Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenang Gempa 11 Tahun Silam, Sarono Masih Ingat saat Pulang Rumah Sudah Hancur

Kompas.com - 27/05/2017, 16:19 WIB
Kontributor Yogyakarta, Teuku Muhammad Guci Syaifudin

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Sarono (51) duduk di atas kursi kayu di pinggir Jalan Parangtritis kilometer 3,5, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, Sabtu (27/5/2017).

Pria asal Dusun Sawahan, Desa Sumberagung, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, itu termenung di bawah teduhnya pohon beringin yang tumbuh di pinggir jalan.

Pria yang belakangan diketahui berprofesi sebagai tukang duplikat kunci itu tengah menunggu pelanggan datang ke kiosnya.

Ya, ia sudah menjadi tukang duplikat kunci selama 16 tahun di daerah yang berbatasan dengan Kota Yogyakarta itu.

Kiosnya tepat berada di depan lahan yang pernah berdiri kampus STIE Kerja Sama Yogyakarta. Sebagai informasi, salah satu bangunan kampus STIE Kerja Sama Yogyakarta roboh akibat gempa pada 27 Mei 2006 sekitar pukul 05.55 WIB.

Sembari menunggu pelanggan yang datang, ia pun mengingat dan menceritakan kembali peristiwa yang dialaminya 11 tahun lalu ketika berbincang dengan Kompas.com.

Ia menceritakan, rumahnya yang ada di Dusun Sawahan rata dengan tanah ketika gempa dengan kekuatan 5,9 SR itu mengguncang DIY. Ia mengatakan, gempa dengan durasi kurang dari semenit itu meluluhlantakan semua rumah yang ada di dusunnya.

"Waktu itu kebetulan saya sedang di rumah di Sleman. Cuman sebelum gempa, saya memang mau pulang dari Sleman menuju rumah saya naik sepeda. Waktu itu sekitar pukul 05.30 WIB," kata Sarono mengingat kembali kenangan 11 tahun silam.

Baca juga: 10 Tahun Gempa Yogya, Selama 3 Bulan Dentuman Keras Terus Terdengar...

Di tengah jalan, Sarono mengaku sempat merasakan guncangan gempa ketika mengayuh sepeda. Namun ia mengira guncangan itu hanya gempa biasa yang disebabkan meletusnya Gunung Merapi. Ia pun melihat gumpalan asap tebal keluar dari puncak gunung tersebut.

"Sesampai di Jalan Parangtritis dekat, saya kaget kok banyak orang tergeletak di pinggir jalan. Bahkan ada tubuh yang ditutup daun pisang. Pokoknya ngeri waktu itu," ucap Sarono yang waktu itu mulai khawatir dengan kondisi keluarganya.

Kekhawatiran Sarono pun terjawab setelah sampai di rumah. Ia menyaksikan rumahnya tinggal puing-puing. Meski sempat kebingungan, ia menemukan keluarganya selamat dari gempa. Hanya, pamannya yang berusia 60 tahin mengalami luka parah akibat tertimpa bangunan rumah, sedangkan adiknya mengalami patah tulang akibat tertimpa atap rumah.

"Waktu itu paman saya sedang di dalam rumah sedang merokok ketika gempa. Makanya tidak sampai keluar, beruntung tangannya melambai-lambai di tengah reruntuhan bangunan sehingga langsung diselamatkan," tutur Sarono.

Penderitaan keluarga Sarono tak berhenti setelah gempa. Isu adanya tsunami membuat keluarganya panik. Ia dan adiknya yang tangan kanannya patah memilih pergi dari rumah untuk menghindari bencana tsunami. Adapun paman dan keluarganya memilih bertahan di tenda sementara.

"Waktu itu saya sekalian mengantar adik saya ke rumah sakit. Di beberapa rumah sakit terdekat lagi bisa menampung korban gempa. Akhirnya adik saya berangkat ke RSUD Morangan (Sleman)," kata Sarono.

Sarono sangat bersyukur peristiwa itu tak merenggut satu pun nyawa keluarganya. Di dusunnya pun tak ada warga yang meninggal akibat gempa tersebut meski rumahnya tak lagi berbentuk bangunan utuh. Padahal, jarak dusunnya dengan pusat gempa hanya lima kilometer.

"Kalau diingat memang sedih, harta hancur semua waktu itu. Selama sebulan mengandalkan hidup dari bantuan. Tapi alhamdulillah sekarang (hidup) sudah bisa kembali normal," ujar Sarono.

Baca juga: Mengingat Kembali Gempa Yogyakarta 11 Tahun Lalu

Sarono mengatakan, rumahnya kini sudah berdiri kembali. Ia dan keluarganya membangun rumahnya dengan dana bantuan yang diberikan pemerintah waktu itu.

Kehidupan keluarga Sarono pun sudah berangsur normal meski masih ada rasa takut adanya gempa serupa.

"Tapi kami sekarang kami lebih siap karena kami pernah mengalami hal yang belum pernah kami alami sebelumnya. Kami juga lebih pasrah kepada Tuhan," kata Sarono.

Kompas TV Target mereka, menyelamatkan warga yang terperangkap reruntuhan bangunan, setelah gempa dengan kekuatan 5,4 skala richter.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com