat tiga bulan kita enggak bisa bayar kita pasti disuruh pergi seperti kejadian di Jakarta," kata Rudi.

Rudi mengaku sadar bahwa warga berada di tanah milik pemerintah. Namun, dia menuntut keadilan dari Pemkot Bandung agar mau mengganti rumah yang sudah dibangun dengan jerih payah.

"Saya generasi keempat, dari kakek, orang tua, saya, anak saya. Mayoritas warga di sini ekonomi menengah ke bawah," katanya.

Sementara itu Kepala DPKP3 Arief Prasetya menjelaskan, kehadiran ormas tersebut bukan atas undangan Pemkot Bandung. Kehadiran ormas pun diakui Arief merusak rencana lobi pemerintah.

"Kita tidak ngundang. Ini acara sosialisasi karena ini pertemuan terakhir untuk menentukan proyek kegiatan. Datangnya enggak tahu dari siapa, ya mungkin (dari kontraktor). Saya enggak tahu, tawarannya jadi kacau, tapi nanti akan saya coba bujuk lagi bahwa kejadian tadi bukan undangan kami," tutur Arief saat ditemui di Taman Film.

"Agenda hari ini sosialisasi terakhir kita akan sampaikan untuk ganti rugi kita punya rekening untuk sewa rumah. Selama proyek berjalan, kepala keluarga disewakan rumah dengan harga yang cukup menarik kisaran Rp 20 juta-Rp 25 juta per tahun. Tapi enggak bisa semua sama, harganya dinilai dari keadaan rumah yang disewa dan dibayarkan langsung ke pemilik rumah yang disewa," tutur Arief.

Selain itu, sesuai dengan perintah Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, pihaknya memberikan toleransi warga bebas biaya sewa selama lima tahun. Harga sewa per bulan dipatok sebesar Rp 250.000.

"Pak Wali Kota memberi kebijakan setelah warga masuk rumah deret bebas biaya sewa selama lima tahun, tidak dikenakan sewa. Lalu ada juga kontraktor pun akan membantu mengganti properti sesuai poin permintaan warga," ujarnya.

Arief pun mengatakan, pihaknya tak bisa memenuhi permintaan warga terkait penggantian properti karena tak ada landasan hukum.  "Secara aturan pemerintah enggak boleh ngasih ganti properti apalagi tanah pemerintah. Ini tanah saya, ada yang bangun, pas mau dipakai minta ganti, lah bagaimana urusannya," kata Arief.

Jika mediasai tak berhasil, sambung Arief, Pemkot Bandung terpaksa melakukan tindakan tegas dengan menggusur paksa. Poin-poin kesepakatan pun tak berlaku lagi.

"Kalau deadlock aparat hukum yang turun, kita tidak bisa lagi menunggu. Penawaran itu enggak berlaku lagi. Ya kita gusur kayak di Jakarta, Pak Ahok. Kita pingin secepatnya karena kita sudah mundur-mundur. Mereka selama tinggal di sini tidak pernah sewa," katanya.

https://regional.kompas.com/read/2017/10/06/15131351/soal-rumah-deret-tamansari-bandung-warga-tak-ingin-seperti-di-jakarta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke