Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Kecamatan di Bombana Terendam Banjir

Kompas.com - 18/03/2015, 15:28 WIB
Kontributor Kendari, Kiki Andi Pati

Penulis

KENDARI, KOMPAS.com - Puluhan rumah, fasilitas pendidikan, dan jalan raya di dua kecamatan di Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara, terendam banjir. Diduga, banjir disebabkan aktivitas pertambangan yang masif terjadi di Pulau Kabaena, penghasil nikel, sejak enam tahun terakhir.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas.com, terdapat dua kelurahan dan satu desa yang tergolong parah dilanda banjir. Tiga wilayah itu yakni Kelurahan Rahampuu, Temokole, dan Desa Pongkalaero. Di Desa Pongkalaero, banjir terparah terjadi di Dusun Puuwatu.

Sampai saat ini, ada 50 kepala keluarga di Dusun Puuwatu terisolasi karena jembatan yang menjadi akses penghubung ke tempat ini hanyut terbawa air. Demi menuju ke dusun lain, warga Puuwatu terpaksa memakai sampan atau menunggu air sungai surut.

Menurut Kepala Desa Pongkalaero, Darmawi, dalam wawancara per telepon, Rabu (18/3/2015), banjir masuk ke desa sekitar pukul 10.00-15.00 Wita, Selasa kemarin. Ketinggian air mencapai satu meter.

"Selama 30 tahun terakhir ini banjir terparah. Aktivitas lingkungan yang tidak proporsional, semisal eksploitasi pertambangan oleh puluhan perusahaan dan perambahan hutan saya kira yang menjadi penyebab bencana banjir ini," ungkap dia.

Darmawi mengatakan, sampai saat ini belum ada bantuan dari Pemda Bombana, padahal dia dan sejumlah kepala desa  sudah melaporkan bencana tersebut. "Belum ada bantuan dari Pemda, kami baru disuruh mengidentifikasi apa saja rusak dan kerugian dari banjir ini," kata dia.

Sementara itu, aktivis lingkungan Kabupaten Bombana, Syahrul Gelo, mengatakan, banjir yang merendam tiga desa Bombana itu, terjadi karena maraknya aktivitas pertambangan. Berdasarkan data yang ada, terdapat 33 izin perusahaan tambang yang beroperasi di pulau yang luasnya hanya 86.000 hektar itu.

"Banjir itu bukan hanya pengaruh curah hujan yang tinggi, tapi juga karena pembukaan lahan untuk pertambangan. Kami mendata banyak perusahaan yang tidak melakukan rehabilitasi lahan pasca penambangan," kata Syahrul.

Sore ini, ketinggian air mulai surut. Warga mulai membersihkan rumah serta pekarangan dari lumpur dan sisa-sisa sampah yang hanyut terbawa air. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com