Salin Artikel

Siswi Berprestasi Ini Hidup Tanpa Anus dan Sering Menangis karena Malu

Rahmawati hidup bersama kedua orangtua serta lima saudaranya di Desa Jagapura Kulon, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon. Mereka adalah Muktar (27), Tarjo (25), Karlina (10), Rahmawati (8), Ade (4) dan Mila Wulandari (2).

Sepintas tidak ada yang berbeda dengan anak seusianya, dia tampak sehat dan baik-baik saja. Namun, di balik semua itu, Rahmawati terus dihantui rasa waswas dan takut.

Dia khawatir kotoran dari dalam perutnya tiba-tiba keluar di saat yang kurang tepat. Semisal, saat Rahmawati sedang di sekolah, tiba-tiba kotoran dari dalam perutnya keluar mengenai baju putih hingga rok merahnya. Terpaksa Rahmawati lari pulang ke rumah.

 “Sering, tiba-tiba dia pulang ke rumah sambil nangis. Saya bersihkan dan ganti pakaian. Dia terus berangkat lagi ke sekolah. Saya suruh izin saja, dia tidak mau,” kata Tarina saat ditemui di rumahnya, Rabu (4/10/2017).

Tarina menceritakan, lubang di perut bagian kiri Rahmawati adalah jalan alternatif untuk membuang kotoran. Operasi itu dilakukan saat sepuluh hari setelah Rahmawati dilahirkan.

Tim dokter saat itu menyampaikan bahwa operasi pembuatan anus sangat berisiko karena masih bayi dan harus menunggu usia tepat sekitar lima tahun.

Tarina mengungkapkan gadis yang akrab disapa Rahma ini sering menangis karena malu ditertawakan teman-temannya. Banyak teman yang meminta untuk melihat lubang alternatif di perut Rahma tapi dia berusaha menutup dan menolaknya.

Namun hal itu tidak menurunkan mental dan semangat belajar Rahma. Dia tetap menjadi bintang kelas. Dia menoreh prestasi sebagai siswi terbaik ranking dua pada kenaikan kelas lalu.

“Saat naik ke kelas dua kemarin, Rahma ranking 2. Dia dapat buku, pensil, penghapus, dan alat-alat tulis sekolah lainnya. Gurunya titip, Rahma terus rajin belajar,” cerita Tarina.

Minta bantuan

Kondisi Rahma yang kian menurun mengundang perhatian sebagian tetangga. Mereka berusaha menghubungi pemerintah desa, kecamatan hingga Dinas Sosial Kabupaten Cirebon.

Taruna, tetangga yang juga relawan desa setempat menyebut, pihaknya sudah menemui pemerintah desa dan tanggapannya baik, namun tidak disertai tindakan.

“Tanggapannya sih bagus, tapi kami harap bukan tanggapan saja, tindakan yang nyata, kerja yang nyata. Ini kan sesuai amanat nawacita Presiden Jokowi. Tapi kok belum juga ada tindakan,” keluh Taruna.

Taruna menyebut, Warnisa dan Tarina merupakan keluarga kurang mampu. Tapi anehnya, mereka tidak mendapatkan fasilitas yang menjadi haknya berupa Kartu Indonesia Sehat (KIS), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan lainnya. Sedangkan, operasi membuat jalan anus membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sekitar lebih dari Rp 50 juta.

“Kami juga bingung, belum nemu solusi lagi. Berharap masyarakat manapun mau gotong-royong membantu pengobatan Rahma,” ungkap Taruna.

Selain didera kesehatan Rahma, Taruna menyampaikan, keluarga Warnisa dan Tarina terpaksa hidup berdesakan di rumah saudaranya yang berukuran kecil dengan jumlah 18 orang. Mereka terpaksa mengungsikan keenam anaknya karena rumah semula yang ditempatinya sudah tidak layak huni, dan nyaris roboh.

Kompas.com mendatangi tempat tinggal awal yang berjarak tak jauh dari rumah saudaranya. Rumah tersebut sudah tua. Tembok retak, genting pecah dan bolong, kayu penyangga dan plafon patah, bahkan alasnya pun masih tanah. Mereka tinggal bertahun-tahun di rumah ini, dan baru pindah satu tahun lalu.

Tarina sebagai ibu rumah tangga berusaha pasrah. Dia tidak bisa berbuat banyak karena serba kekurangan. Jangankan untuk memperbaiki rumah dan mengobati Rahma, untuk makan setiap hari saja kurang, mereka hanya hidup dari hasil jerih payah Warsina yang berkerja sebagai buruh serabutan.

“Kadang kerja di tukang giling padi, kadang di bangunan, dan apa saja yang bisa dikerjakan. Setiap hari hanya bawa upah 40 ribu rupiah, 50 ribu atau kurang dari itu. Uang tersebut untuk menafkahi enam anak. Saya berharap kepada pemerintah dan siapapun yang mau menolong, agar Rahma normal kembali dan bisa tinggal di tempat semula dengan baik,” harapnya.

https://regional.kompas.com/read/2017/10/05/10290731/siswi-berprestasi-ini-hidup-tanpa-anus-dan-sering-menangis-karena-malu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke