Salin Artikel

Cahaya Terang Energi Terbarukan di Pedalaman Bengkulu

Benarkah? Kompas.com berkesempatan mengunjungi sebuah kampung di pedalaman Bengkulu. Namanya Desa Gaja Makmur, Kecamatan Malin Deman, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.

Sejak satu tahun lalu, sebanyak 211 kepala keluarga (KK) di kampung ini menggunakan energi listrik cahaya matahari komunal, bantuan dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral.

Mengunjungi Desa Gajah Mungkur dibutuhkan waktu sekitar 5 jam dari Kota Bengkulu. Desa ini dikepung oleh dua perusahaan perkebunan besar kelapa sawit. Jarak desa terakhir yang menggunakan listrik PLN, sekitar 20 kilometer.

Sulit bagi warga untuk menikmati cahaya dari PLN bila tidak menggunakan listrik secara mandiri. Selain terletak di pedalaman, jalan menuju desa ini masih berupa tanah yang ditaburi koral. Bila hujan, dipastikan lumpur dan becek menjadi hambatan berat.

Desa ini mulanya transmigrasi pada tahun 1999. Masyarakatnya berasal dari Pulau Jawa dan Bengkulu.

Soni (43), salah seorang warga menceritakan, selama ini untuk penerangan pada malam hari mereka menggunakan minyak tanah dan genset berbahan bakar solar dan bensin.

"Sebelum ada tenaga surya kami menggunakan genset berbahan bakar solar dan bensin, satu malam bisa menghabiskan 5 liter solar," kisah Soni.

Dalam satu bulan, untuk mendapatkan cahaya listrik dari genset berbahan bakar solar, warga harus merogoh kocek antara Rp 200.000 hingga Rp 500.000. "Sejak ada tenaga surya, kami hanya sumbangan Rp 30.000 per rumah dan lampu terus menyala," kata Soni.

Senada dengan Soni, seorang ibu rumah tangga setempat, Paryati mengungkapkan, sejak ada tenaga surya komunal, pengeluaran berkurang.

"Jika dahulu satu bulan saya mengeluarkan Rp 500.000 hanya untuk beli solar, sekarang hanya Rp 30.000, ini sangat menguntungkan. Uangnya bisa dialihkan untuk keperluan sekolah anak-anak," ungkap Paryati.

Sejak dialirinya listrik tenaga surya, denyut ekonomi kampung yang sebagian besar bertani karet itu mulai terlihat. Usaha kecil seperti cukur rambut, pembuatan kue pun bergeliat.


Tak Bising dan Bersih

Bamin, warga lainnya menceritakan, selain untung secara ekonomi, energi surya komunal tidak bising dan bersih.

"Jika menggunakan genset menimbulkan suara bising, sementara itu kotor, banyak oli dan minyak genset tumpah dan mengotori tanah, rumah terlihat kotor, juga merusak lingkungan tanah," jelas Bamin.

Bamin juga menyadari, penggunaan energi surya tidak menghasilkan polusi. Berbeda dengan penggunaan genset yang menghasilkan polusi asap solar dan bensin, mengotori udara, termasuk polusi tanah.

"Bayangkan saja kalau tiap malam ada puluhan genset hidup menggunakan bahan bakar solar, melepaskan asap kotor ke udara dan mengotori tanah. Kalau bertahun-tahun, saya rasa ini jelas merusak kesehatan," tuturnya.

Gratis untuk Warga Miskin

Sukirwan (40), kepala mekanik Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) setempat yang juga warga sekitar menceritakan, ada 225 panel surya yang dipasang di sebuah tempat yang luas agar terkena sinar matahari.

Selain menyerap cahaya matahari, panel itu menyimpan energi listrik pada 540 lebih baterai. Aliran listriknya dialirkan ke 211 rumah dan 14 fasilitas umum.

Untuk warga miskin mereka dibebaskan menggunakan listrik tanpa harus membayar. Sedangkan warga yang kurang mampu mereka hanya dikenai Rp 15.000 per bulan.

"Untuk warga miskin, ada yang digratiskan, ada juga dikenai iuran per bulan hanya Rp 15.000, sedangkan untuk warga yang mampu Rp 30.000. Uang itu digunakan untuk biaya perawatan peralatan yang dikelola oleh desa," jelas Sukirwan.

Untuk fasilitas umum seperti sekolah, rumah ibadah, kantor desa, tidak dikenai biaya pembayaran bulanan. "Fasilitas umum di sini dapat menggunakan listrik gratis, bisa pakai laptop, printer, dan TV," tegas dia.

Masing-masing rumah dialiri listrik dengan menggunakan pembatas meteran (limit meter). Per rumah dibatasi dengan daya 300 watt per hari. Sedangkan fasilitas umum diberi jatah daya 600 watt per hari.

"Masyarakat harus dapat menghemat listrik dengan cara mengatur. Kalau cepat habis mereka harus menunggu sore karena pembangkit induk hidup mulai pukul 17.00 WIB hingga 08.00 WIB," beber dia.

Tenaga Surya Berlimpah Listrik

Sukirwan menjelaskan, sebenarnya penggunaan energi tenaga surya dapat berlimpah listrik asalkan peralatan dilengkapi. Memang kesan mahalnya terasa di awal, namun selanjutnya warga tak harus mengeluarkan uang tinggal perawatan peralatan secara berkala.

"Kalau penggunaan pribadi atau membeli peralatan pribadi, peralatan baru semua butuh modal Rp 15 juta, itu sudah bisa menikmati listrik melimpah 24 jam tanpa harus keluar uang bulanan, tinggal perawatan rutin saja. Tenaga surya tidak mahal," tegasnya.

Aktifis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (walhi) Bengkulu, Benny Ardiansyah, menanggapi energi terbarukan yang bersih merupakan revolusi krisis listrik di Indonesia dari sumber yang ramah lingkungan.

Menurutnya, sudah seharusnya Indonesia meninggalkan energi listrik dari sumber fosil yang tidak ramah lingkungan.

"Indonesia berlimpahan akan matahari, air, angin, dan gelombang, sudah seharusnya kita meninggalkan energi listrik dari fosil yang merusak dan dapat mengakibatkan pemanasan global, ini solusi dari ancaman global tersebut," tukas Benny.

Ratusan warga dan Desa Gajah Makmur berpesan serta meyakinkan pada pemerintah dan masyarakat Indonesia umumnya bahwa energi surya (terbarukan) harus digalakkan karena dia murah, bersih, dan ramah lingkungan.

"Kami berharap pemerintah semakin menggalakan pembangkit listrik tenaga surya, angin, dan sejenisnya. Karena murah, membantu rakyat, dan juga sangat ramah lingkungan. Ini semua untuk Indonesia dan bumi yang lebih baik," tutup Bamin warga desa setempat.

Perlahan malam beranjak tiba, suasana desa yang dulunya gelap, kini terang benderang. Tidak saja rumah warga yang bercahaya, jalan desa juga bertabur cahaya dari lampu jalan yang dipasang secara tersusun.

Desa pedalaman ini membuktikan pada dunia bahwa mereka mampu merevolusi diri menjadi terang dari energi bersih.

https://regional.kompas.com/read/2017/09/20/18420491/cahaya-terang-energi-terbarukan-di-pedalaman-bengkulu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke