Salin Artikel

Alusi Tao Toba, Jawaban untuk Anak-anak di Pinggir Danau Toba

Infrastruktur jalan yang buruk menyebabkan sejumlah desa di pinggiran Danau Toba menjadi terisolasi. Informasi dari luar menjadi sulit diakses oleh masyarakat setempat dan tak semua tempat bisa diakses melalui jalur darat.  

Hampir di beberapa perkampungan di sekitar Danau Toba juga tidak memiliki fasilitas pendidikan yang memadai. Kondisi itu menyebabkan sebagian besar anak-anak tidak bisa melanjutkan pendidikannya.

Banyak dari mereka yang terpaksa berhenti sekolah. Rata-rata hanya sampai jenjang sekolah dasar dan menengah pertama. Ada juga yang tamatan SMA bahkan kuliah, tapi jumlahnya hanya bisa dihitung jari.

Jarak dari rumah ke sekolah juga ditempuh cukup jauh. Ada yang harus menyeberangi Danau Toba terlebih dulu menggunakan perahu kecil atau sampan untuk bisa bersekolah. Ada juga yang harus berjalan kaki melewati bukit.

Di balik segala keterbatasan itu, timbul masalah lain. Kondisi lingkungan di sekitar Danau Toba pun kian hari semakin buruk. Banyak limbah rumah tangga, keramba apung, dan kerusakan ekosistem di sekitar Danau Toba.

Keadaan itu kemudian mengundang perhatian sejumlah relawan yang tergabung dalam Yayasan Alusi Tao Toba. Mereka mencoba mengubah keadaan. Masuk sebagai pegiat literasi, mereka berjuang memberikan pendidikan kepada masyarakat, khususnya anak-anak.

Harapannya, agar pendidikan yang diberikan menjadi ilmu pengetahuan yang akhirnya bermuara kepada pelestarian lingkungan Danau Toba.

Sopo dan Kapal Belajar

Alusi Tao Toba dibentuk pada tanggal 18 Juni 2009. Alusi yang dalam bahasa Batak artinya menjawab. Alusi Tao Toba lahir untuk menjawab segala masalah yang ada di sekitar Danau Toba.

Salah satu relawan dari Alusi, Biston Manihuruk mengatakan, upaya Alusi Tao Toba mengenalkan pendidikan kepada anak-anak Samosir adalah dengan mendirikan sopo (rumah) belajar. Saat ini, ada empat sopo belajar yang melayani empat desa di empat kecamatan.

Sopo belajar pertama yang didirikan Yayasan Alusi adalah Sopo Belajar Lotung yang terletak di Desa Pardomuan, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir. Yang unik dari sopo belajar ini adalah anak-anak menimba ilmu di tempat yang dulunya merupakan lumbung padi yang berusia ratusan tahun.

Ketiga, Sopo Belajar Bahal-bahal di Desa Hasinggahan, Kecamatan Sianjur Mula-mula, Kabupaten Samosir. Sopo ini hanya bisa dicapai dengan menggunakan kapal. Jika ombak sedang tinggi, anak-anak yang tinggal di desa itu pun tidak dapat pergi sekolah.

Terakhir, sopo yang didirikan adalah Sopo Belajar Lumban Hariara, di Desa Simbolon Purba, Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir. Sopo ini dikenal sebagai kampung konservasi pertanian organik.

Biston menuturkan, Alusi hadir untuk melengkapi pendidikan formal anak-anak di sana. Ada tiga program yang ditekankan bagi anak-anak, yaitu pendidikan, lingkungan hidup, dan penguatan masyarakat.

"Kehadiran Alusi di satu tahun pertama bisa dibilang menjadi musuh bagi orangtua. Mereka beranggapan, kami curi waktunya anak-anak yang seharusnya membantu orangtuanya bekerja malah belajar," ungkap Biston.

Lambat laun, orangtua mulai sadar. Sopo-sopo belajar mulai ramai didatangi anak-anak. Bila perlu, relawan Alusi akan mendatangi anak-anak ke ladang, tempat mereka membantu orangtua, dengan membawa buku-buku bacaan.

"Kami melihat kebutuhannya apa, sukanya apa, dan inginnya apa. Di sopo belajar, tidak (belajar) seperti pelajaran-pelajaran yang diberikan di sekolah. Di sini, kami mengajarkan empat hal, yaitu mengucapkan terima kasih, mengucapkan minta maaf, mengucapkan minta tolong, dan buang sampah pada tempatnya," tutur Biston.

Tahun 2016, Yayasan Alusi Tao Toba yang digawangi Togu Simorangkir meluncurkan Kapal Belajar 2.0 di Balige, Toba Samosir.

Kapal Belajar ini digunakan untuk berkeliling ke desa-desa di seputaran Danau Toba yang memiliki kesulitan akses melalui jalur darat serta membawa buku-buku bacaan berkualitas kepada anak-anak dan masyarakat sekitar.

Kapal belajar seharga Rp 130 juta ini merupakan hasil penggalangan dana yang dilakukan Alusi Tao Toba untuk mendukung peningkatan kualitas pendidikan di sekitar Danau Toba.

Baik Sopo Belajar maupun kapal belajar Alusi dijaga oleh 13 relawan. Para relawan ini bertugas untuk mencari, mengajak, dan mendidik anak-anak untuk giat belajar dan mencintai lingkungannya.

Meski yayasan ini membutuhkan biaya untuk operasional, termasuk uang saku para relawan, Alusi Tao Toba tak pernah melayangkan proposal kepada siapa pun.

"Apalagi menerima bantuan dari partai politik, perusahaan rokok, dan perusahaan perusak lingkungan," ungkap Biston.

Biston menceritakan, pada tahun 2015, yayasan ini pernah mengembalikan satu unit kapal yang diberikan oleh donatur. Sebab, belakangan diketahui jika ternyata kapal itu bersumber dari salah satu perusahaan perusak lingkungan yang ada di sekitar Danau Toba.

Meski pustaka bergerak atau kapal belajar ini sudah berjalan, namun tetap saja ada kendala dalam pengoperasiannya.

Salah satu kendalanya adalah faktor cuaca ekstrem. Terlebih di musim kemarau yang melanda wilayah Samosir saat ini kerap menyebabkan gelombang tinggi di sekitar Danau Toba.

"Samosir ini adalah pulau. Ya alat transportasi yang paling efisien itu kapal, supaya bisa menelusuri desa-desa di sekitar danau toba," katanya.

Biston merasa bersyukur bisa ikut membantu anak-anak di sekitar Danau Toba. Dirinya berharap, anak-anak di sana tidak senasib seperti dirinya. Ia melihat, antusias anak-anak dengan buku sangat tinggi. Semangat anak-anak inilah yang membuatnya tetap gigih mengajarkan sesuatu hal yang berguna bagi anak-anak Toba.

"Biarlah anak-anak ini belajar apa yang mereka suka. Berharap nanti anak-anak ini bisa meneruskan cita-cita," tutur dia.

https://regional.kompas.com/read/2017/08/16/13082991/alusi-tao-toba-jawaban-untuk-anak-anak-di-pinggir-danau-toba-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke