Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Dicambuk Itu Hanya Tuhanlah yang Tahu Rasanya.."

Kompas.com - 02/03/2016, 06:40 WIB
Sukoco

Penulis

NUNUKAN, KOMPAS.com - Logat melayu pria berkulit sawo matang ini sangat kental ketika diajak bicara. Rahmat (25) memang lahir dan besar di perkebunan sawit di kawasan Lahad Datu Sabah Malaysia. Kedua orang tua Rahmat adalah buruh migran dari Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan.

Rahmat sendiri bekerja sebagai sopir perusahaan di perkebunan sawit tempat orang tuanya bekerja.

Meski hanya berbekal sijil (surat keterangan lahir dari pemerinah Malaysia) selama 25 tahun Rahmat aman aman saja bekerja. Dari pekerjaannya Rahmat mengaku berpenghasilan 1.800 ringgit hingga 2.000 ringgit atau sekitar Rp 5,7 juta-Rp 6,4 juta.

“Saya driver lori syarikat. Banyak company yang terima meski gaji agak murah sikit,” ujarnya Senin (29/02/2016).

Rahmat mengaku ditangkap Polisi Diraja Malaysia di jalan saat berangkat ke kantor tempatnya bekerja tiga bulan lalu. Di sidang pengadilan Rahmat dinyatakan bersalah karena tinggal di Negara Malaysia tanpa memiliki paspor.

Selain harus mendekam di penjara selama 3 bulan, Rahmat juga menerima hukuman cambuk sebanyak 2 kali di bagian bokong. Sambil sedikit meringis, dia mengaku tidak bisa membayangkan rasanya saat rotan sebesar ibu jarinya tersebut mendarat di bokongnya.

Usai dicambuk dia mengaku kesulitan beraktifitas. Bahkan untuk tidurpun dia mengaku kesulitan karena harus tengkurap. Luka cambuk tersebut sembuh sekutar 2 minggu.

“Dicambuk itu hanya Tuhanlah yang tahu rasanya,” ujarnya.

Sejak lahir, Rahmat mengaku belum sekalipun menginjakkan kaki di Indonesia. Jangan tanya soal sanak keluarga yang berada di Bone. Meski mengaku tahu dimana letak tempat kelahiran orang tuanya, dia tidak tahu pasti dengan apa dan bagaimana jika disuruh kembali kedaerah asal orang tuanya.

Orang tua Rahmat sendiri lebih memilih menetap di Malaysia dengan bekerja sebagai buruh di perkebunan sawit dengan jaminan perusahaan.

Rahmat mengaku enggan mengurus dokumen karena selama ini dengan surat keterangan lahir saja dia aman dari operasi dokumen oleh aparat Malaysia.

”Tiada pernah ada masa, sekarang baru menyesal,” sebutnya dengan lirih.

Rahman merupakan satu dari hampir 500 buruh migran yang ditampung BP3TKI Nunukan dalam program Layanan Terpadu Sentra Poros Perbatasan yang sudah berjalan selama 2 pekan.

Dia mengaku akan meminta dicarikan pekerjaan sesuai dengan janji program poros perbatasan. Rencananya jika sudah bisa mengurus dokumen keimigrasian dia akan kembali keperusahaan tempatnya bekerja dan kedua orang tuanya tinggal.

Menurut dia masih ada harapan yang lebih baik dari pekerjaannya sebagai sopir perusahaan kelapa sawit dibandingkan jika dia harus kirim ke daerah asal orang tuanya yang dia sendiri belum pernah kunjungi.

”Kalau ada kerja, OK di sini kerja. Sampai bila kita mau pergi,” katanya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com