Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karapan Sapi, Judi, dan Batik

Kompas.com - 18/02/2016, 10:11 WIB
Kontributor Pamekasan, Taufiqurrahman

Penulis

PAMEKASAN, KOMPAS.com - Karapan sapi dikenal sebagai ikon budaya Madura dan Jawa Timur. Setiap tahun, Pemerintah Kabupaten Pamekasan dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, menjadikan even karapan sapi sebagai agenda budaya rutin yang mampu mendatangkan wisatawan domestik hingga manca negara.

Namun di balik tradisi karapan sapi yang sudah turun temurun, setiap kali pertandingan sapi terselip judi di dalamnya. Perjudian ini, dianggap mengotori tradisi karapan sapi yang sejarahnya dibangun dari kreativitas petani ingin berpesta setelah panen, dengan cara mengadu kecepatan lari sapi di sebuah tanah lapang.

Perjudian dalam karapan sapi menuai kritik dari dari berbagai pihak, termasuk dari para ulama, seniman, dan budayawan.  Salah seorang seniman menuangkan kritiknya terhadap  judi karapan sapi dengan menggunakan batik.

Masykur Rasyid, seniman batik asal Pamekasan terinspirasi judi karapan sapi membuat karya batik.  Menurut Masykur, budaya karapan sapi lahir dari sebuah pemikiran yang agung, tetapi diciderai oleh pelaku-pelaku yang berpikiran negatif sehingga karapan sapi dieksploitasi menjadi ajang perjudian.

"Batik ini mengingatkan kita bahwa budaya karapan sapi sudah terkontaminasi budaya lain dimana budaya asli karapan sapi sudah menjadi obyek eksplitasi," kata Masykur kepada Kompas.com, Kamis (18/2/2016).

Oleh karena itu, budaya judi dalam karapan sapi harus dilawan. Tidak hanya kekerasannya saja yang disoroti, tetapi judi sebagai praktik yang diharamkan agama juga perlu dilawan.

Dalam goresan batik Masykur, gambar karapan sapi dan gambar monumen Arek Lancor Pamekasan, terlihat lebih kecil dari gambar dadu yang sangat dominan.

Masykur memaknainya bahwa kekuatan judi sudah sangat dominan dalam karapan sapi. Bahkan kalah dan menang dalam pertandingan karapan sapi, juga ditentukan oleh judi.

Pria yang juga anggota DPRD Pamekasan ini menyadari, karya batiknya memang keluar dari pakem batik yang dibuat oleh perajin batik lainnya. Namun sebagai sebuah karya yang penuh kritik, batik itu banyak diminati pecinta batik di Indonesia.

"Produksi batik yang saya namai batik etnik karapan sapi ini banyak dipesan dari luar Madura. Bahkan tokoh-tokoh Madura juga banyak yang berminat," ungkap mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Pamekasan ini.

Selembar kain batik etnik karapan sapi, diju dengan harga bervariasi. Mulai dari Rp 350.000 hingga Rp 1 juta. Perbedaan harga itu karena jenis dan kualitas bahan kain dan warna serta proses pembuatannya.

"Saya berharap lahir karya-karya batik lainnya yang menginspirasi para seniman dan perajin batik di Pamekasan. Karya yang berbeda akan direspon berbeda dan memiliki nilai ekonomi yang berbeda," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com