Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Terpidana Mati WNI di Negeri Sendiri

Kompas.com - 24/04/2015, 14:01 WIB

KOMPAS
- Baru-baru ini kita semua dikejutkan dengan telah dieksekusinya Siti Zaenab dan Karni, dua tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi. Banyak pihak pun mendesak pemerintah sekuat tenaga melindungi mereka yang terancam pidana mati di negeri orang. Lantas, bagaimana dengan perlindungan atas mereka yang akan dieksekusi mati di negeri sendiri?

Zainal Abidin bin Mgs Mahmud Badaruddin (49) yang merasakan kepedihan itu. Setelah 10 tahun permohonan peninjauan kembali yang diajukan tak kunjung ada kejelasan, tiba-tiba dia mendengar Kejaksaan Agung memasukkan dirinya dalam daftar 10 terpidana mati yang akan dieksekusi dalam waktu dekat. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony T Spontana menyampaikan daftar itu kepada pers, 13 Februari 2015 (Kompas, 14/2).

Ketika Ade Yuliawan, penasihat hukumnya, berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan Pasir Putih, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, 5 Maret lalu, Zainal pun menulis surat terbuka.

"Saya tak terima atas perlakuan hukum yang tidak adil dan tidak ada kepastian hukum bagi rakyat kecil seperti saya ini yang sejak awal saya hanya dibantu lembaga bantuan hukum," tulis Zainal dalam surat itu.

Pada bagian akhir surat, Zainal pun mengekspresikan keputusasaannya. "Apabila pelaksanaan eksekusi mati ini tetap dipaksakan sebelum saya menerima amar putusan PK, maka arwah saya tidak tenang, gentayangan, dan akan menuntut balas, termasuk kepada istri, anak, dan keturunannya seluruh perangkat hukum yang terlibat."

Barang bukti ganja

Zainal adalah satu-satunya WNI dari sepuluh terpidana mati kasus narkoba yang ada dalam daftar itu. Sembilan lainnya warga negara asing, terdiri dari dua warga negara Australia, dua warga Nigeria, serta seorang warga Perancis, Brasil, Filipina, Ghana, dan Spanyol. Seperti halnya Zainal, di antara sembilan WNA itu, banyak yang proses PK-nya belum selesai.

Kasus yang menimpa Zainal berawal dari penggerebekan polisi di rumah keluarga besar Zainal di Jalan KI Gede Ing Suro, No 24, Lr Tangga Tanah, RT 001 RW 001, Kelurahan 30 Ilir, Kecamatan Ilir Barat II, Palembang, pada 21 Desember 2001 subuh. Dalam operasi itu, polisi menemukan dan menyita barang bukti berupa tiga karung plastik berisi ganja seberat 58,7 kilogram. Saat subuh itu pula Zainal langsung ditangkap bersama Kasyah bin Karta (istrinya) dan Aldo (teman Zainal asal Aceh).

Di Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang, Zainal divonis 18 tahun penjara, sementara Kasyah 3 tahun dan Aldo yang berperan lebih besar mendapat hukuman lebih berat, 20 tahun penjara (Baca: "Tukang Pelitur Itu Berharap Keadilan" di harian Kompas, 22/4, dan "BAP Zainal yang Penuh Tanda Tanya" di Kompasprint.com 22/4, Berita Terbaru, pukul 16.57).

Jika dibandingkan dengan sembilan terpidana lainnya yang WNA, berarti vonis Zainal di pengadilan tingkat pertama adalah yang paling ringan. Dua WNA lainnya ada yang dijatuhi hukuman seumur hidup dan tujuh lainnya langsung divonis pidana mati. Barang bukti Zainal berupa ganja, sedangkan sembilan terpidana lainnya heroin.

Tak mendapat perhatian

Namun, berbeda dari terpidana WNA, Zainal justru paling tidak banyak mendapatkan pembelaan.

Jaksa Agung HM Prasetyo dalam sebuah pertemuan dengan pimpinan media massa bahkan terkesan hanya memandang para terpidana mati ini sebagai "barang" semata. "Masih banyak stok. Tinggal didor," kata Prasetyo dalam sebuah forum pertemuan dengan pimpinan media massa.

Tiadanya perhatian juga terlihat dari proses PK. Sepuluh tahun lalu, tepatnya 2 Mei 2005, demi memperoleh keadilan, Zainal mengajukan PK. Ternyata, PK itu tak terkirimkan ke Mahkamah Agung hingga 2015. Kenyataan ini baru terungkap setelah Ade Yuliawan mengecek ke MA setelah adanya penolakan grasi oleh Presiden Joko Widodo, 2 Januari 2015.

Pada 2005, memori PK Zainal sesungguhnya sudah diterima Kepaniteraan Pidana PN Kelas IA Palembang. Dokumen yang diperoleh Kompas, cap tanda bukti penerimaan pengajuan PK itu jelas tertera tanggal 2 Mei 2005 pukul 10.00. Penerimanya, Kepaniteraan Pidana. Shahrin B Nasution, penasihat hukum Zainal dari LBH Peradil Palembang, masih menyimpan dokumen itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com