Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Daerah Rawan Banjir, Mengapa Yogyakarta Bisa Banjir?

Kompas.com - 23/04/2015, 17:09 WIB
Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma

Penulis


YOGYAKARTA,KOMPAS.com
 — Hujan lebat, Rabu (22/4/2015), menyebabkan sejumlah wilayah di bantaran sungai yang melintasi Kota Yogyakarta meluap hingga air menggenangi permukiman warga. Bencana banjir ini mengherankan karena Yogyakarta sebenarnya bukanlah daerah rawan banjir.

Djati Mardiatno, Kepala Pusat Studi Bencana (PSBA) UGM, menyoroti daerah resapan yang semakin berkurang di Yogyakarta. Menurut aturan, seharusnya setiap kota memiliki 30 persen ruang terbuka hijau (RTH).

Namun, lanjutnya, sampai saat ini Yogyakarta belum memenuhi syarat tersebut. Justru ruang-ruang yang ada dipersempit dengan munculnya bangunan-bangunan.

"Yogyakarta itu daerah bebas banjir sebenarnya. Hanya memang sekarang ruang resapan semakin sempit," ucapnya, Kamis (23/4/2015) siang.

Drainase yang ada di kota Yogyakarta pun, imbuhnya, bisa dikatakan kurang maksimal dan tidak banyak. Akhirnya, drainase tidak mampu menampung tingginya curah hujan yang turun.

"Sumur resapan bisa jadi solusi sebenarnya. Jika dimaksimalkan dengan membuat sumur resapan maka air akan langsung terserap tanah, tidak semua lari ke sungai," tandasnya.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ada 27 titik banjir imbas dari meluapnya Sungai Code, Kali Gajah Wong, dan Kali Winongo.

"Banjir tadi malam terjadi di beberapa titik bantaran sungai," ucap Djati.

Menurut dia, dari analisis terhadap lokasi banjir dan hujan lebat yang turun sebelum banjir terjadi, dia menyimpulkan, penyebab utama dari banjir adalah intensitas hujan yang tinggi hingga berdampak pada naiknya debit air di sungai.

"Dampak dari hujan ekstrem, ya naiknya debit air di sungai yang melintas di wilayah kota, seperti Kali Gajah Wong, Kali Code, dan Kali Winongo," tegasnya.

Sebenarnya, lanjut Djati, lokasi permukiman di sepanjang bantaran sungai yang meluap dulunya merupakan jalur air. Hanya kini telah menjadi permukiman warga. Sekarang tinggal bagaimana membuat tanggul-tanggul di sepanjang sungai bisa lebih kuat serta aman ketika debit air meningkat.

"Secara kesiapsiagaan, warga di bantaran sungai sudah sangat bagus. Mereka siap mengungsi jika terjadi kenaikan air sungai," ucapnya.

Sementara itu, Bakti Setiawan, dosen Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), berpendapat, menilik dari titik-titik banjir yang terjadi, permasalahannya adalah soal penataan permukiman di tepi sungai.

"Sejak dulu kita memang belum bisa menyelesaikan permasalahan penataan permukiman di tepi sungai. Jika dari perspektif bencana lingkungan murni, tepi sungai dijadikan hunian memang tidak benar," katanya.

Namun demikian, para warga yang tinggal di tepi sungai memang terpaksa karena tidak ada alternatif tempat lain. Sementara jika dilihat lebih luas, Kota Yogyakarta ini ditekan oleh kapitalisasi yang tinggi dan komersialisasi, seperti pembangunan hotel dan apartemen yang meningkat.

Kapitalisasi serta komersialisasi itu memengaruhi harga jual tanah di Yogyakarta semakin tinggi sehingga membuat warga yang tinggal di sepanjang bantaran sungai semakin kesulitan membeli tanah untuk hunian layak dan aman.

"Tidak mungkin jika lantas solusinya dipindahkan. Bayangkan saja, ditotal kira-kira seperempat penduduk Kota Yogyakarta itu tinggal di bantaran sungai," tuturnya.

Seharusnya perlu ada penataan dengan skala prioritas lalu kajiannya risiko bencana yang ada sehingga dapat diketahui daerah-daerah mana saja yang risiko bencananya tinggi itu yang menjadi prioritas.

"Nah, itu tugas pemerintah. Bukan tugas masyarakat yang sekali lagi mereka terpaksa tinggal di bantaran sungai," tegasnya.

Pada kondisi saat ini, yang perlu dibenahi adalah kualitas taludnya. Pembangunan talud di Yogyakarta itu dimulai pada 1989. Pembangunan awalnya dari Ledok Tukangan sampai Sayidan atau bantaran Kali Code lalu diteruskan ke Utara.

"Pembangunannya hampir 25 tahun yang lalu. Ini yang perlu dikaji kembali teknologi pembangunannya. Titik-titik banjir kemarin kalau tidak salah juga terjadi di sekitar itu," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com