Salin Artikel

"Nyawa Warga Lebih Penting Dibandingkan Nyawa Saya"

Kepada Kompas.com, Selasa (3/10/2017), Pawana mengaku baru saja dihubungi BPBD untuk mengosongkan kembali desanya.

Padahal belum 12 jam, dia mendapatkan kabar jika desanya tidak masuk dalam 28 desa yang terdampak pada radius 9 kilometer dan sektoral 12 kilometer jika Gunung Agung erupsi.

Untuk Kecamatan Selat ada 5 desa yang masuk zona merah yaitu Desa Duda Utara, Amerta Buana, Sebudi, Peringsari bagian atas, dan Muncan bagian atas.

"Mulai semalam hingga siang ini sudah 30 persen warga Desa Duda timur kembali. Dan sekarang saya diminta untuk mengosongkan kembali desa ini," kata Pawana sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Dia bercerita, pada letusan Gunung Agung 1963, tidak semua Desa Duda Timur terdampak lahar dan awan panas. Ada lima dusun yang terdampak yaitu Dusun Pesangkan, Pesangkan Timur, Wates Angin, Wates Tengah, dan Wates Kaje.

Namun saat Gunung Agung ditetapkan awas pada 22 September 2017, seluruh warganya yang berjumlah 6.147 jiwa dan berada di 9 dusun harus mengungsi karena berada di radius 12 kilometer sektoral.

Pawana mengaku, saat itu dia juga ikut petugas yang mengukur dan memasang tanda zona bahaya.

"Saya ingin menanyakan siapa yang berkompeten menetapkan desa yang masuk zona bahaya. Kasihan warga saya tidak ada kejelasan. Disuruh ngungsi, di suruh pulang, sekarang disuruh ngungsi lagi," katanya.

Sampai hari ini, tanda zona bahaya masih terpasang di beberapa titik desa. Hal tersebut yang membuat masyarakat ragu untuk pulang.

Padahal sejak Senin (2/10/2017), beberapa SD di wilayah tersebut sudah mulai melakukan kegiatan belajar mengajar atas perintah dinas terkait. Rencananya, kegiatan belajar mengajar dimulai hari ini, Rabu (4/10/2017).

Namun karena banyak murid yang belum pulang dari pengungsian, guru hanya datang untuk membersihkan desa. 

"Hari ini saya akan mencari kejelasan. Jika ada perintah mengosongkan saya minta secara tertulis bukan lisan. Jika memang benar saya sendiri yang meminta kegiatan sekolah ditunda dulu. Nyawa warga lebih penting dibandingkan nyawa saya," tuturnya dengan suara bergetar dan mata berlinang menahan emosi.

Pawana mengaku, selama warganya mengungsi, pihak desa juga ikut mendistribusikan bantuan logistik termasuk makanan pada 3 hari pertama.

Selain itu di beberapa titik pengungsian, warganya telah mengikuti pelatihan pembuatan anyaman serta berjualan pisang goreng. Ini dilakukan agar perekonomian warga sudah siap jika Gunung Agung meletus. 

"Rasanya apa yang telah saya lakukan sia-sia, tapi saya akan tetap berusaha untuk warga Desa Duda Timur agar mendapat kejelasan," ungkapnya.

Sementara itu, Wayan Suardana, salah satu warga Desa Duda Timur mengaku, rencananya ia akan menjemput keluarganya untuk pulang.

Namun setelah mendapat kabar desanya harus dikosongkan, dia ragu untuk membawa kembali keluarganya pulang. Wayan bercerita, selama desa kosong ditinggal mengungsi, setiap malamnya ada 10 sampai 15 lelaki yang menjaga desa.

"Kita selama ini bergantian menjaga dan semoga segera ada kepastian," jelasnya.

Sesuai data terakhir dari Pusat pengendalian operasi BPBD Bali pada Selasa (2/10/2018) ada 141.072 jiwa pengungsi Gunung Agung. 

https://regional.kompas.com/read/2017/10/04/07461781/nyawa-warga-lebih-penting-dibandingkan-nyawa-saya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke