Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Kayu Tanpa Nenek Asyani

Kompas.com - 02/04/2015, 17:13 WIB

SITUBONDO, KOMPAS — Sidang kasus pencurian kayu jati milik PT Perhutani pada Kamis (2/4) di Pengadilan Negeri Situbondo, Jawa Timur, berlangsung walau tanpa dihadiri terdakwa, Asyani (63). Asyani dianggap tak bisa hadir tanpa alasan.

 Ketua majelis hakim kasus pencurian kayu Perhutani, I Kadek Dedy Arcana, saat memimpin sidang pagi tadi meminta surat keterangan sakit Asyani, tetapi pengacara Asyani tidak dapat memberikan surat keterangan tersebut.

Yudhistira, salah satu anggota tim pengacara Asyani, mengatakan, Asyani sudah membaik pada Rabu lalu seusai pulang dari rumah sakit. Namun, pagi tadi, ia muntah berkali-kali sehingga tak dapat mengikuti sidang.

Hakim pun tetap menjalankan sidang. Asyani dianggap tidak datang tanpa alasan karena tak ada surat keterangan sakit.

Dalam sidang itu, tiga saksi mahkota-yakni Cipto, tukang mebel yang hendak membuatkan kursi untuk Asyani; Abdussalam, pemilik pikap yang mengangkut kayu Asyani; dan Ruslan, menantu Asyani yang membantu mengangkut kayu jati Asyani ke rumah Cipto-dihadirkan untuk dimintai keterangannya. Ketiganya adalah terdakwa dalam kasus yang sama.

Cipto, pembuat mebel, dalam kesaksiannya mengatakan tidak menerima langsung kayu dari Asyani. Istri Cipto hanya memberi tahu bahwa Asyani membawa kayu. Kayu itu diletakkan berdiri di luar rumah, terpisah dengan kayu lain.

Ketika ditanya jaksa penuntut umum Ida haryanti tentang berapa jumlah kayu yang disita dari rumahnya, Cipto mengatakan tak tahu. Saat diingatkan dengan keterangannya di BAP, Cipto malah mengelak dan mengatakan bahwa yang ada di BAP tidak benar. Menurutnya, surat penyitaan saja tidak pernah ia terima.

Majelis hakim pun menanyakan apakah kayu yang ditunjukkan di pengadilan adalah kayu yang sama dengan kayu Asyani di rumahnya, Cipto sempat ragu.

Namun, setelah ditanya untuk kali ketiga, Cipto pun mengiyakan bahwa seluruh kayu di persidangan itu milik Asyani.

Adapun dua saksi lain yang dihadirkan malah menyatakan bahwa kayu Asyani tidak ada dalam tumpukan barang bukti. Kalaupun ada, tidak semua tumpukan kayu itu dimiliki Asyani karena jumlahnya terlalu banyak.

Abdussalam, misalnya, mengaku sempat melihat kayu milik Asyani yang diangkut dengan mobilnya. Menurut Abdussalam, kayunya berjumlah tujuh gelondong dan kecil-kecil.

"Kalau dipotong-potong, kayunya tak akan sebanyak ini," katanya sambil menunjuk seluruh kayu barang bukti.

Ruslan pun mengakui kayu milik neneknya hanya tujuh gelondong kecil. Ada satu gelondong yang cukup lebar, tetapi jumlahnya sedikit dan berupa beberapa papan.

Majelis hakim terlihat kesulitan saat meminta keterangan ketiga saksi. Saat didesak hakim, ketiganya banyak menyatakan tidak tahu. Sebagian pernyataan juga tidak konsisten dan tidak logis.

Cipto, misalnya, tak menghitung kayu yang dibawa Asyani dan kayu-kayu pelanggannya yang lain yang ada di rumahnya. Padahal, ia bertanggung jawab atas kayu yang akan digarapnya.

Abdussalam pun tak konsisten menyebut ukuran kayu nenek Asyani. Ia sempat menyatakan diameternya sekitar 15 sentimeter. Namun, saat dibandingkan dengan kayu barang bukti yang juga berukuran 15-an sentimeter, ia pun surut dan mengatakan kayu Asyani lebih kecil.

Ruslan juga mengaku tidak tahu detail kayu setelah dipotong tukang gergaji keliling sebelum disetor ke rumah Cipto. Padahal, ia yang mengangkut kayu itu ke rumah Cipto.

Hakim pun memutuskan melihat langsung lahan Perhutani dan lahan bekas milik Asyani di lapangan. Sidang lapangan rencananya akan dilakukan pada Senin mendatang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com