Salin Artikel

Komunitas Ngejah, Bangun Kampung Halaman dari Gerakan Literasi (2)

Setelah mengumpulkan buku, ia memberanikan diri membuka perpustakaan kecil di rumahnya. Perpustakaan inilah yang jadi embrio lahirnya Komunitas Ngejah.

Namun perjuangan tak berhenti sampai di sini. Meski sudah membuka perpustakaan, Opik tidak lantas mengkampanyekan literasi secara besar-besaran.

Ia memulainya perlahan dengan mengajak keluarga dan teman-teman dekatnya di kampung. Itupun tidak langsung mengajak membaca buku tapi mengobrol santai di rumahnya.

"Lalu sengaja saya giring isu obrolannya tentang keberadaan pemuda untuk memajukan kampung halaman yang saat itu statusnya Garut masih daerah tertinggal,” katanya.

Dalam diskusi tersebut, Opik mulai memasukan gagasan-gagasannya untuk memajukan kampung halamannya lewat gerakan kampanye literasi. Gerakan literasi bisa menjadi gerbang kemajuan dalam bidang lainnya.

Opik melihat, salah satu penyebab desanya tertinggal karena budaya membacanya yang rendah. Dari obrolan tersebut, muncul pemahaman bersama. Hingga memasuki tahun 2011, ia dan relawan memberanikan diri menggelar pelatihan jurnalistik bagi pelajar.

Kegiatan untuk memperluas gerakan ini ditawarkan ke beberapa sekolah. Responsnya positif, hingga kegiatan digelar tiga hari dua malam dan diikuti 50 siswa SMP dan SMA dari Kecamatan Singajaya dan Banjarwangi, Kabupaten Garut.

“Kegiatan ini dibantu oleh relawan dari luar kota yang juga penggiat literasi. Mereka jadi pemateri. Responsnya bagus, setiap tahun jumlah peserta meningkat. Alumni kegiatan ini pun banyak,” katanya.

Dari suksesnya kegiatan pelatihan jurnalistik, Opik mengembangkan ruang kreativitas bagi para alumni dalam wadah Jurnalis Pelajar Garut Selatan.

Kesuksesan ini pun membuat langkahnya lebih ringan. Bahkan di 2012, jumlah relawan di Komunitas Ngejah naik signifikan. Mereka berasal dari kalangan pemuda, pelajar, dan santri.

"Awalnya mereka berkunjung untuk membaca dan meminjam buku. Saya mulai ajak mereka untuk menyebarkan virus gerakan membaca di lingkungannya masing-masing. Mereka kita ajak jadi relawan,” tuturnya.

Dengan banyaknya relawan, Opik lebih leluasa mengadakan kegiatan, seperti lomba puisi, pentas drama, memasak, hingga panggung hiburan. Tak puas sampai disitu, gerakan kampanye yang sama digelar di sekolah-sekolah hingga muncullah gerakan “Ngejah Ka Sakola”.

Banyaknya relawan membuat ia tak perlu perlu repot memikirkan hal-hal kecil. Taman bacaan di rumahnya yang diberi nama AIUEO dikelola para relawan. Makin lama, kegiatannya makin banyak. Taman bacaan pun tak mampu menampung kegiatan.

Akhirnya, ia membangun saung bambu berukuran 4x5 meter. Bangunan ini dijadikan pusat kegiatan Komunitas Ngejah.

Bersambung: Komunitas Ngejah, Bangun Kampung Halaman dari Gerakan Literasi (3)

 

 

https://regional.kompas.com/read/2017/08/04/14221011/komunitas-ngejah-bangun-kampung-halaman-dari-gerakan-literasi-2-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke