Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bentrok Sari Rejo, Komnas HAM Turun ke Medan

Kompas.com - 18/08/2016, 18:08 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com - Komisioner Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai mengatakan, bentrok Sari Rejo adalah peristiwa besar dan mendapat perhatian rakyat Indonesia. Apalagi terjadi saat menjelang peringatan HUT ke-71 Indonesia.

"Ada beberapa orang, termasuk tokoh-tokoh politik, DPRD, jurnalis dan masyarakat meminta Komnas HAM turun melihat fakta dan peristiwa di lapangan," kata Natalius di Medan, Kamis (18/8/2016).

Pada 16 Agustus 2016 pihaknya menerima pengaduan dari masyarakat Sari Rejo bahwa keluarganya mengalami penganiayaan yang diduga dilakukan TNI AU dan Bataliyon Armed, kemudian ada jurnalis yang menjadi korban, dan asal muasal kejadian karena ada perebutan lahan yang secara legalitas milik warga. Berdasarkan pengaduan inilah Komnas HAM turun ke Medan.

"Kita akan cari tahu apakah tindakan itu bagian dari pengekangan kebebasan pers. Bagaimanapun, pers sudah 16 tahun mengantar demokratisasi di negeri ini sejak reformasi," katanya.

Seharusnya, sebut dia, pers dilindungi, hargai, dan hormati dan ditempatkan sebagai elemen penting yang menjadi pengantar perubahan-perubahan penting di Indonesia.

Natalius  sangat prihatin dengan jatuhnya dua orang pers yang menjadi korban. Persoalan ini akan menggunakan kacamata UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Komnas HAM dan kalau terindikasi ada pelanggaran HAM berat, maka akan dipakai UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

"Kami akan cari siapa pelaku dan apa motifny, motifnya berorientasi pada pengekangan kebebasan pers ataukah karena mungkin dianggap sebagai warga biasa. Kita akan tanya kepada orang yang diduga sebagai pelaku. Terkait perebutan lahan, kami akan melihat dalam dua konteks. Pertama soal legalitasnya dan memediasi untuk menghasilkan solusi," ucap dia.

Hari pertama di Medan, dia akan mendatangi lokasi dan menemui para keluarga korban, masyarakat dan jurnalis. Sorenya bertemu dengan Pangdam I Bukit Barisan Mayjen Lodewick Pusung. Besoknya, Jumat 919/8/2016) berjumpa dengan Danlanut Soewondo, Kolonel Arifien Sjahrir.

Minggu depan hasil penyelidikan mereka akan disampaikan. Hasil data, fakta dan informasi nantinya akan menunjukkan apakah terbukti terjadi, siapa pelakunya, apa motifnya, hukum yang dijalankan harus apa, solusi yang diambil untuk persoalan tanah apa.

"Termasuk memastikan adanya kebebasan pers untuk masa yang akan datang," tegas Natalius.

Sementara itu, Ketua Jaringan Advokat Publik Indonesia (JAP) Irwandi Lubis mengingatkan, jurnalis dilindungi dan dijamin oleh UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Jo Pasal 19 UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik (Covenan On Civil And Political Right/ICCPR) serta Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Kebebasan Pers.

Dalam UU Pers Pasal 18 menyatakan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja menghambat atau menghalangi pekerjaan jurnalistik dipidana dua tahun penjara atau denda Rp 500 juta.

"Kami mencatat, tindak kekerasan terhadap wartawan kerap terjadi dan berulang. Namun hanya dengan permohonan maaf dari para pelaku maka persoalan dianggap selesai. Ini menjadi bias dan tidak jelas penyelesaiannya secara hukum," kata Irwandi.

Menurut dia, penyelesaian dan penutupan kasus dengan cara meminta maaf tidaklah tepat, mengingat tindakan-tindakan kekerasan yang dialami wartawan dalam menjalankan profesinya harus ditindak melalui mekanisme peradilan pidana (integrited criminal justice system).

Gejala dan tindak kekerasan yang kerap terjadi serta berulang menunjukkan belum adanya pemahaman yang tepat terhadap kerja-kerja jurnalistik yang dilindungi Undang-Undang.

"Makanya tidak menimbulkan efek jera dari para pelaku, kekerasan terhadap wartawan terus terjadi," ujarnya.

Dia meminta para pelaku dari TNI Angkatan Udara Lanud Soewondo Medan yang melakukan tindakan kekerasan dan penganiayaan terhadap wartawan di Medan tidak hanya meminta maaf, tapi lebih jauh dari itu. Demi hukum para pelaku harus ditindak tegas dan dihadapkan ke pengadilan sesuai dengan UU Nomor 31 tahun 1997 Tentang Peradilan Militer.

"Supaya ada efek jera bagi semua pelaku, sehingga tidak ada lagi kekerasan atas nama apapun terhadap insan pers," kata Irwandi.

Seperti diberitakan, bentrok terjadi saat aksi damai Formas Sumut dengan TNI AU pada Senin (15/8/2016) kemarin. Warga Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan, menolak tanahnya dipatok-patok untuk dijadikan Rusunawa. Aksi yang diliput para jurnalis ini berakhir ricuh hingga jatuh korban di pihak jurnalis dan warga. Warga Medan Bentrok dengan TNI AU, 11 Orang Terluka Termasuk Jurnalis

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com