Aksi itu digelar sebagai bentuk solidaritas kepada lima mahasiswa yang ditangkap dan dipukuli Polisi. Kelima mahasiswa itu masing-masing Suja'i, Jailani, Muhammad Mahfud, Taufikurrahman dan Holis. Mereka ditangkap dan diperiksa selama 11 jam di Polres Pamekasan.
Makruf Malaka, Ketua GMNI Pamekasan, dalam orasinya menyampaikan, tindakan polisi kepada aktivis mahasiswa layaknya polisi menangkap maling ayam. Mahasiswa dikejar dan dipukuli padahal mereka tidak melakukan tindakan anarkis. Mahasiswa hanya datang menyampaikan aspirasi yang menjadi kepentingan masyarakat Pamekasan.
"Polres Pamekasan sudah berubah menjelma seperti aparat pada jaman orde baru, main tangkap dan main pukul terhadap mahasiswa dan aktivis. Bahkana da mahasiswa yang sudah lari bersama motornya ditendang sampai jatuh dan motornya rusak," ungkap Makruf.
Makruf menambahkan, Polisi seharusnya melakukan negosiasi terlebih dahulu sebelum menyerang mahasiswa. Pemuda bertubuh subur ini mencontohkan negosiasi antara pemerintah dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang jelas-jelas bertindak sparatis. Namun Polres Pamekasan tidak negosiasi terlebih dahulu apakah aksi mahasiswa bisa dilanjutkan atau dibubarkan.
"Kami hanya menggertak akan membakar atribut demo jika tidak ditemui Bupati. Namun tidak ada negosiasi tiba-tiba Polisi menyerang mahasiswa. Polisi gagal melindungi dan mengamankan kami yang berunjuk rasa karena mahasiswa yang dipukuli dan ditangkap," imbuhnya.
Kepala Polres Pamekasan, AKBP Sugeng Muntaha, saat menemui massa demonstrasi mengatakan, tindakan mahasiswa sudah melanggar aturan saat menggelar unjuk rasa. Hal itu berdasarkan hasil rekaman video anggota Polres yang ada di lokasi aksi demonstrasi.
Di rekaman itu, mahasiswa terang-terangan membawa bensin dan memegang korek api yang akan membakar kantor Bupati Pamekasan.
"Kalau sampai terjadi kebakaran dan membakar mahasiswa dan orang lain akan membahayakan. Makanya harus dibubarkan. Sampaikanlah aspirasi dengan sopan dan beretika agar tidak melanggar aturan," kata Sugeng.
Sugeng menambahkan, setiap kali mahasiswa berunjuk rasa selalu meminta Bupati Pamekasan untuk menemuinya. Padahal Bupati ada acara dan kegiatan lain, sehingga bisa diwakilkan kepada pejabat yang lain. Namun mahasiswa menolaknya dan memaksa Bupati menemuinya langsung.
Setelah memberikan penjelasan, Sugeng kemudian meninggalkan mahasiswa. Hal itu membuat mahasiswa kecewa karena Sugeng belum menjelaskan soal pemukulan dan penangkapan mahasiswa. Makruf dan mahasiswa lainnya bersumpah akan melapor ke Polda Jawa Timur dan Komnas HAM karena tindakan represif Polres Pamekasan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.